🍁 D E L A P A N B E L A S 🍁

81 16 6
                                    

[ Niken On Mulmed ]

---*o*---

Niken duduk di kursi lipat dan sedang berhadapan dengan seorang dokter perempuan. Ia baru saja di periksa dengan dokter tersebut. Terlihat kini wajah Niken semakin pucat akibat penyakit nya itu. Bibir yang sebelum nya merah seperti jambu, kini telah berubah warna menjadi putih.

"Jadi gimana dok? Apa penyakit saya mulai kambuh?" Tanya Niken dengan suara pelan pada dokter tersebut. Dokter tadi menghela napas berat menatap Niken.

"Apa kamu mual?" Tanya dokter tadi.

"Iya, dok," sahut Niken.

"Apa kamu juga merasakan nyeri di bagian perut kanan atas?"

"Iya. Saya sangat merasakan itu. Memang kenapa dok?" Lagi-lagi dokter wanita itu kembali menghela napas berat.

"Penyakit hati kronis kamu sudah masuk stadium akhir. Jika tidak di ambil tindakkan segera, maka nyawa kamu akan terancam. stadium akhir adalah tingkat paling parah dari penyakit ini. Dan kerap dianggap tak bisa di sembuhkan. Tapi kami akan berusaha sebisa mungkin mengatasi penyakit yang kamu alami ini." Kata dokter itu jelas. Niken benar-benar terkejut dengan perkataan dokter tersebut. Mata nya mulai berkaca-kaca. Ia terkejut bahwa penyakit nya sudah masuk ke stadium akhir.

Hingga ia meneteskan air mata di pipi nya, dan menundukkan kepala dalam-dalam. Napas nya memburu, perasaan gadis itu tiba-tiba menjadi risau. Ia hanya tak ingin mati muda. Masih banyak impian yang harus ia perjuangkan. Tapi dengan penyakit ini, ia merasa tak ada harapan lagi untuk diri nya berjuang memenuhi impian itu.

"Saya harap, kamu ingin di rawat di rumah sakit ini dari segera. Agar saya bisa memulai proses penyembuhan anda." Saran sang dokter membuat Niken mendongakkan kepala nya menatap dokter itu. Ia mengusap kasar air mata nya tadi.

"Nanti saya kabarin lagi dok. Terima kasih banyak." Ucap nya. Tanpa menunggu sehutan dokter itu, ia langsung berdiri dan melangkahkan kaki keluar ruangan itu. Dokter tersebut menatap risau punggung Niken yang menjauh.

***

Leo dan Dion kini sedang berdiri di depan gerbang rumah elit Niken. Gerbang nya tertutup rapat, sunyi seperti tak ada orang. Leo menatap tajam ke arah Dion. Sedangkan Dion tak ingin menatap Leo, ia sekarang sedang melirik sekitar rumah Niken yang sunyi.

"Niken?!" Teriak Dion di depan gerbang. Leo tak ingin kalah oleh Dion, ia pun juga ikut berteriak memanggil nama Niken. "Niken sayang...!" Panggil nya membuat Dion melirik dan menatap tajam Leo. Leo melirik Dion. "Apa lo?! Iri? Bilang boss!" Kekeh Leo tersenyum sinis. Dion memutar bola mata nya malas dan kembali menatap rumah Niken sambil berteriak nama Niken.

"Niken!? Lo di dalam?" Jerit Dion.

"Niken sayang! Kamu ada di dalam?" Sambung Leo. Lalu Dion kembali berteriak dengan kalimat yang ia ucapkan sebelum nya. Tiba-tiba saja satpam pun keluar dari gerbang besar tersebut.

"Heh! Kenapa kalian teriak-teriak?" Ketus satpam tadi dengan Dion dan Leo.

"Saya mau ketemu Niken. Ada nggak Niken nya pak?" Tanya Dion pada satpam tersebut. "Non Niken nggak ada di rumah. Den Ray juga nggak ada di rumah." Sahut Satpam tadi santai.

"Mereka ke mana ya pak?" Tanya Leo mengerutkan kening nya.

"Saya juga kurang tahu. Tapi mereka jalan nya nggak sama-sama. Mereka memakai mobil yang berbeda." Ujar satpam tadi. Leo dan Dion pun mengganggu kan kepala paham.

***

"Hiks..! Hiks..!" Niken terus saja menangis di dalam kamar, bersandar di meja belajarnya meratapi kenyataan bahwa penyakit nya sudah mulai parah. Dengan wajah pucat ia terus saja meneteskan air mata nya.

Jangan Benci, Nanti CINTA! [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang