Bab 17 Mengetahui

26.2K 3.7K 73
                                    

"Pasha di sini cuma sementara. Untuk membantu perusahaan selama Bapak sakit."

"Apa nggak bisa selamanya?"

"Enggak Pak. Pasha sudah terlalu menyusahkan semuanya. Pasha ingin hidup dari awal. Sudah mengambil keputusan itu kan? Selama ini juga Pasha baik- baik saja."

"Mama sama Papa kan udah maafin kamu?"

"Tapi Pasha belum maafin diri Pasha sendiri. Karena sudah membuat kerusakan semuanya. Mengecewakan semuanya. Dan ada orang-orang yang tersakiti. Pasha nggak ingin menjadi itu biarlah Pasha seperti ini."

Aku bisa mendengar dengan sangat jelas, pembicaraan Pasha dan Bapak. Padahal sebenarnya aku tidak sengaja mendengar. Karena tadi mencari Pasha setelah terbangun di malam hari. Dan aku mendapati pembicaraan ini.

Aku menyandarkan tubuhku di dinding, di balik pintu ruangan yang tertutup rapat itu, Pasha dan Bapak masih tetap berbincang. Tapi aku tahu, masa lalu Pasha tidak baik-baik saja. Aku yakin, kehidupan Pasha sebelum ini jauh lebih baik.

*****

Aku memutuskan untuk kembali ke kamar, dan menunggu Pasha kembali. Ada banyak yang harus dibicarakan, tapi bukan sekarang. Saat akhirnya aku mendengar langkah kaki dan Pasha berbaring di sebelahku, aku mencoba berbalik dan menatapnya. Dia tengah berbaring miring dan menatapku
"Terbangun?"

Kuanggukan kepala, "Maaf ninggalin kamu."

Pasha mengulurkan tangan untuk menyentuh kepalaku dan mengusapnya lembut.

"Mas abis bertengkar sama Bapak?"

Kening Pasha berkerut dan membuatnya menatapku dengan penasaran.

"Kamu denger?"

Kuhela nafasku dan kini menyentuh lengan Pasha.

"Sebenarnya Za mau nanya, Mas kok bisa gitu aja ngelamar Za? Padahal belum pernah saling sapa dan kenal?"

Kali ini Pasha merengkuhku masuk ke dalam pelukannya. Aku bersandar di dadanya yang bidang dan bisa merasakan degup jantung Pasha.

"Kata siapa aku nggak kenal kamu?"

Aku mendongak dan menatap Pasha yang kini berbalas menunduk untuk menatapku. Bisa kurasakan bulu halus di dagunya menggelitik wajahku.

"Loh emang enggak kok. Yang Za tahu, Mas itu cuma Om-Om jutek yang tinggal di seberang jalan. Dan selalu berwajah muram kalau kita saling ketemu. Za pikir Mas itu nggak punya senyum.".
Mata Pasha melebar mendengar pengakuanku.

Dia kini melepaskan pelukannya tapi membiarkan kepalaku berbantalan lengannya. Mengamati langit-langit kamar dan semua perabotan di kamar mewah ini.

"Aku bukannya berwajah muram, tapi menjaga jarak dengan lawan jenis. Aku nggak mau lagi terjerumus ke situ."

Aku menoleh ke arahnya dan menatapnya lekat, Pasha juga sedang menatapku.

"Memangnya Mas kenapa? Ada trauma dengan wanita? Padahal mantan Mas juga wanita cantik dan baik loh."

Pasha kembali menghela nafas
Dia menerawang lagi.

"Dulu, aku bukan pria baik. Aku terlalu dimanja maybe, jadi membuat aku lupa diri. Aku terlalu angkuh terhadap dunia dan berusaha menaklukannya. Tapi akhirnya mengecewakan semuanya. Jadi, mungkin kamu nggak bakalan mau aku ajak nikah kalau tahu masa laluku seperti apa."

Ucapannya memang ada benarnya. Pasha dan masa lalunya. Untuk sekarang aku menerima Pasha karena dia memang pria baik, hanya saja aku belum siap untuk mendengarkan masa lalu yang sudah merubah kehidupannya secara total. Tapi sampai kapan? Apakah saat tiba saatnya aku juga kuat menerimanya?

Pasha akhirnya merengkuhku kembali, dia mengecup pipiku dengan lembut.

"Za, bisa kan dampingi aku melewati ini semua? Aku butuh kamu. Masalah ini membuat aku merasa bersalah dengan keluarga, bertahun-tahun aku menghukum diri. Dan itu masih terjadi sampai hari ini, hanya sama kamu, aku bisa bertahan."

Pasha. Dia pria yang lemah sebenarnya, meski diluarnya penampilannya begitu dingin, angkuh dan tak tersentuh. Tapi aku tahu, di balik itu semua dia hanyalah pria yang perlu penghiburan.

*****

"Za, sini."

Panggilan Mbak Jingga saat keesokan harinya membuat aku melangkah ke arahnya yang tengah duduk santai di sofa.

"Ya Mbak."

Mbak Jingga mengulurkan sebuah bungkusan kepadaku. Aku mengernyitkan kening.

"Apa ini Mbak?"

Mbak Jingga tersenyum "Hadiah buat kamu."

Aku menunduk dan membukanya dan menemukan gamis lengkap dengan hijab yang sangat bagus.

"MashaAllah. Ini bagus banget."

Mbak Jingga tersenyum "kamu layak dapat baju yang bagus. Pasha tuh bakal aku marahin deh, masa beliin baju istri aja enggak bisa."

Gerutuan Mbak Jingga membuatku tersenyum.

"Za juga nggak banyak menuntut kok mbak. Asal baju masih layak dipakai dan menutupi aurat, kenapa harus beli lagi? Itu pemborosan."

Mbak Jingga menatapku lekat lalu mengerjapkan matanya. Ada genangan air mata di pelupuk matanya yang membuatku terkejut.

"Eh maaf Mbak kalau Za salah."

Tapi Mbak Jingga menggelengkan kepala.

"Enggak. Kamu malah yang udah jadi cahaya di dalam kehidupan Pasha. Kamu wanita baik, istri yang baik. Bimbing Pasha ya? Biar dia kembali jadi orang yang baik. Sebenarnya jati dirinya seperti itu hanya saja..."

Mbak Jingga menghela nafas lalu mengusap wajahnya yang akhirnya berlinangan air mata.

"Dia dulu, terlalu sombong. Jadi yah, mungkin memang harus menjalani hal seperti itu agar dia tersadarkan."

Ucapan Mbak Jingga membuat aku menarik kesimpulan. Memang masa lalu Pasha begitu tidak baik? Sehingga membuat semua orang di rumahnya sepertinya menyayangkan hal itu?

Bersambung

Setiap cerita itu nanti pasti ada jawaban di akhir cerita ya. Nggak asyik dong kalau di ungkap semua adanya tamat akhirnya. Ok harap bersabar mengikutinya.

SURPRISE WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang