Part 06

60 37 31
                                    


Maju jika di rasa mampu, mundur jika di rasa buang-buang waktu.
~Inaya Araby Elara

"Sumpah demi apa Melvinku tersayang udah berpawang?!" pekik Byla membuatku nyaris menjauhkan handpone dari telinga.

Sudah sedari lama aku sampai di rumah, setelah melakukan ritual yang biasa kulakukan di hari-hari sebelumnya. Akhirnya aku memutuskan untuk bergibah ria bersama Byla lewat sambungan telepon.

"Kaget sih kaget, tapi gak usah pake teriak begitu dong, sakit nih telinga gue!" tandasku tak bisa menolerasi teriakan Byla.

"Ya maaf Ra, lo kan tau sendiri kalau gue merupakan satu dari berpulu-puluh perempuan yang suka Melvin dalam diam," terang Byla menyendu, namun mengelikan bagiku.

"Rasain lo pada, potek berjamaah!" ejekku dengan gelak tawa yang mengiringi.

"Jahat lo. Oh ya lo tau ngak?"


"Apaan?"

"Gue baru aja jadian tadi, t-tapi gue ldr sama si doi," cicit Byla memelankan intonasi suaranya.


Aku memutar bola mata bosan mendengar kabar yang sama dari Byla, sampai saat ini aku tak bisa mewajari hobi Byla yang suka sekali mengonta-ganti pacar.


Dan yang menjadi masalah adalah walau tujuan awal Byla berpacaran dengan lelakinya hanya sekedar main-main namun saat mereka putus Byla malah terbawa perasaan dan merasa terluka.

Byla suka sekali mengataiku aneh, padahal kenyataanya dia lebih aneh dariku. Di tambah lagi Byla suka lebay saat sedang galau, meresahkan.

"Lagi? perasaan baru aja kemarin lo putus sama mantan lo yang entah keberapa itu. Kali ini lo kenal berapa lama By?" seruku muak dengan pergantian pacar Byla.

"Eum kurang lebih seminggu sih," jawab Byla sembari cengegesan.

"Hm, semoga langeng deh sama yang ini. Eum udah dulu  ya By, bye! " ujarku sembari memutuskan sambungan telepon secara sepihak.

Dan hal itu bertepatan dengan kedatangan Rangga yang membuka pintu kamar lalu mendongkak kan wajahnya menatapku.

Awalnya aku tak memperdulikan Rangga yang aneh itu, namun karna risih terus-terusan di tatapnya aku dengan terpaksa angkat suara.

"Ngapain sih lo?!" cetusku.

Rangga kembali menutup pintu tanpa menjawab pertanyaanku, menyebalkan sekali bukan?

"Punya abang gak peka banget, udah buat salah bukannya minta maaf malah pura-pura lupa lagi ish nyebelin!" monologku dengan suara yang sengajaku kuatkan agar dapat di dengar oleh Rangga.

Dalam menghadapi orang seperti Rangga, kita harus dengan terang-terangan mengungkapkan sesuatu yang menganjal di hati kita.

Karna jika kalian menunggu Rangga peka sendiri, maka hal itu tak akan pernah terjadi.

"Berisik!" teriak Rangga dari ruang tv.

"Ngeselin lo, awas aja ntar kalau ada apa-apa gak mau gue bantuin!" sarkasku kesal.

Kontra Kita || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang