Aku menatap pagar hijau yang berada persis di depanku. Pagar yang sejak dua hari lalu menjadi perhatianku. Baru dua hari Ayah meninggalkanku untuk selamanya. Aku masih belum bisa membayangkan harus hidup seorang diri. Selama ini, setelah ibu meninggal 5 tahun yang lalu otomatis Ayah yang menjadi penopang hidupku. Kami memang bukan dari keluarga kaya, hanya biasa saja. Artinya hidup kami pas-pasan. Tapi kata Ayah, pas buat makan dan lainnya itu sudah cukup.
Aku juga bekerja paruh waktu di tempat laundry depan kampus untuk memenuhi kebutuhan dan biaya kuliah yang untung saja aku bisa mendapatkan beasiswa. Sedangkan Ayah, hanya karyawan di sebuah perusahaan ekspedisi kecil. Tapi selama ini aku sudah bersyukur. Hidup kami tak kekurangan.
"Zaskia."
Panggilan itu menyadarkan ku dari lamunan. Sejak tadi aku masih berdiri di depan pagar rumah. Sosok pria yang sudah dua hari ini ada di sisiku kini keluar dari pagar berwarna hijau itu.
"Ya Om."
Aku memang memanggilnya Om meski aku tahu dia tidak setua itu. Aku sendiri juga sudah 22 tahun, dan pria di depanku ini sepertinya berusia 30 tahunan. Tapi tampilannya yang selalu memakai kemeja lengan panjang dimasukkan ke dalam celana bahan, sepatu kantoran yang licin. Lalu rambutnya yang tak jauh dari kesan klimis. Entah berapa botol minyak rambut dituangkan. Membuat sosoknya terlihat seperti bapak-bapak. Meski wajahnya sekelas ahjussi di drama korea. Song Sehun ataupun Jang Dong Gun yang udah berumur tapi pesonanya masih saja membuat kaum hawa menjerit. Salah satunya aku.
Dia tidak tersenyum dan menatapku dengan datar.
"Kenapa masih di luar? Udah mau Maghrib. Kamu masuk ke rumah."
Dia melangkah mendekati pintu pagar rumahku.
"Nungguin paketan dari ekspedisi. Udah satu Minggu belum datang."
Beberapa hari lalu aku memang membeli buku dari online. Jadi tiap hari aku menunggu. Padahal di resi sudah terkirim.
Pasha sekarang mengernyitkan kening, dia sudah membuka pagar dan membuatku mundur.
"Raja mana?"
Pertanyaannya membuat aku menunjuk belakangku. Raja adalah saudara jauh dari Ayah. Hanya dia yang kami kenal karena ayah itu anak tunggal dan Raja ini anak dari sepupu jauh ayah. Lainnya aku tidak pernah dikenalkan ayah. Sedangkan keluarga dari Ibu juga tidak ada, ayah dulu menikahi ibu di panti asuhan tempat mereka bertemu. Raja ini seumuran dengan Pasha. Kami memang selama ini berhubungan baik dengannya karena keluarganya ada di Jawa dan dia merantau di sini. Maka dia sering menginap di rumah kami. Berita ayah meninggal pun aku dapatkan dari Raja. Ayah meninggal karena kecelakaan sepulang kerja dan itu masih membuatku shock sampai hari ini.
"Lagi ngurusin acara buat tahlil nanti malam."
Pasha menghela nafas mendengar ucapanku. Aku membenarkan kerudung yang aku pakai.
"Kamu sebaiknya istirahat. Dua hari ini kamu nggak makan dengan baik dan istirahat. Biar aku saja yang nungguin kurirnya di sini. Sama bantuin Raja."
Aku merasa tidak enak dengan Pasha. Dia sudah mengurusku sejak Ayah meninggal. Meski aku juga masih terkejut dengan kenyataan surat wasiat ayah yang diberikan Pasha sehari setelah Ayah meninggal. Wasiat yang menuliskan agar aku menikah dengan Pasha. Pria yang ternyata sudah meminangku jauh sebelum hari naas ini tiba.
Aku tidak menyangka sosok yang selalu aku sapa Om dan hanya menatapku dengan dingin itu melamarku langsung ke ayah. Tapi aku tidak bisa menolak.
"Tapi Om...
"Pasha menghela nafas lagi mendengar panggilanku.
"Panggil Kak atau Mas. Aku seumuran dengan Raja. Kenapa memanggilku Om? Aku ini calon imam kamu."
Aku mengerucutkan bibir mendengar nada tegasnya kali ini.
"Iya Mas."
Ada senyum kecil di sudut bibirnya setelah aku mengatakan itu. Aku berbalik melangkah menuju teras rumah.
"Dek..."
Panggilan itu membuat aku menoleh ke sosok Pasha yang sore ini mengenakan kemeja lengan panjang putih dan celana bahan warna biru navy. Seperti itu minta dipanggil mas?
"Mandi dan salat maghrib."
Aku tentu saja refleks menunduk dan meneliti diriku. Benar saja aku belum mandi seharian ini karena sejak pagi tadi sudah disibukkan oleh tamu yang bertakziah.
"Iya. Ini juga mau mandi."
Aku menjawab dengan lugas membuat Pasha hanya menatapku datar lagi.
######
Acara tahlilan alamarhum ayah berlangsung dengan khidmad dan lancar. Aku tidak diperbolehkan mengurus apapun . Semua konsumsi dan apapun itu sudah diurus Pasha dan Raja.
Setelah acara selesai, Raja memanggilku untuk duduk di ruang tengah. Dia sudah aku anggap kakak kandungku sendiri. Ada Pasha yang duduk di ujung sofa warna coklat susu ini.
"Apa Mas?"
Za... ada yang mau Mas omongin."
Aku membenarkan gamis putih yang aku kenakan. Lalu menatap Raja dan Pasha bergantian. Kenapa suasana menjadi tegang begini?
"Seminggu lagi kalian harus menikah. Meski masih masa berkabung tapi Mas juga nggak bisa menjaga kamu lama-lama. Dan Mas juga nggak bisa biarin kamu sendirian. Karena wasiat Om juga jelas, dan Pasha sudah melamar kamu. Lebih baik kalian menikah dengan cepat."
Aku langsung menatap Raja.
"Kan kita udah sepakat kemarin, aku menikah setelah 3 bulan. Aku belum bisa menerima ini semua. Aku masih sedih Mas. Kenapa Mas tega ngomongin pernikahan?"
Raja menghela nafas lalu melirik Pasha yang tetap tenang di tempatnya."Biar Mas tenang. Satu Minggu lagi Mas harus dinas ke luar kota, habis itu pulang ke Jawa karena Rara akan menikah."
Rara adalah adik kandung Raja tapi aku juga belum mengenal sosoknya.
"Mas akan tenang kalau kamu udah ada yang menjaga. Pasha juga nggak keberatan."
Raja kini menatap Pasha yang tampak mengusap tengkuknya.
"Lebih cepat lebih baik."
Ucapannya malah membuat aku makin menghela nafas. Aku belum siap tentu saja, tapi apakah aku bisa mengelak dari takdir ini?
Bersambung
Yuhuuuu ini tuh ceritanya si Pasha...ingat nggak? Adiknya Jingga. Iya anaknya Papa Aby dan Mom Biru. Hayo yang penasaran komen ya biar cepet up lagi
KAMU SEDANG MEMBACA
SURPRISE WEDDING
RomansaZaskia pikir calon suaminya yang dijodohkan ayah untuknya adalah seorang karyawan biasa saja. Zaskia juga berpikir kalau dia hanya menuruti permintaan terakhir ayahnya sebelum meninggalkannya untuk selamanya. Hidup hanya berdua dengan sang ayah men...