Part 10

399 30 2
                                    

Enjoy the story...!

Author pov.

Saat matahari telah tergelincir agak ke barat, zio dan alisia tiba dirumah. Tepatnya pukul 14: 00 WIB. Jam terbang dari eropa ke jakarta, indonesia membutuhkan waktu cukup lama sekitar 14 sampai 15 jam perjalanan.
Zio benar benar khawatir dengan keadaan zoya. Ia bahkan masuk ke dalam rumah dengan terburu buru tanpa memperdulikan alisia yang masih berada di mobil.

"rupanya kau memang telah memiliki perasaan untuknya, zio.."
Alisia keluar dari mobil. Ia dibantu sopir taxi itu menurunkan semua koper di bagasi taxinya.
Dan kehadiran alisia yang masih terdiam di depan pintu pagar langsung disambut oleh pak wongso, supir dirumah besar ini.
Tatapan alisia kosong tak ada yang membuatnya bisa kembali tersenyum ceria seperti dulu lagi.
Sejak ia mulai mengalami keguguran berulang kali, sejak datangnya zoya dalam kehidupan mereka, sejak zio mulai memiliki secuil perasaan untuk rahim sewaannya.
Sejak saat itu alisia tak pernah tertawa lepas ataupun menunjukkan senyuman bahagia. Hanya ada senyuman dan tawa palsu untuk menutupi semua kepedihan dihatinya.
Sungguh.
Semuanya hanya ada kepalsuan.
Hanya itu.

Puk,

"nyonya?"
Pak wongso menepuk bahu alisia yang masih terbengong.

"ah, ada apa pak...?"

"nyonya kenapa?"
Alisia menggeleng dan langsung berjalan pergi memasuki rumah yang sudah seperti neraka yang membuatnya tak betah berada di dalamnya.
Hatinya selalu merasa panas dan gerah di dalamnya.
Padahal ini dulu merupakan rumah impiannya, semua desainnya ia yang mengatur. Semua perabot dan segala apapun yang ada di dalamnya sesuai dengan keinginannya.

Zio berlari ke dapur. Ia mencari bik santi. Hanya wanita paruh baya itu yang tau dimana zoya dirawat saat ini.

"bik... Bik santi... Dimana kau...?"
Zio berteriak memanggil bik santi, asisten rumah tangga dirumahnya.

"maaf tuan...
Anda jangan bersuara keras, takut non zoya terbangun..."
Bik santi berbicara sambil berbisik.
Ia baru saja memberikan obat penurun demam dan pusing untuk zoya. Sejak semalam zoya mengeluhkan pusing dikepalanya.
Pagi tadi demam dan pusing dikepala perempuan muda itu sudah hilang dan setelah pukul 12 siang, zoya kembali mengeluhkan pusing di kepalanya, dan tubuhnya kembali memanas.
Alhasil ia kembali terbaring di ranjang setelah pulang sekolah.
Untunglah, sekolah hari ini pulanga wal karena ada rapat guru mengenai jadwal ujian akhir sekolah yang harus murid kelas 12 persiapkan kedatangannya.

"bukankah aku menyuruhmu membawanya ke rumah sakit bik...?"
Zio menaikkan nada bicaranya.
Ia benar benar terpancing emosinya.
Ia sangat khawatir dengan keadaan zoya.

"maaf tuan..
Non zoya tak mau di ajak kerumah sakit...
Katanya kalau ia dipaksa ia akan pergi sendiri...
Jadi saya dan pak wongso tak jadi membawa non ke rumah sakit..
Maafkan saya tuan..."

"majikanmu bukan dia, tapi aku...
Kenapa kau menurutinya permintaannya...?
Ikuti saja semua perintahku...!"
Bik santi hanya bisa menunduk saat zio memarahinya. Ia tau ia juga salah mengikuti keinginan nyonya mudanya. Tapi ia tak tega melihat gadis semuda zoya harus mengalami kehidupan yang serumit ini.

"sshh..
Jangan marah pada bik santi, kak.."
Zoya keluar kamarnya begitu mendengar suara keributan dari luar pintu kamarnya.
Ia memegangi kepalanya yang masih sangat pusing. Ia hanya bisa mendesis menahan pusing dikepalanya saat ia gunakan untuk berdiri dan berjalan keluar kamarnya.
Tubuhnya kembali demam setelah pulang dari sekolah tadi siang.

Ia sangat hafal suara siapa yang tengah berbicara. Ya suara bass yang sangat ia rindukan selama ini.
Suara zio, suaminya.
Pria yang telah mendapatkan kehormatannya.

2Z Love Story (Zoya & Zio) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang