Enjoy the story...
Zoya pov.
Sudah 3 hari berlalu sejak alisia pergi meninggalkan kak zio. Sama sekali tak pernah muncul secuil senyuman tulus dan penuh kebahagiaan di wajahnya.
Meski ia selalu tersenyum saat menemaniku selama aku di rawat tapi aku tahu hanya ada senyuman palsu saja disana.
Senyuman itulah yang selalu ia tunjukkan padaku seolah berkata 'aku tak apa apa'.
Kulihat ia sering melamun sambil menatap ke arah jendela besar yang mengarah ke jalan besar di depan rumah sakit tempat aku dirawat.
Semakin hari tubuhnya semakin kurus dan tak terurus. Ia selalu tampak lelah dan sering tidak fokus sepulang dari kantor.
Sebegitu kehilangankah kak zio?
Dia pasti sangat mencintai alisia.
Aku sangat yakin sekarang.
Hanya pasangan yang saling mencintailah yang akan merasa sangat terpukul jika ditinggal kekasihnya tanpa kabar sama sekali."kak zio?"
Aku memanggil pelan kak zio yang tengah mengerjakan sesuatu di depan laptopnya. Ia tak bergeming. Matanya masih fokus pada papan digital benda itu dan tangannya tak berhenti bergerak menari di atas papan keyboardnya.
Kurasa ia tak mendengarkan panggilanku."kak?"
Kembali aku memanggilnya. Dan barulah ia menegakkan punggungnya lalu mendongak menatapku."kau membutuhkan sesuatu, sayang...?"
Senyuman palsu itu lagi yang ia berikan padaku. Senyuman yang bukannya terlihat manis, justru terlihat getir dan sarat akan luka. Ia terlihat sakit.
Bukan sakit di fisik melainkan karena ada lubang besar yang menganga di hatinya.Kak zio berdiri lalu mendekatiku. Ia mengelus puncak kepalaku sambil tersenyum manis. Meski senyuman itu terlihat tulus di luarnya. Aku tau dalma hati ia menangis. Alisia adalah cinta dan juga istri pertamanya.
Jelas sekali ia sangat mencintainya. Sedangkan aku ini hanyalah duri dalam rumah tangga mereka. Aku mulai yakin kalau kak zio hanya menginginkan bayi dalam kandunganku ini saja. Ia tak mencintaiku dengan tulus sebagaimana cinta sucinya dengan alisia.Puk,
Sebuah tepukan di pipiku membuatku kembali ke dunia nyata."ada apa, sayang...?
Kau lapar?"
Aku menggeleng dan tersenyum padanya."bolehkah aku memelukmu kak...?"
Kak zio tersenyum menampilkan sederet gigi putihnya yang tertata rapi.
Kak zio menaiki brankar ku dan mulai membaringkan tubuhnya disampingku. Ia memelukku. Lebih tepatnya melingkarkan tangannya di atas perutku lalu mengelusnya.
Perasaan hangat melingkupiku.
Dia sangat perhatian padaku.
Sebenarnya kalau aku memilih egois.
Aku sangat senang alisia pergi dari hidupku dan kak zio. Aku memang menginginkannya untuk kumiliki sendiri. Menjadi milikku seutuhnya.
Tapi melihatnya bersikap seolah tak terjadi apapun itu juga tak membuatku bisa bersikap biasa saja.Kami hanya berpelukan tanpa berkata apapun. Setelah cukup lama kami berdiam diri. Barulah aku bisa mengumpulkan nyaliku untuk menanyakannya.
Aku memiringkan tubuhku menghadapnya.
Aku gugup sekali. Aku takut ia akan marah saat aku menanyakan mengenai alisia."kak...
Apa kakak sudah menemukannya...?"
Tiba tiba senyum tulusnya yang tadi sempat kulihat perlahan meluntur.
Pandangan matanya terlihat semakin sendu.Aku berusaha bangun dan bersandar di kepala brankar dengan sandaran bantal di belakang punggungku.
"Berbagilah denganku, kak...!
Setidaknya beban dipundakmu akan sedikit berkurang...."
Kak zio ikut bangun. Ia memposisikan duduknya tepat di hadapanku.
Kak zio masih menatapku lama.
Ia lalu memegang kedua tanganku dalam genggaman tangan besarnya yang hangat.
Aku menatap kedalam matanya yang dulunya terlihat gagah dan kuat, kini sosok rapuh dan terluka lah yang kulihat di matanya."dia benar benar menghilang, zoy...
Ia seperti musnah ditelan bumi...
Tak ada siapapun yang berhasil menemukannya... Semua orang suruhanku yang hampir menemukannya hanya bisa mengatakan kalau mereka kembali kehilangan jejaknya...
Aku bingung harus kemana lagi, aku mencarinya...?"
Kak zio tiba tiba memelukku dan menumpukan kepalanya di dadaku. Tak kusangka kepergian alisia membuat kak zio se jatuh ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
2Z Love Story (Zoya & Zio) END
FantastikHari ini adalah hari senin. Aku memulai hari dengan senandung sambil berjalan ke Sekolah. Sekolahku yang berada cukup dekat dengan rumah memudahkanku untuk menjangkaunya. Sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melaju disampingku tepat saat itu terdap...