Part 28

265 28 0
                                    

Enjoy the story...

Zoya pov.

Dia terus melamun sejak seminggu yang lalu. Tiap kali aku memergokinya melamun ia justru tersenyum dan mengalihkan pembicaraan mengenak kehamilanku.
Kurasa ia masih sangat bersedih dan juga terpukul atas meninggalnya ayah mertuaku, george abraham.
Aku yakin ia amat menyesali hari hari yang ia lalui selama ia membenci ayah.
Meski baru sehari mereka bersua dengan penuh maaf dan juga kasih sayang yang berlimpah, tapi setidaknya keduanya sempat berbicara saling memeluk mengisi kerinduan dalam relung hati masing masing.
Meskipun pada akhirnya ayah harus meninggalkan kita semua.

Puk,
Aku menepuk pundak kak zio.
Ia duduk di kursi santai di halaman belakang rumah.

"Kak...?"

"Ah.. iya...
Ada apa, sayang...?"
Kak zio agak gelagapan merasakan sentuhanku. Padahal sedari dari aku duduk di kursi sampingnya hanya saja ia melamun dan tak menyadari kehadiranku.
Kulihat ia hanya menatap kosong pandangan dihadapannya.

"Kakak...
Jangan murung terus...
Kalau kakak sedih, aku juga ikut sedih...
Apa kakak mau anak kita sedih melihat ibu dan ayahnya bersedih?"
Kak zio pria itu lagi lagi tersenyum.
Hanya saja sepertinya bukan senyum seperti biasa melainkan seakan senyum yang menyimpan banyak arti dari kedukaan yang ia rasakan.
Kak zio mengelus puncak kepalaku dan menghadapkan dirinya ke arahku.

"Jadi tolong katakan apa yang diinginkan calon ibu dari anakku ini...?

"Bagaimana kalau kita kepantai saja...
Sambil melihat sunset...
Pasti indah banget..."

"Baiklah...
Tapi aku tak ingin kamu terlalu capek karena terus bermain air loh ya..."

"Siap ayah..."
Aku sengaja mengecilkan suaraku seakan akan anak kami lah yang menjawab pertanyaannya.

Selama perjalanan ke pantai, aku tak henti hentinya mengajaknya berbicara. Bahkan aku sampai menggunakan semua topik pembicaraan yang terlintas dikepalaku.
Aku tak ingin ia kembali merasa sedih atas kehilangan ayah. Setidaknya ia tak lagi banyak melamun karena terus kuajak bicara.
Aku ingin suamiku kembali seperti dulu.

Tepat saat kami tiba di pantai aku langsung menggiringnya ke pasir pantai yang cukup hangat sebagai terapi sekaligus aku memang ingin mengajaknya bermain air.
Aku menggiringnya hingga mata kaki kami masuk ke dalam air.

Splash splash...
"Rasakan ini kak..."
Aku mencipratkan air ke wajah kak zio dengan telapak tanganku.

"Awas ya...
Nih terima ini...!"
Kurasa sikap jahil kak zio ku telah kembali. Ia lalu ikut mencipratkan air ke arahku.

Kami bermain air cukup lama. Sampai akhirnya akulah yang pertama menyerah dengan pakaian yang telah basah kuyup.
Kak zio curang.
Dia terus mencipratkan air padaku padahal pinggangku sudah lelah merunduk terus untuk menggapai air.

Kak zio menggiringku untuk duduk di tepi pantai dengannya.
Ia menyandarkan kepalaku ke dadanya.
Degup jantungnya tak beraturan seirama dengan jantungku.
Aku mendongak, menengadah menatap ke arah wajahnya.
Merasa kutatap terus, akhirnya ia menunduk dan menatapku seolah berkata 'ada apa?'.

"Setidaknya kakak masih sempat meminta maaf pada ayah sebelum beliau tiada...
Tolong syukurilah hal itu.. !
Bukannya malah menyesal karena tak memaafkannya sejak lama...
Itu semua tidak lagi berarti kak...
Yang terpenting kakak dan ayah sudah sempat saling memaafkan...
Aku yakin ayah juga pasti bahagia melihat kebahagiaan kita...
Jadi, kakak jangan bersedih lagi...
Kumohon...!"
Aku menatap dalam dalam mata kak zio yang mulai berkaca kaca.

"Kau benar...
Seharusnya aku tak boleh serapuh ini...
Aku memang seharusnya bersyukur telah diberi kesempatan...
Meskipun sekejap tapi aku senang bisa melihat ayah tersenyum karenaku..."
Kak zio.
Meski ia berbicara dengan senyum yang mengembang tapi matanya yang berbinar binar itu tak bisa membohongiku.
Aku langsung mendekapnya bahkan sebelum ia menyelesaikan ucapannya.

2Z Love Story (Zoya & Zio) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang