Pasha memang tidak memperlihatkan gelagat aneh sejak ada tetangga baru depan rumah, yang notabene memang membuatku curiga akhirnya. Karena Pasha memang terlihat begitu akrab dengan tetangga dan anaknya. Meski dia juga bilang kalau kenal dan sepertinya teman, tapi aku merasa terlalu mengganggu kalau terus menginterogasi Pasha. Dia hanya bilang 'Dek, semua temanku itu ya cuma teman. Nggak ada yang perlu kamu cemburuin, eh tapi aku seneng lho kalau kamu cemburu...' jawabannya tentu malah membuat aku keki. Akhirnya kuurungkan niatku untuk bertanya lagi.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, Mas udah pulang?"
Aku mendongak dari kerang hijau yang baru saja aku tuang ke atas piring saji. Sore ini aku memang ingin makan kerang dan tadi nemu di pasar setelah aku pulang kuliah. Pasha menganggukkan kepala setelah meletakkan tas kerjanya di sofa dan melepas jas yang dipakainya. Seperti biasanya, dia akan ke kamar mandi dan membersihkan diri terlebih dahulu. Semenjak aku hamil, dia memang makin menjaga semuanya."Dek, nggak boleh capek-capek. Aku kan udah bilang tadi."
Pasha keluar dari kamar mandi yang ada di sebelah dapur. Aku baru saja meletakkan kerang ijo, tumis kacang panjang dan juga tempe goreng ke atas meja makan, saat Pasha melangkah mendekatiku. Bau sabun yang segar menguar di sekitarku, membuat aku menghidunya dengan senang. Selalu, aku menyukai bau sabun ataupun pasta gigi sejak aku hamil, mungkin bawaan bayi.
Pasha melingkarkan lengannya di pinggangku, lalu mengecup pipiku dengan lembut. Pasti kalau di cerita komik, pipiku digambarkan sudah seperti tomat yang matang. Pasha selalu saja membuat kejutan seperti ini.
"Ih, Mas. Udah makan dulu."
Aku melepaskan pelukannya, dan menarik kursi lalu duduk, Pasha tidak membantah. Dia sendiri melakukan hal yang sama. Tapi kemudian dia berbalik ke arahku dan menatapku lekat."Dek, kamu seharian lihat Ical keluar dari rumah enggak?"
Aku mengernyitkan kening mendengar pertanyaan Pasha. Rambutnya yang sedikit basah karena air kini terlihat menggoda untuk aku pegang. Kuulurkan tangan dan menyibak rambutnya yang menutupi dahi.
"Ehm, enggak sih. Tapi Za emang nggak keluar sejak pulang dari kampus tadi. Emang kenapa? Mas khawatir?"
Entah kenapa ada yang lain dari tatapan mata Pasha saat aku menanyakan hal itu. Kemarin, memang Mbak Nina mengatakan kalau Ical sedang demam. Sejak pindah ke sini dua minggu yang lalu, kehadiran Mbak Nina sedikit menjadi teman untukku. Dia sangat ramah, sering dia mengajak Ical main ke rumah saat aku sedang menyapu halaman. Kami akan mengobrol dan Ical bermain di teras. Sampai Pasha pulang, nanti akan terdengar begitu ramai karena Pasha mengajak Ical bermain.Pasha kali ini hanya mengangkat bahu, kemudian dia mengalihkan tatapannya ke arah meja makan. Aku masih mengamatinya saat dia mengambil piring dan mengisinya dengan nasi dan lauk yang baru saja aku masak. Lalu saat dia berbalik, matanya sudah kembali berbinar, tidak mengisyaratkan ada kesedihan lagi seperti yang aku sempat tangkap beberapa detik tadi.
"Eh istriku emang beneran pinter ya? Aku beneran beruntung, udah cantik bisa masak pula."
Pasha mencolek pipiku setelah mencicipi masakanku. Dan atas sikapnya itu tentu saja aku sudah tidak bisa menanyakan hal apapun lagi. Pasha selalu saja begitu, bisa mengalihkan hal apa yang harusnya dibahas.
******
Suara ketukan itu membangunkanku dari tidur lelap. Tapi kepalaku langsung pusing karena sepertinya aku baru saja terlelap 15 menit yang lalu. Lampu kamar sudah menyala, dan aku melihat Pasha beranjak bangun dan tatapan kami saling bertemu. Aku melirik jam yang menempel di dinding, jarum menunjukkan pukul 2 dini hari.
"Siapa?"
Pasha menggelengkan kepala saat aku mengambil hijab yang aku lepas sebelum tidur tadi dan kuletakkan di atas nakas.
"Kamu di sini dulu, aku lihat siapa..."
Kuanggukan kepala saat Pasha beranjak turun dan melangkah ke arah pintu kamar. Aku menatap punggungnya yang menghilang di balik pintu. Kupejamkan mata sesaat dan menyandarkan kembali kepalaku di atas bantal. Pening kembali menderaku. Tapi kemudian, aku penasaran siapa gerangan yang mengetuk pintu dini hari begini. Kuputuskan untuk keluar kamar menyusul Pasha. Tapi langkahku seketika berhenti saat sampai di ruang tengah. Pasha tampak kebingungan dan hampir menubruk kursi.
"Mas, ada apa?"
Aku mencegatnya dan membuatnya langsung menatapku.
"Ical demam tinggi dan harus di bawa ke rumah sakit."
Ucapannya membuatku ikut khawatir. Tanpa pikir panjang, aku mengikuti Pasha yang sudah mengambil jaket dan menemui Mbak Nina dan Ical yang dipeluknya. Mb Nina duduk di bangku teras saat aku datang.
"Taksinya udah dihubungin?"
Pasha bertanya kepada Mbak Nina yang hanya menganggukkan kepala. Sedangkan aku kini menghampirinya dan menyentuh kening Ical. Bocah cilik itu tampak begitu pulas dalam tidurnya, tapi keningnya begitu panas.
"Ini panas banget Mbak."
Aku duduk di samping Mb Nina, lalu ikut mengusap kepala Ical.
"Maaf ya Za, jadi gangguin. Aku panik dan cuma kepikiran minta tolong Pasha."
wajahnya begitu pucat, aku paham perasaan seorang ibu saat anaknya sakit. Kuanggukan kepala dan kini menyentuh lengannya.
"Enggak apa-apa kok Mbak, tetangga kan saling membantu."
Mbak Nina mengucapkan terimakasih lagi kepadaku, saat itulah taksi yang dipesan akhirnya datang dan Pasha langsung mengambil alih Ical. Dia menggendong Ical dan menyuruh Mbak Nina masuk ke dalam taksi terlebih dahulu.
"Dek, kamu nggak apa-apa kan aku tinggal?"
Pasha menoleh ke arahku saat dia membuka pintu taksi. Aku menggelengkan kepala "Iya, kabarin ya nanti."Pasha mengiyakan dan masuk ke dalam mobil, aku berbalik dan melangkah kembali ke teras. Tapi saat aku akan membuka pintu rumah, aku menemukan sesuatu di lantai. Benda berwarna putih itu tampak seperti gelang. Aku mengambilnya dan melihat gelang dari perak itu, ada inisial P & N. Milik siapakah ini?
Bersambung
'Tahu nggak? Ini ketik tuh sambil gendong Nabila......jadi harap maklum kalau dikit....
KAMU SEDANG MEMBACA
SURPRISE WEDDING
RomanceZaskia pikir calon suaminya yang dijodohkan ayah untuknya adalah seorang karyawan biasa saja. Zaskia juga berpikir kalau dia hanya menuruti permintaan terakhir ayahnya sebelum meninggalkannya untuk selamanya. Hidup hanya berdua dengan sang ayah men...