(31) She's Know

705 151 4
                                    

"Aku tidak tahu seberapa berat masalahmu, tapi bisakah kau fokus pada proyek besok?" Yoongi mengatakan tanpa intimidasi sedikit pun, ia hanya bertanya biasa dan tidak menuntut. "Jika kau butuh waktu untuk menenangkan pikiranmu, kau bisa mengambil cuti."

Yuna menggeleng, ia yang sejak tadi terus menunduk, akhirnya mengangkat kepalanya untuk menatap Yoongi dengan raut wajah khawatirnya. "Saya bisa bekerja besok." Jawabnya singkat.

"Aku tidak ingin kau bekerja di bawah tekanan masalahmu. Kau tahu sendiri jika aku tidak suka masalah pribadi dicampur dengan kerjaan, kan?" Ujarnya sekali lagi tanpa penekanan apapun, dan Yuna hanya bisa mengangguk lemah.

"Saya akan lebih profesional lagi." Yuna membungkukkan tubuhnya di hadapan Yoongi. Meminta maaf akan kesalahannya.

Hal itu membuat Yoongi menghela napas panjang lalu mengangguk. "Baiklah, kau boleh keluar." Ucap Yoongi lembut dan saat Yuna menegakkan tubuhnya untuk menatap matanya, ada getaran aneh di hati Yoongi.

Entah kenapa ia merasa jika Yuna sedang berusaha untuk berbicara padanya. Melewati tatapannya itu.

Mereka bertatapan sekitar sepuluh detik lalu Yuna menundukkan kepalanya, terlihat menyerah. "Saya permisi." Ia berbalik, menuju pintu.

"Yuna."

Gadis itu langsung berbalik. "Ya?" Tatapannya penuh harap.

Namun— Yoongi menggeleng. "Tidak jadi." Ujarnya dengan masih mengerutkan keningnya tidak mengerti dengan arti tatapan Yuna barusan. Ucapan Yoongi barusan langsung membuat Yuna kembali menundukkan kepalanya dan langsung keluar ruangan Yoongi tanpa harapan apapun lagi.

Padahal, ia berharap Yoongi akan bertanya tentangnya dan Yuna akan menceritakan semuanya yang ia alami. Tapi— nyatanya Yoongi sama sekali tidak mengungkit masalahnya. Ekspektasinya saja yang terlalu besar, ia lupa jika jiwa Yoongi bukan lagi jiwa Min Yoongi yang dulu ia kenal.

...

"Makanlah, ini makanan mahal." Juyeon memberikan beberapa potongan daging pada piring Yuna yang berada di hadapannya. "Sajangnim tidak memarahimu, tapi kenapa wajahmu semakin murung?"

Tangan Yuna yang mengaduk-aduk nasi di piringnya berhenti, ia lalu mengangkat kepalanya untuk menatap Juyeon. Alisnya mengerut. "Bagaimana bisa kau tahu Sajangnim tidak memarahiku?" Matanya menyipit curiga. "Menguping, ya?!"

Tiba-tiba saja Juyeon terkekeh pelan, ia menunjuk wajah Yuna memakai sumpitnya. "Dia sudah seharian penuh mengkhawatirkanmu, mana mungkin memanggil hanya untuk memarahimu."

Alis Yuna semakin mengerut tidak mengerti. "Mengkhawatirkanku?"

Anggukan kepala Juyeon membuat kupu-kupu berterbangan di perutnya. "Kau mungkin tidak menyadarinya, tapi seharian ini Sajangnim terus menyuruhku untuk mengawasimu. Ia bahkan memindahkan kamar tidurnya hanya agar bisa berdekatan denganmu."

Hati Yuna terasa sangat berdebar.

Gadis itu bahkan tidak berkedip saat Juyeon terus berbicara.

"Aku sudah mengenalnya selama sepuluh tahun karena Sajangnim adalah teman Ayahku, tapi baru kali ini aku melihatnya begitu tergila-gila dengan perempuan. Sajangnim bahkan pernah mengatakan jika kau dan Sajangnim dulunya pernah berkencan. Sejak bertemu denganmu juga dia menjadi sangat aneh, dia bahkan mengatakan jika di kehidupan sebelumnya, dia adalah iblis pencabut nyawa, aneh bukan? Pria tua itu memang terkadang— hei, kenapa kau melotot padaku?"

"Kau—" Yuna menjatuhkan sumpit yang beberapa detik lalu baru saja ia angkat. "kapan—" gadis itu bahkan tidak bisa berkata-kata. Jantungnya berdebar dengan kencang dan matanya membelak sempurna. "Kapan—" ia menelan ludahnya susah payah, air matanya kembali menggenang. "Ka-kapan Sajangnim mengatakan hal itu?"

"Sejak kita pertama kali rapat bersama."

...

Yuna termenung di kamarnya, ia tidak tahu bagaimana harus menanggapi ucapan Juyeon beberapa saat lalu. Ia bahkan tidak tahu bagaimana perasaannya sekarang. Senang, sedih, kecewa, terkejut, bahagia. Semua perasaan itu tercampur aduk di dalam tubuhnya.

Kesedihannya karena Taehyung saja sudah hilang begitu saja.

Yang ia pikirkan saat ini hanyalah Yoongi.

Pimpinan proyeknya saat ini.

Setelah lima tahun lamanya, dengan perasaan rindu dan sayangnya yang mendalam pada laki-laki itu. Bagaimana bisa Yoongi kembali? Apa yang terjadi padanya?

Yuna hampir saja terlonjak terkejut saat tiba-tiba saja terdengar suara ketukan dari pintu kamarnya. Ia menarik napas panjang untuk menetralkan detak jantungnya yang terkejut akibat suara itu. Ia lalu melihat jam yang tertempel di dinding kamarnya, siapa yang mengunjunginya di jam satu pagi seperti ini?

Gadis itu berjalan menuju pintu dan membukanya, matanya membelak saat mendapati Yoongi yang berada di depan pintunya dengan tatapan tajam. "Sa-sajangnim? Ada apa malam-malam seperti ini?" Ia tergagap, teringat ucapan Juyeon tadi.

"Kenapa belum tidur? Besok kau harus bekerja pada proyek, Yuna." Ia berkata tajam.

"Ba-bagaimana Sajangnim tahu saya belum tidur?" Balasnya dengan raut wajah yang masih terkejut dan bingung di saat bersamaan.

Tatapan Yoongi mengarah ke dalam kamar Yuna. "Lampumu masih menyala, kau selalu  tidur dengan lampu dimatikan." Ia kembali menatap mata gadis itu. "Kenapa? Masih memikirkan masalahmu? Atau karena kamarmu tidak nyaman? Ingin ku pindahkan?"

"Tidak!" Sadar ia baru saja berteriak, Yuna langsung membekap mulutnya dan menatap ke sekitar, takut rekan lainnya terbangun. "Sa-saya hanya belum bisa tidur." Jawabnya balas menatap Yoongi dalam.

Sekarang, ia sadar jika laki-laki di hadapannya ini benar-benar Min Yoongi. Laki-laki yang menjadi kekasihnya dulu.

Hanya Yoongi yang tahu jika dirinya tidur dengan lampu dimatikan, dan hanya dirinya juga yang akan mengkhawatirkan dirinya di tengah malam seperti ini. Persis seperti Min Yoongi yang ia kenal sebagai kekasihnya, bukan sebagai pimpinan proyeknya.

"Ma-maksud saya tidak perlu, kamar saya sudah nyaman." Lanjutnya karena melihat wajah Yoongi yang terkejut akibat teriakannya tadi.

Mereka diam dalam beberapa saat, Yoongi menatapnya sementara Yuna menggigit bibirnya dan menatap ke arah lain.

Yoongi berdehem sebentar. "Fokuslah pada proyek besok pagi."

"Ya."

"Cepat tidur dan istirahat."

"Y-ya."

Suasana menjadi begitu canggung tiba-tiba.

"Kau— membutuhkan sesuatu?"

'Ya, butuh sebuah ciuman dari Sajangnim.' Yuna menggelengkan kepalanya. "Tidak, saya tidak membutuhkan apapun." Yuna menatap ke arah lain, merasa malu dengan pikirannya sendiri. Dasar kotor! Bagaimana bisa ia memikirkan hal semacam itu?

Yoongi menganggukkan kepalanya. "Baiklah, cepat tidur sekarang." Ucap Yoongi dengan memasukkan tangannya ke dalam kantong celana jogger hitamnya. "Aku akan kembali mengetuk jika melihat lampu kamarmu masih menyala."

Yuna menganggukkan kepalanya. "Selamat malam, Sajangnim." Ujarnya lalu menutup pintu dan memegang dadanya yang bergemuruh hebat,

tbc,

demon tinggal 3 chapter lg yaaa🥺

Demon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang