🍁 D U A P U L U H S A T U 🍁

81 14 17
                                    

Niken diam, merasa tak sanggup lagi untuk bersuara. Ia benar-benar lelah. Tenaganya habis ia pakai untuk berteriak dan menangis melampiaskan kekeselannya sambil menatap foto Dion dari ponsel.

Niken segera mengusap matanya dengan punggung tangan, menyeka air yang memang sejak tadi telah mengalir deras ke pipinya.

"Gue harus bicara sama Dion, ya, gue harus bicara sama dia," Gumam Niken dengan tatapan kosong.

***

Hari senin, hari yang sangat di benci Leo. Jika hari ini tak ujian, mungkin ia akan bolos untuk balapan. Namun ia tak mungkin bolos ujian kelulusan kan? Jika bolos hari ini, di pastikan ia tak akan pernah lulus dari sekolah ini, dan ia sangat tidak mau lagi terlalu lama sekolah SMA ini. Rasanya sangat membosankan.

Leo menggendong tas ranselnya di bahu sebelah kanan. Menyusuri koridor sambil melirik kanan dan kiri seperti mencari keberadaan seseorang. Namun tiba-tiba saja, Leo merasa bahunya sedang ada tangan yang memegang. Dengam sigap ia membalikkan badan, melihat siapa yang memegang bahunya.

"Galen?" Leo menghela napas lega mendapati sahabatnya itu yang telah memegang bahunya.

"Lo kenapa sih bro? Kaget?" Tanya Galen kini sudah berdiri di samping Leo.

"Iya. Gua kira lu setan!" Ketus Leo kembali melangkahkan kaki menyusuri koridor. Galen pun ikut juga melangkah sejajar bersama Leo.

"Sembarangan! Masa cowok seganteng Galen Aditya di kira setan?!" Gumam Galen dengan wajah cemberut.

"Eh! Leo, lo tau nggak? The Wendigo lagi cari ketua baru, lo nggak mau calonin diri sebagai ketua?" Tanya Galen di sela-sela langkah kaki mereka. Leo mengehentikan langkah kaki dan melirik Galen dengan lirikan heran.

"Bukan nya Hendra ketua The Wendigo?"

"Loh, lu kagak tau apa? Kalo Hendra udah mau pensiun jadi ketua geng The Wendigo?" Leo menggedikkan bahu tanda tidak tahu. Galen berdecak menatap wajah Leo.

"Ketinggalan gosip mulu lu! Jadi gini ceritanya Hend---" Galen berhenti bicara saat Hendra datang di antara mereka bertiga.

"Woi! Woi woi! Pada ngapain nih di tengah-tengah koridor?" Jerit Hendra lalu berdiri di tengah-tengah antara Leo dan Galen.

"Panjang umur..." ucap Galen.

"Oh.. jadi kalian lagi gibahin gua ya?" Kata Hendra membulatkan mata curiga. Galen memutar bola mata malas mendengar perkataan Hendra barusan.

"Ge-er!" Ketus Galen.

"Hen, lo pensiun jadi ketua geng The Wendigo?" Tanya Leo. "Iya. Gua capek. Lagi pula bentar lagi kita kan lulus. Gua mau menikmati diri tanpa jabatan di geng mana pun." Kata Hendra jelas. Leo menggangguk kan kepalanya paham.

"Jadi siapa ketua yang gantiin lu?" Galen bertanya langsung di jawab jelas oleh Hendra. "Dion." Lontar Hendra membuat Leo membelalakkan mata kaget.

"D-dion?" Tanya kembali Leo agar memastikan itu. "Yes. Kenapa?"

Leo tak menyangka jika ketua The Wendigo selanjutnya adalah Dion. Leo hanya tak suka jika geng The Wendigo, geng yang sudah ada dari lima generasi itu di salah gunakan jika di pimpin Dion.

"Lu kenapa sih, Leo?" Tanya Hendra menepuk pundak Leo pelan membuat Leo tersadar akan pemikirannya tadi.

"Ah, e-enggak. Kok bisa Dion jadi ketua yang gantiin lu, Hen?"

Jangan Benci, Nanti CINTA! [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang