BAB 12 BERTEMU

27K 3.9K 148
                                    


Syukurlah, aku sudah diperbolehkan pulang sejak dua hari yang lalu. Selama aku dirawat di rumah sakit, Pasha terus menemaniku. Bahkan dia mengambil cuti kerja. Kadang aku makin penasaran dengan pekerjaannya yang sering kali bisa dengan mudah mengambil cuti kerja. Aku juga sudah mulai masuk kuliah lagi. Kondisiku berbeda dengan wanita yang hamil muda pada umumnya. Aku tidak merasakan mual muntah yang berlebihan.  Paling pas bangun pagi aku akan merasa mual sedikit, setelahnya aku biasa saja. Alhamdulilah, jadi aku masih bisa melakukan semua aktivitas dengan nyaman. Kanya berteriak senang saat mendengar kabarku ini, dia bahkan mengatakan ingin menjadi Tante yang pertama dilihat oleh calon ponakannya ini. Dasar. 

Pasha juga mengatakan akan menjemputku saat aku pulang kuliah, hari ini memang jadwal kuliah kembali sampai sore hari bertepatan dengan pulangnya Pasha dari kantor. Saat aku berpisah dengan Kanya dan melangkah ke arah parkiran motor, aku melihat dari kejauhan Pasha tampak sedang berbincang dengan seorang wanita. 

"Mas... "

Panggilanku membuat Pasha menoleh ke arahku. Dia langsung mengulurkan tangan untuk menarikku untuk mendekatinya. 

"Carla, ini istriku. Zaskia."

Wanita yang mengenakan hijab warna kuning itu menatapku dan tersenyum dengan ramah. Dia bahkan mengulurkan tangan untuk menjabat tanganku.

"Carla, temennya Pasha."

Aku menganggukkan kepala dan tersenyum. 

"Nggak pusing kan?"

Pasha menyentuh kepalaku dan membuat aku menoleh ke arahnya. "Enggak kok, Za baik-baik saja."

Pasha menganggukkan kepala lalu kembali menatap Carla. "Salam buat Faiz, udah lama nggak ketemu. Kalian juga nggak ngabarin kalau udah nikah."

Wanita bernama Carla itu tersenyum dengan kalem. "Kamunya yang ngilang, gimana bisa ngasih kabar. "

Dia lalu menatap jam yang melingkar di tangannya "Ya udah ya Sha, kapan-kapan aku maen sama Mas Faiz ke rumah. Ini udah di tunggu Mama."

Pasha menganggukkan kepala dan mengiyakan. Carla berpamitan kepadaku dan melambaikan tangan dengan ramah saat beranjak meninggalkan kami.

Saat Pasha memakaikan helm kepadaku, aku masih penasaran dengan Pasha.

"Dia, kuliah di sini juga?"

Pasha menggelengkan kepala "Carla menjemput Mamanya, kamu kenal Bu Pratiwi? Dosen akuntansi, itu Mamanya Carla."

Aku langsung menganggukkan kepala "Owh, pantesan kok nggak asing wajahnya. Cantik ya?"

Pasha tidak menjawab dan sudah naik ke atas motor. Otomatis aku sudah duduk di belakang dan kini melingkarkan lenganku di pinggangnya. Kami  menikmati perjalanan pulang dengan diam.

**** 

Tapi setelah sampai rumah, sikap Pasha sedikit berbeda. Meski dia memang lebih banyak diam selama ini, tapi kali ini aku bisa melihat dia seperti sedang melamun. Seperti saat ini, kami sedang duduk di depan televisi. Pasha menemaniku yang sedang mengerjakan tugas kuliah. Dia sedari tadi sepertinya sedang memainkan ponselnya. Tapi aku tahu dia tidak melakukan apapun. Tatapannya seperti sedang menatap sesuatu yang jauh di sana.

"Mas, kenapa?"

Aku menyentuh lengan Pasha yang membuatnya kini sedikit berjenggit karena sentuhanku. Tapi kemudian dia menatapku.

"Apa?"

"Mas kayak melamun gitu, ada apa?"
Akhirnya aku mengalihkan perhatianku sepenuhnya kepada Pasha. Dia tampak tak nyaman dengan pertanyaanku. Lalu menyugar rambutnya dan meraup wajahnya dengan tangannya.

"Heemmm, nggak ada apa-apa. Cuma lelah."

Aku tidak percaya dengan jawabannya "Mas bohong, sejak ketemu sama Mbak Carla tadi kok seperti ada yang dipikirin."

Pasha mengernyit lalu menatapku, tapi kemudian tangannya malah menjetikkan jarinya di keningku.

"Sok tahu."

"Ehm bukan gitu, Mas cemburu pas aku sama Bang Raihan bertemu, masa Za nggak boleh juga cemburu lihat Mas tadi ngomong akrab sama Mbak Carla."

Astaghfirullah. Apa yang aku katakan? Aku menutup mulutku setelah mengatakan hal itu.

Pasha kini malah tersenyum tipis "Bilang aja cemburu."

"Ih, Mas... malesin."

Entah ini karena hormon kehamilanku membuat aku jadi lebih ekspresif begini. Pasha akhirnya menghadap ke arahku. 

"Ehmm Carla itu dulu mantan pacarku."

Ucapannya membuat aku membelalakkan mata "Serius?"

Dia kini menganggukkan kepala, lalu tersenyum lagi. 

"Ehmm tapi udah lama putus kok.  Dan dia pacaran sama Faiz, temenku juga. Terus baru ketemu lagi ya tadi, aku juga baru dengar kalau mereka udah nikah."

Aku menelengkan kepala mendengar ucapan Pasha. Mencoba mencermati raut wajahnya.

"Ehmm jadi mantan, pantas. Mbak Carla cantik gitu kok diputusin Mas. Enggak nyesel?"
Dia terkejut dengan pertanyaanku, tapi kemudian menggelengkan kepala. 

"Aku udah nyakitin dia, yang nyesel dia udah pernah nungguin aku." Lalu Pasha menguap dan kini menatapku "Aku ngantuk, bobok yuk."

Ajakannya mengakhiri pembahasan kami tentang Carla. Sebenarnya ada yang ingin kutanyakan lagi tapi sepertinya Pasha memang sudah tampak mengantuk. Akhirnya kami berjalan beriringan ke kamar, setelah aku memberesi tugasku dan mematikan televisi.

Saat aku berbaring di sebelah Pasha yang sudah terlebih dahulu naik ke atas kasur, dia mengulurkan tangan untuk menarikku mendekat.

"Mas... "

"Aku mau meluk kamu, nggak boleh?"

Tidak biasanya Pasha menjadi manja seperti ini, "Gerah."

Jawabanku membuat Pasha kini malah menopangkan salah satu sikunya ke atas kasur dan kini menatapku. "Mau dibuka bajunya?"

Tentu saja aku langsung menepis tangannya yang sudah terulur akan membuka kancing piyamaku. Dia tidak tersenyum dan hanya mengangkat alisnya.

"Jangan mesum Mas."

Dia malah kini mulai mengusap perutku yang masih datar. "Aku mau ngusap Pasha junior kok."

Aku hanya menatapnya dalam diam saat dia mengusap perutku, lalu menunduk untuk mengecup perutku.

"Dek, Bunda jahat sama Ayah. Mending nyayang adek ya... "

Aku tersenyum mendengar ucapannya itu. Tapi kemudian dia kembali merengkuhku masuk ke dalam pelukannya. Lalu menyurukkan wajahnya di lekuk leherku.

"Kangen sama kamu."

BERSAMBUNG

Udah nemu titik terang sedikit ya.... yuukkk ah ramein.... 

SURPRISE WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang