"Za, kenapa wajah ngantuk gitu?"
Aku baru saja menguap entah yang ke berapa kalinya siang ini. Untung saja aku tidak tertidur di kursi depan kelas karena mengantuk. Hari ini aku beneran merasa sangat mengantuk, karena semalaman menunggu kabar dari Pasha. Dan baru pagi tadi dia pulang dari rumah sakit, mengabarkan kalau Ical terkena demam berdarah, Hb- nya rendah dan butuh transfusi darah. Untung saja golongan darah Pasha sama dengan Ical. Mendengar cerita Pasha aku ikut merasa prihatin dan khawatir juga. Kasihan, anak sekecil itu harus dirawat di rumah sakit. Karena mendengar cerita itu, akhirnya aku tidak bisa lanjut tidur, malah tadi sempat ke rumah sakit menjenguk Ical sebelum Pasha berangkat kerja dan aku di antar ke kampus.
"Semaleman aku..."
"Ahelaaaa... pasti lembur kan kamu? Ecie jadi ngiri deh yang udah dipelukin masnya tiap malam, mau dong Za..."
Kanya memotong ucapanku dan malah terkekeh. Tentu saja aku langsung mencubit lengannya yang membuatnya mengaduh "Aih sakit Za..."
"Biar kamu nggak kotor tuh otaknya. Aku tuh semaleman nungguin Mas Pasha pulang dari rumah sakit."
Jawabanku membuat Kanya yang sedang mengusap-usap lengan kanannya kini mendongak dan menatapku dengan kening berkerut.
"Eh gimana, gimana? Masmu sakit?"
Aku menggelengkan kepala dan menjawab sapaan beberapa teman yang lalu lalang di depan kami. Soalnya aku dan Kanya memang duduk di depan kelas, sambil menunggu kelas di buka. Masih ada 15 menit sebelum dosen datang."Ical yang sakit. Kamu udah pernah aku ceritain soal tetangga depan rumah yang temen Mas Pasha juga kan?"
Kening Kanya makin berkerut, tapi kemudian dia menganggukkan kepala "Owh yang kamu pernah bilang itu anak akrab banget ama Pasha?"
Tentu saja aku mengiyakan, pernah merasa curiga saat bercerita dengan Kanya karena Ical memang begitu akrabnya dengan Ical.
"Yang kata kamu juga ibunya cewek cantik itu kan?"
Kali ini aku menghela nafas dan kembali mengiyakan. Aku berusaha mengedarkan pandangan ke sekitar kami. Tidak mau Kanya membaca apa yang sebenarnya aku rasakan kepada Nina. Mungkin karena hormon kehamilanku, sehingga aku merasa cemburu tiap kali liat Nina mengobrol dengan Pasha. Tapi tiap kali aku ingin bertanya lebih kepada Pasha tentang Nina, Pasha selalu bilang 'Jangan terlalu berlebihan memikirkan Nina, dia cuma teman dari dulu dan sampai kapanpun' setelahnya aku hanya percaya."Nah emang bapaknya si Ical kemana gitu? Atau jangan-jangan itu Ical..."
Ucapan Kanya terpotong karena Prof. Hadi terlihat dari kejauhan. Dosen yang kami tunggu telah tiba, maka seperti mahasiswa lainnya yang ikut kelas ini, aku dan Kanya segera masuk ke dalam kelas. Dan terlupakanlah pembicaraan kami ini. Hanya saja aku masih penasaran dengan apa yang akan diucapkan Kanya. Maksudnya Ical anak siapa? Aku lupa menanyakan kepada Pasha dan juga Nina, di mana ayah Ical.
*****
"Jangan kamu bilang..."
"Enggak Mbak, aku nggak mungkin kayak gitu. Udah Pasha bilang kan? Semuanya tetap sama dan akan sama. Cuma sekarang emang kondisi Ical lagi sakit, dan dia butuh pertolongan."
"Kenapa mereka pindah ke sini? Kamu bilang mereka udah aman, dan nggak mungkin muncul di depan kamu? Atau kamu...."
Aku benar-benar mendengar percakapan itu, sebelum akhirnya semuanya terdiam saat melihatku masuk ke dalam rumah. Aku sendiri terkejut dengan kehadiran Mbak Jingga, ke rumah. Dan sepertinya mereka sedang dalam pertengkaran. Ada hubungannya dengan Ical?
"Assalamualaikum."
Aku canggung saat Mbak Jingga dan Pasha langsung terdiam. Posisi mereka sama-sama berdiri dan saling berhadapan, hanya terhalang oleh meja ruang tamu.
"Waalaikumsalam," jawab mereka kompak. Lalu Mbak Jingga menghampiriku dan menyentuh bahuku dengan mengulas senyumnya.
"Loh, kok udah pulang? Kata Pasha sampai sore?"
Aku tersenyum mendengar pertanyaan Mbak Jingga. Pasha juga menghampiriku lalu mengusap perutku."Iya loh Dek, katanya di kampus sampai sore. Kalau pulang sekarang kenapa nggak nelepon? Kan bisa jemput."
Aku menatap kedua kakak beradik itu bergantian. Memang wajah mirip, sekarang malah makin mirip karena mereka berdua sangat dekat denganku.
"Dosennya nggak hadir, makanya dibatalin kuliahnya. Ya udah deh, langsung pulang dan tadi nebeng mobilnya cowoknya Kanya. Kelamaan juga kalau nungguin Mas."
Akhirnya Pasha mengusap kepalaku mendengar jawabanku "Kan Mas udah bilang, hari ini Mas cuti. Kalau suruh jemput ya langsung tak jemput. Jangan diulang lagi loh Za, Mas nggak mau kamu pulang sendiri meskipun dianterin sama siapapun."
Tuh kan posesifnya keluar lagi, lha selama ini juga aku pulang sendiri padahal kalau Pasha kerja. Mbak Jingga yang mendengarnya tersenyum, dia lalu melangkah ke arah sofa dan menghempaskan tubuhnya di sana.
"Mumpung Mbak ke sini, Za mau ikut Mbak enggak?"
Aku beralih ke arah Mbak Jingga dan mengernyitkan kening "Kemana Mbak?"
Pasha sudah melingkarkan lengannya di pinggangku lalu menggelengkan kepala "Nggak boleh Mbak."
Aku kembali menatap dua kakak beradik itu, mereka kembali dalam mode siap bertengkar lagi.
"Loh, kan udah kesepakatan tuh Sha, pokoknya kalau kamu sibuk dengan..."Mbak Jingga menghentikan ucapannya karena sepertinya dia keceplosan lalu kemudian berdehem dan menatapku dengan senyumnya lagi.
"Ehm, mau ngajakin Za nginep di rumah Mbak nih. Beberapa hari lagi tuh anniversary pernikahan Ayah sama Ibu. Mau rayain kecil-kecilan gitu. Mau ya?"
"Mbak..."
Aku belum menjawab Pasha sudah protes lagi. "Za, perginya sama aku. Besok pas hari H. Lagian masih kurang seminggu, masa Za mau diculik?"
Aku melihat raut muka Pasha tampak cemberut, tapi bukan yang merajuk, lebih ke serius. Sepertinya Pasha tidak sedang bercanda. Wajahnya terlihat begitu tegang.
"Ya Mbak juga terlanjur udah tahu kamu melanggar perjanjian Sha, nggak bisa tinggal diam gitu aja. Kamu nggak boleh nyia-nyiain Zaskia. Pokoknya Za ikut Mbak. Kamu selesaiin atau urusin dulu itu."
Aku merasa bingung dengan pembicaraan keduanya. Perjanjian apa? Urusin apa? Ada rahasia apa ini?"
*****
BERSAMBUNG
Nabila udah bobok nih, bisa sedikit update. yuhuuu ramein yuk
KAMU SEDANG MEMBACA
SURPRISE WEDDING
RomanceZaskia pikir calon suaminya yang dijodohkan ayah untuknya adalah seorang karyawan biasa saja. Zaskia juga berpikir kalau dia hanya menuruti permintaan terakhir ayahnya sebelum meninggalkannya untuk selamanya. Hidup hanya berdua dengan sang ayah men...