Sejak kemarin kepalaku terasa pening dan tubuhku sepertinya demam. Mungkin karena efek kehujanan tiap hari saat pulang dari kampus. Beberapa hari ini cuaca memang tidak menentu. Siang panas dan sorenya hujan deras membuat daya tahan tubuhku menurun. Tapi aku tidak mau Pasha melihatku kesakitan. Saat tadi pagi dia berangkat kerja, aku masih bisa memasakkan sarapan untuknya. Tapi aku tidak mengatakan kalau aku ijin masuk kuliah karena sakit ini.
Suara ketukan di pintu membuatku terbangun dari tidurku. Tapi minum segelas susu dan minum vitamin C adalah kebiasaan ku untuk meredakan flu ini. Daripada mengkonsumsi obat, aku lebih senang meminum susu.
Aku mulai beranjak dari tidurku dan melangkah dengan perlahan ke arah pintu kamar. Sepertinya aku masih merasa pusing dan badan masih demam. Suara ketukan pintu itu masih nyaring terdengar, siapa yang bertamu?
"Ya sebentar..."
Aku menjawab saat menyibak tirai menuju ruang tamu. Akhirnya aku sampai di ambang pintu dan mulai membuka kuncinya. Saat pintu terbuka, ada seorang wanita berhijab dan seorang pria yang sedang menatapku.
"Assalamualaikum. Benar ini rumahnya Pasha?"
Aku menganggukkan kepala mendengar nama Pasha disebut.
"Iya."
Wanita cantik itu lalu menoleh ke arah pria di sampingnya.
"Bener di sini Mas. Akhirnya."
Dia kemudian menoleh ke arahku lagi. Lalu dia mengulurkan tangan "Aku Jingga, dan ini suamiku Orion. Mungkin belum kenal ya? Aku ini Kakak kandungnya Pasha."Mataku membelalak mendengar wanita itu memperkenalkan diri. Owh jadi ini Kakaknya Pasha. Aku segera menjabat tangannya dengan gugup. Bagaimanapun aku bisa grogi kalau dihadapkan dengan anggota keluarga Pasha. Mereka terlihat sederhana, tapi entah kenapa aku seperti berdiri di depan orang yang mempunyai aura orang kaya. Entahlah.
"Saya, Zaskia. Istrinya Mas Pasha. Panggil saja Za... "
"Manisnya. Panggil aku Mbak Jingga aja ya... Eh ini kamu kok demam ya?"
Tiba-tiba dia sudah menatapku lekat. Malah sudah mengulurkan tangan untuk menyentuh keningku dan membuat aku refleks terhuyung. Tentu saja aku terkejut dengan respon seperti itu.
"Kenapa dek?"
Suaminya Mbak Jingga juga ikut bersuara.
"Ini kayaknya sakit deh, pucat gitu. Ke rumah sakit ya?"
Aku refleks menggelengkan kepala "Nggak usah. Ini cuma flu biasa kok."
"Nggak bisa. Pokoknya sekarang ke rumah sakit."
******
Akhirnya aku dipaksa untuk ke rumah sakit. Dominasi Kakaknya Pasha ini membuatku menurut begitu saja. Selama perjalanan aku masih terheran-heran dengan mobil yang aku tumpangi. Kakaknya Pasha sepertinya orang berada. Lalu saat sampai di rumah sakit semuanya berjalan begitu cepat. Aku diperiksa lalu aku malah di suruh rawat inap karena kondisiku yang drop. Padahal aku merasa cuma pusing dan demam saja. Tapi bagaimanapun juga aku tidak bisa mencegahnya.
Setelah dipasang infus di lenganku, dan terbaring lemah di atas kasur ini. Aku tertidur. Mungkin karena efek obat yang disuntikkan.
"Mbak, Pasha bisa jelasin."
"Nggak bisa Sha. Kamu udah sampai batasnya ini. Sampai kapan kamu akan bawa istri kamu seperti ini?"
"Toh emang ini kehidupan Pasha. Papa sendiri yang memberikan hukuman sama Pasha. Selama ini Pasha juga... "
Aku membuka mataku perlahan saat mendengar suara itu. Ada orang berbicara meski samar terdengar.
Lalu saat mataku terbuka, aku mendapati Pasha sudah duduk di sampingku dengan menggenggam jemariku."Za... Udah bangun?"
Dia menatapku dengan khawatir. Aku menatap sekeliling dan tidak mendapati kakaknya Pasha di ruangan ini. Hanya ada aku dan Pasha.
"Mas, Za pulang aja ya? Ngapain di sini?"
Aku mencoba meminta hal itu kepada Pasha. Tapi dia malah menggelengkan kepala.
"Kamu di sini sampai sembuh kenapa tadi pagi nggak bilang? Aku dimarahin Mbak Jingga nih buat kamu sakit."
Pasha mengusap tengkuknya lalu menatapku lagi.
"Udah ketemu Mbak Jingga dan Mas Orion kan?"
Aku menganggukkan kepala dengan lemah.
"Iya. Udah. Baik banget ya Mbaknya Mas."
Pasha menganggukkan kepala. Lalu dia membenarkan selimut yang kini menutupi tubuhku. Dia masih mengenakan kemeja kerjanya. Tapi sepertinya sudah tidak rapi lagi. Lengan kemejanya digulung sampai siku, lalu sudah keluar dari ban pinggangnya. Bahkan rambut Pasha sudah tampak acak-acakan. Tidak rapi lagi.
"Sekarang mereka di mana?"
"Pulang ke rumah, katanya mau bawain baju kamu."
Pasha kini mengambilkan air mineral dari botol yang ada di atas nakas.
"Minum ya?"
Aku menganggukkan kepala saat Pasha meninggikan kasurku. Baru tersadar aku kalau dirawat di kamar yang bagus. Ini bukan bangsal seperti pada umumnya. Karena aku ada di dalam sebuah kamar dengan televisi dan perlengkapan yang mewah. Setelah meneguk beberapa tegukan aku mengatakan ingin berbaring lagi. Pasha mengembalikan posisiku. Untuk sementara dia tidak berbicara lagi dan malah membereskan sesuatu di atas nakas. Itu makanan yang berada di sana.
"Mas... "
"Ya... "
Pasha menoleh ke arahku saat dia sedang sibuk memasukkan plastik ke dalam tempat sampah yang ada di bawah nakas.
"Ini kamar VIP? Mahal kan Mas?"
Mendengar pertanyaanku akhirnya Pasha kini melangkah mendekatiku lagi. Dia berdiri dengan kaku di depanku. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya.
"Iya. Mbak Jingga yang bayar."
Jawabannya membuatku mengernyitkan kening.
"Jadi Mbak Jingga ini... "
"Suaminya Pilot."
Pasha memotong pertanyaan yang sudah akan aku ucapkan. Aku makin mengernyitkan kening. Tapi dia sudah melangkah maju dan mencondongkan tubuhnya ke arahku. Lalu mengulurkan tangan untuk mengusap keningku.
"Jangan banyak berpikir. Kamu istirahat saja ya? Soal biaya kamar nggak usah dipikirin. Ini bukan pake uangku. Mbak Jingga yang mau. Jadi jangan berpikir yang tidak-tidak."
Ucapannya membuatku menghela nafas. Sepertinya Pasha ini memang menyembunyikan sesuatu dariku. Tapi aku tidak akan curiga, karena aku percaya sama Pasha.
Akhirnya kupejamkan mataku. Dan aku merasakan usapan lembut di kepalaku. Bahkan aku merasakan kecupan hangat di keningku "Tidurlah, aku menjagamu."
Bersambung
Info ya
Bang Jepit udah ready nih....
Yuhuuu yang nungguin siap2 pelukin ya
KAMU SEDANG MEMBACA
SURPRISE WEDDING
Roman d'amourZaskia pikir calon suaminya yang dijodohkan ayah untuknya adalah seorang karyawan biasa saja. Zaskia juga berpikir kalau dia hanya menuruti permintaan terakhir ayahnya sebelum meninggalkannya untuk selamanya. Hidup hanya berdua dengan sang ayah men...