"Yuna!"
Gadis yang sedang menunduk menatap Handphone-nya itu seketika langsung mendangakkan kepalanya saat seseorang memanggil namanya. Saat tatapannya bertemu, matanya membelak dan senyumnya tertarik sumringah. "Sunbaenim?!" serunya tak percaya lalu segera berlari untuk menghampiri laki-laki yang berdiri beberapa meter darinya.
"Wah, aku benar-benar masih tidak percaya jika kau menjadi mahasiswa baru disini." Ujar Jimin, laki-laki tampan yang sekarang sedang tersenyum ke arah gadis yang berada di hadapannya itu. Tangannya lalu terulur untuk mengacak-acak rambut Yuna. "Kerja bagus!" lanjutnya dengan gemas. "Dan juga, selamat datang di Seoul University."
Senyum Yuna semakin melebar, ia lalu menurunkan tangan Jimin yang berada di kepalanya. "Jangan begitu Sunbae! Kau membuat mahasiswa lain menatapku!" ucapnya dengan menatap sekitar, tapi Jimin malah memutar kedua bola matanya dan beranjak untuk melilitkan tangannya di bahu Yuna.
"Apa masalahnya?" ia lalu melangkahkan kakinya dengan diikuti Yuna yang berada di sebelahnya. "Kau kan adikku."
Senyum Yuna yang sebelumnya sumringah menjadi senyum tipis yang tidak disadari oleh Jimin.
"Berhubung masa orientasimu sudah selesai dan sekarang adalah hari pertamamu kuliah, aku akan mengajakmu untuk berkeliling. Ayo." Ujar Jimin lagi lalu berjalan dengan merangkul Yuna yang berada di sebelahnya.
Baru saja mereka ingin berbelok untuk menuju pintu keluar perpustakaan, tiba-tiba saja Yuna terjatuh karena seseorang menyenggol bahunya dengan sangat keras. Seketika Jimin langsung berjongkok dan membantu gadis itu untuk berdiri.
Saat tatapan mereka bertemu dengan laki-laki yang menyenggol bahu Yuna itu, Jimin langsung membungkukkan tubuhnya. "Maaf Ssaem, kami tidak sengaja." Ujarnya lalu menepuk punggung Yuna untuk melakukan hal serupa.
Alhasil Yuna ikut membungkukkan tubuhnya gugup. "Jo-joesonghabnida." (Maaf) ujarnya ragu. Tatapannya lalu bertemu dengan mata Dosen itu dan Yuna langsung menundukkan kepalanya dalam. Ia tidak tahu hal ini, tapi Yuna bisa merasakan jika Dosen itu terus menatapnya.
"Perhatikan langkahmu." Ujar laki-laki dengan predikat Dosen kampus itu lalu langsung melangkahkan langkahnya masuk ke dalam perpustakaan.
Saat Yuna bisa merasakan kepergian Dosen itu, ia lalu kembali mengangkat kepalanya dan menengokkan kepalanya untuk menatap punggung laki-laki dengan jas berwarna hitam itu. "Dia menakutkan...," lirihnya tanpa sadar.
Jimin yang masih mendengar hal itu langsung terkekeh pelan, ia lalu kembali merangkul Yuna di sebelahnya. "Namanya Yoongi Ssaem." Ujarnya dengan melangkahkan kakinya untuk melanjutkan perjalanan mereka keluar perpustakaan. "Mahasiswa tingkat atas menjulukinya Dosen Psycopath Ice Prince. Karena ia kejam, dingin, dan tampan."
Yuna yang tertarik dengan apa yang Jimin ceritakan seketika mendangakkan kepalanya untuk menatap wajah laki-laki itu. "Sungguh, ia benar-benar kejam?" tanyanya dengan perasaan tidak percaya.
Jimin menganggukkan kepalanya. "Lebih dari yang kau bayangkan," jawabnya menunduk untuk balas menatap gadis itu. Jimin lalu menyentuh hidung Yuna dengan telunjuknya. "tapi ia tidak mengajar di kelas mahasiswa baru, jadi kau tidak perlu takut." Lanjutnya terkekeh pelan.
Mendengar itu seketika membuat Yuna menghela napasnya lega. Ia benar-benar bersyukur karena hal itu. Karena entah kenapa, saat tatapannya tadi bertemu dengan Dosen itu, ia bisa merasakan darahnya yang berdesir hebat. Matanya benar-benar mengerikan saat menatapnya tadi. Yuna merasa sangat terintimidasi.
...
Yoongi meremas buku yang berada di tangannya, tatapannya mengarah keluar jendela lantai lima perpustakaan. Sudut-sudut matanya terus mengikuti gerak gerik dari kedua mahasiswa yang tadi sempat bertemu dengannya di pintu masuk perpustakaan.
Yoongi menatap gadis yang berada di rangkulan laki-laki yang ia tahu adalah mahasiswa tingkat atas itu. Ia bisa merasakan getaran yang sangat hebat dari tubuhnya saat matanya terus mengikuti langkah gadis itu yang semakin menjauhi gedung perpustakaan.
Bukan, bukan karena ia cemburu.
Tapi karena gadis itulah yang akan menjadi targetnya setelah ini. Gadis itu jugalah yang menyebabkan dirinya berada disini. Gadis yang akan ia hilangkan nyawanya selama setahun terakhir.
"Im Yuna...," ujar Yoongi lirih. "kita bertemu lagi—" ia memejamkan matanya lalu menghela napasnya. Kembali membuka matanya dan menatap kosong kedua mahasiswa itu yang sudah menghilang. "kita bertemu lagi setelah 200 tahun."
...
"Berhentilan tersenyum seperti itu, kau terlihat seperti babi panggang." Ujar Aeri saat menatap sahabatnya yang terus saja tersenyum dan tidak berhenti selama satu jam terakhir ini. Dosen mereka bahkan sudah keluar kelas, tapi senyum Yuna masih saja belum luntur dari wajahnya itu. "Ya! Kubilang berhentilah tersenyum seperti itu! Kau mengerikan!" serunya sekali lagi dengan mendorong bahu Yuna kencang hingga gadis itu tersungkur jatuh bersama kursinya.
Seketika tatapan mahasiswa yang berjalan menuju pintu keluar langsung mengarah ke arah mereka dengan wajahnya terkejut bukan main.
Yuna langsung saja beranjak berdiri sambil dengan menahan malunya. Ia lalu memukul belakang kepala Aeri hingga kepala gadis itu bertabrakan dengan meja. "Apa yang kau lakukan, hah?!" seru Yuna tidak terima. "Bikin malu saja."
Aeri yang merasa tidak terima langsung beranjak berdiri dan ingin membalas Yuna, tapi langsung terhenti saat melihat Yuna kembali melebarkan senyumnya seperti seorang idiot. "Jimin Sunbae pasti akan terkejut jika tahu sifat aslimu." Ujarnya malas lalu beranjak keluar kelas.
Yuna berlari untuk menyusul sahabatnya itu, ia langsung mengaitkan tangannya pada lengan Aeri. "Sayang sekali, Jimin Sunbae akan lulus tahun ini." ujar Aeri pada sahabatnya itu. "Sekarang pun, dia sudah sangat sibuk dengan tugas akhirnya. Kau pasti akan sangat jarang untuk bertemu dengannya." Lanjutnya yang membuat Yuna langsung merubah raut wajahnya.
"Setidaknya aku masih bisa untuk melihatnya selama setahun di kampus." Balasnya membela diri. Ia dan Jimin memang berbeda tiga tahun, karena hal itu lah Yuna harus menerima kenyataan bahwa saat ia menjadi mahasiswa baru tahun ini, Jimin akan lulus tahun depan.
Aeri tidak menjawab dan hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia dan Yuna sudah bersahabat sejak mereka berada di bangku pertama SMA. Sejak saat itu jugalah Aeri harus mendengar seluruh curhatan Yuna tentang Jimin. Seniornya yang menjadi primadona dulu.
Padahal, Aeri sendiri sudah berganti-ganti pacar selama tiga tahun persahabatan mereka ini, tapi Yuna terus saja menyukai Jimin dan tidak menerima laki-laki manapun sejak pertama kali mereka bersahabat itu.
Aeri sampai tidak menyangka jika Yuna bisa bertahan selama itu menyukai seseorang yang bahkan hanya menganggapnya seperti seorang adik.
"Ngomong-ngomong, kau ingin makan siang di kantin atau di luar kampus?" tanya Yuna saat mereka sudah berhenti di depan lift. Beberapa mahasiswa juga ikut menunggu lift untuk turun gedung.
Aeri tampak berpikir sebentar. "Di kantin saja, kita bisa mencoba semua makanan baru." Kepalanya lalu mendekat pada telinga Yuna. "Aku memilih kampus ini karena aku dengar jika makanan kantinnya sangat enak."
Yuna sampai harus menahan tawanya karena ucapan yang baru saja Aeri katakan. Ia lalu ikut mendekatkan kepalanya pada telinga Aeri. "Aku memilih kampus ini juga karena aku dengar jika senior-senior disini sangat tampan." Balasnya dan seketika tawa mereka menggelegar sampai beberapa mahasiswa lainnya mengalihkan perhatian mereka dengan heran.
Namun, tawa mereka harus berhenti karena pintu lift tiba-tiba saja terbuka dan Yuna langsung bisa merasakan darahnya mendesir kembali saat tatapannya bertemu dengan Dosen dengan julukan Psychopat Ice Price itu yang sekarang tepat berada di hadapannya saat pintu lift terbuka dengan sempurna.
tbc,
lanjutt???
KAMU SEDANG MEMBACA
Demon
FantasyIm Yuna tidak tahu jika akhir dari kehidupannya akan berakhir satu tahun dari sejak masuknya ia pada dunia perkuliahannya. Tapi, siapa yang menyangka jika malaikat maut yang akan merenggut nyawanya sendiri sudah ada di sekitar kehidupannya dan menja...