Lamaran resmi itu tiba saatnya. Kedua orang tua Pasha memang datang sendiri melamarku ke Raja. Mereka seperti tidak terlihat orang tua yang sederhana, meski penampilan mereka memang bersahaja. Ibu nya Pasha wanita yang masih cantik meski tidak muda lagi, dan juga Ayahnya yang sepertinya memang sudah berumur tapi benar-benar masih memiliki postur tubuh yang tegap dan tegak. Meski uban sudah menutupi seluruh rambutnya. Ada kesan aristokrat kalau aku melihatnya. Tapi itu tidak mungkin kan? Pasha sendiri menjemput orang tuanya dengan mobil pinjaman dari tetangga. Dan ketika mereka datang, penampilannya juga sederhana. Pembawaan mereka yang membuat rasa canggungku mulai memudar.
"Nak Kia, pasti terkejut ya dengan lamaran Pasha?"
Pertanyaan itu membuat aku menatap Ibu Pasha yang maunya dipanggil bunda olehku. Sejak lamaran tadi dan sekarang beliau malah menemaniku yang sedang sibuk mengiris kue bolu di dapur. Itu juga kue bolu yang dibawakan Ibunya Pasha ini.
"Ehmm, bukan gitu Bu, eh Bun. Tapi Mas Pasha itu selama ini nggak pernah bertegur sama dengan Za.... Kalau sama Ayah memang sepertinya akrab, tapi Za tidak pernah berbicara."
Bunda tampak tersenyum saat menata irisan kue itu di atas piring."Pasha itu emang kayak gitu. Tapi percaya sama Bunda, kalau Pasha itu tulus sama Kia. Meski Kia tahu, Pasha memang masih berjuang dan belum mapan. Nak Kia tidak keberatan kan?"
Aku tentu saja langsung menganggukkan kepala."Bunda, Za bukan wanita yang memandang semuanya dari harta. Za sendiri juga dari keluarga yang tidak mampu. Buat apa harta banyak kalau kita nggak bahagia kan?"
Bunda tampak tersenyum lalu mengusap bahuku. Ah kok rasanya nyaman ya diperlakukan seperti ini?
*****
Raja mengatakan pernikahanku sudah diurus Pasha jauh-jauh hari untuk didaftarkan di KUA. Jadi setelah lamaran semalam, ternyata siang ini aku harus menikah dengan Pasha. Sebenarnya ini mengejutkan karena aku tidak tahu secepat ini, semalam Pasha baru mengatakan kalau tanggal pernikahan sudah ditentukan dan hari inilah tepatnya. Raja juga menyembunyikan dariku. Tapi aku bisa apa? Bunda dan Ayah Pasha sudah terlanjur di sini, aku tentu saja tidak bisa menolak. Bunda semalam mengatakan kalau Pasha punya kakak perempuan yang sudah berkeluarga, tapi tidak bisa ikut karena ada keperluan. Ah aku memang belum tahu banyak keluarga Pasha.
"SAH."
Suara itu membuat Bunda yang mendampingiku di kamar langsung memelukku erat. "Alhamdulilah, selamat datang di keluarga kami ya."
Aku hanya menganggukkan kepala, masih seperti mimpi saja. Karena semalam baru tahu aku akan menikah hari ini. Aku memakai gamis putih yang dibelikan bunda beserta kerudungnya. Meski sangat sederhana tapi aku suka.
"Kita keluar ya."
Aku menganggukkan kepala sekali lagi dan menurut saat bunda menggandeng tanganku. Entah kenapa rasanya begitu gugup saat melangkah keluar dari dalam kamar. Pernikahanku memang diadakan di rumah dan tidak mengundang banyak orang. Hanya ada beberapa saksi dari tetangga dekat rumah.
Aku didudukkan di dekat Pasha, lalu masih menunduk saat aku mencium tangannya. Penghulu lalu memberikan surat nikah yang harus ditandatangani. Setelah itu sesi dokumentasi. Semuanya masih begitu mengejutkan untukku.****
Tidak ada acara lagi setelah akad nikah, hanya menikmati makanan yang sudah disediakan. Beberapa tetangga dekatku juga datang untuk memberikan selamat. Aku masih berduka itu alasan kenapa Raja memang tidak membuka acara resepsi. Terlebih lagi aku tahu, Pasha mengatakan mending uangnya buat hidup ke depannya daripada digunakan untuk pesta. Aku sendiri juga tidak menuntut banyak.
Malamnya, kedua orang tua Pasha berpamitan pulang, lalu Pasha mengatakan dia akan pindah ke rumahku karena memang sekarang sudah menjadi suamiku. Dia membawa seluruh bajunya dan barang-barang miliknya.
"Dek, ini mending aku tempatkan dimana ya?"
Pasha menenteng televisi kecil. Aku sendiri juga sudah ada televisi peninggalan ayah. Saat dia bertanya aku sedang sibuk menyapu ruang tengah.
"Ehmmm di kamar aja."
Pasha menganggukkan kepala. Dia sepertinya sudah terbiasa dengan rumah ini. Karena begitu pindahan dia tidak canggung keluar masuk kamarku. Aku sendiri malah yang masih canggung ada pria asing di sini. Raja sore tadi juga sudah berpamitan pulang, karena 2 hari lagi acara pernikahan adiknya. Otomatis malam ini aku akan berada berdua saja dengan Pasha.
"Dek, kamu mandi dulu."
Pasha sudah berdiri lagi di sebelahku saat aku memasukkan sampah ke dalam tempat sampah. Sejak setelah menikah tadi kami memang belum berbicara. Baru kali ini kami berdua saja.
"Za udah mandi."
Jawabanku membuat Pasha mendekat dan membuatku malah mundur. Terlalu waspada yang membuat Pasha mengernyitkan kening.
"Owh, udah? Berarti aku yang belum."
Dia mengusap tengkuknya. "Aku mandi dulu ya."
Kuanggukan kepala dengan kaku saat Pasha melangkah mundur dan berbalik masuk ke dalam kamarku lagi. Huft, kenapa sih denganku? Memang rasanya masih asing saja dengan kehadiran Pasha. Orang yang tiba-tiba melamarku dan menikahiku dalam waktu singkat.
****
"Dek, kamu udah makan?"
Aku kembali dibuat terkejut oleh pertanyaan Pasha. Dia sudah mengganti bajunya dengan kaos oblong warna putih dan celana santai selutut. Rambutnya basah, dan wajahnya tampak segar. Sedangkan aku sepertinya tetap kusut meski sudah mandi tadi. Malam ini aku mengenakan piyama warna kuning dan jilbab kaos yang biasa aku gunakan untuk tidur. Tapi kan biasanya aku tidur tanpa hijab? Tapi aku masih malu harus membuka di depan Pasha."Udah. Mas belum?"
Aku sudah akan beranjak dari dudukku di atas kasur saat Pasha menggelengkan kepala. Dia malah duduk di sebelahku membuat aku refleks menggeser tubuhku.
"Udah sih tadi ama Raja."
Dia menjawab dan kini mengamati seluruh ruangan kamarku. Aku malu karena kamarku ini termasuk kecil dan hanya berisi lemari pakaikanku dan meja belajar. Televisi Pasha dia letakkan di meja kecil sebelah lemari. Koper baju Pasha masih ada di samping lemari.
"Ehm ya udah, Za mau tidur."
Aku menarik selimut, tapi Pasha masih menatapku lekat. Duh aku malu. Jantungku juga berdegup kencang.
"Za, aku mau ngomong sebentar."
Aku menatapnya dan menegakkan tubuhku lagi.
"Apa Mas?"
Pasha kini menyugar rambutnya yang basah itu, tampak bingung juga saat akan memulai pembicaraan.
"Ehmm, kamu nggak kepaksa kan menikah sama aku?"
Nah pertanyaan itu. Tadinya memang terpaksa, tapi setelah apa yang terjadi seharian ini aku sepertinya juga tidak begitu terpaksa. Dalam artian aku memiliki teman serumah, yang sudah halal."Maksud Mas apa? Za emang belum kenal Mas. Selama ini juga hanya bertatap muka saja. Kalau terpaksa awalnya mungkin, tapi sekarang.." Aku menatap Pasha yang masih menunggu jawabanku " Za udah nerima. Toh emang ini takdir Za."
Pasha tampak menghela nafas dengan lega. Tapi kemudian dia bersedekap "Tapi kamu mau kan aku ajak berjuang? Maaf karena menikahimu dengan sangat sederhana. Maaf juga kalau aku malah numpang tinggal di rumah kamu, aku belum bisa beliin rumah buat kita. Bersabar ya sayang, semoga ke depannya kita menjadi lebih baik."
Aku terdiam mendengar ucapannya yang begitu tulus. Trenyuh mendengarnya. Pasha ini pria yang bertanggung jawab. Dan aku tahu pria seperti ini juga pasti bisa diandalkan daripada pria yang kaya karena harta orang tuanya. Ketika aku menganggukkan kepala, Pasha tampak menghela nafas lega. Dia mendekat ke arahku. Tubuhku terasa begitu kaku saat ini.
"Bismilah ya dek. Malam ini kita sempurnakan pernikahan kita."
BERSAMBUNG
BIAR MEREKA SAJA YANG TAHU YA MALAM PERTAMA MEREKA. ..
KAMU SEDANG MEMBACA
SURPRISE WEDDING
RomanceZaskia pikir calon suaminya yang dijodohkan ayah untuknya adalah seorang karyawan biasa saja. Zaskia juga berpikir kalau dia hanya menuruti permintaan terakhir ayahnya sebelum meninggalkannya untuk selamanya. Hidup hanya berdua dengan sang ayah men...