Part 21

24 15 3
                                    


Hujan itu turun, bukan jatuh. Yang jatuh itu aku, di hati mu.
~Dylan Gerry Wiliam






"Dylan?!"

"Pantes lo diem aja waktu gue bilang gue suka sama lo, ternyata lo udah punya pacar toh. Bilang aja kali dari awal supaya gue gak berharap lebih sama lo Ra," ujar Dylan dengan raut wajah yang sulit di mengerti.

"Haha apaan sih lo, yang tadi itu temen gue. Ngak ada yang ngejauh dari lo Dylan, dan lagi lo ngapain di rumah gue malam-malam begini coba?" tanya ku tak habis pikir dengan apa yang Dylan lakukan saat ini.

"Kalau lo ngak ngejauh dan yang tadi itu bukan pacarnya lo, terus kenapa lo sampai gak masuk les dan lebih milih jalan bareng cowok tadi?" tanya Dylan penasaran.

"Ceritanya panjang Dylan, intinya gak ada yang ngejauh dari lo, dan hubungan gue sama cowok tadi tuh cuma temen. Lo sendiri ngapain di rumah gue malem-malem begini?" tanya ku lagi.

"G-gue kangen sama lo," bata Dylan dengan sengaja mengalihkan tatapannya dariku.

"Apa, lo ngomong apa barusan? gak kedengaran tauk, ulang dong, " godaku berniat menjahili Dylan yang tampak salah tingkah.

"Ck apaan sih Ra, tadinya gue kira lo ngehindar dari gue, makanya pulang les tadi gue langsung dateng ke rumah lo. Tapi Camer malah bilang anak gadisnya lagi pergi entah kemana ampe malam gini. Yah guekan jadi khawatir," jelas Dylan begitu mengemsaskan, tak pernah terpikirkan oleh ku Dylan yang semenyebalkan itu bisa seimut ini.

"Jangan pernah mikir gue bakal ngehindar dari lo Dylan, karna dari awal lo ngungkapin perasaan, lo udah gue kasih peluang buat memperjuangkan rasa suka lo," laki-laki berbadan tinggi itu terdiam, entah terpaku karena ucapan atau pesona aku pun tak tau.

Sebenarnya aku sama sekali tak merasakan apa-apa saat di dekat Dylan, namun melihatnya terbawa perasaan seorang diri membuat hati ku tersentuh, toh dia akan memperjuangkan rasa sukanyakan? apa salahnya membuka hati untuk orang baru yang mungkin saja ingin menetap? mungkin ini sudah saatnya, untuk ku membuka hati kembali.

※ ※ ※

"Asik! seorang Inya Araby Elara akhirnya meninggalkan status jomblonya, jadi kapan nih gue dapet undangan pernikahan lo sama Dylan?" tanya Byla dengan dengan antusias.

"Mending lo diem deh By, dari pada bibir lo gue sumpelin pake nih kamus ntar berabe lagi urusanya, jadi mending lo diem deh ya. Kesel gue lama-lama," celetuk ku sembari mengibaskan jari-jemari kesekitaran wajah.

"Dih sensi amat sih lo, cukup tugas dari Bu Tirta aja yang buat sensi, lo jangan ikut-ikutan elah. Sumpah males banget gue ke perpus buat nyari buku yang di suruh Bu Tirta, emang ya Bu Tirta tuh suka banget ngeliat orang sengsara karena tugasnya,"

"Jangan malas-malas By, lo rajin aja belum tentu nilai lo tinggi!" sindir ku membuat Byla tertohok.

"Damagenya bukan main, aww sakit sekali everbody!" seru Byla sembari menyentuh dadanya, seolah ucapanku tadi adalah panah yang menancap di dada Byla.

"Bersyukur lo punya temen kaya gue, kalau apa-apatu langsung ngomong secara langsung di depan lo, bukanya di belakang lo. Jarang-jarang ada orang baik kaya gue gini," ucapku memuji diri sendiri.

Kontra Kita || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang