(30) Sadness

742 144 7
                                    

Pagi-pagi sekali Yuna sudah siap setelah mengemasi barang-barangnya. Pukul enam pagi Taehyung masih pulas di ranjangnya, Yoongi sudah meneleponnya dan menawarkan untuk pergi ke bandara bersama. Tapi Taehyung mengatakan ingin mengantarnya semalam.

Alhasil ia menolak Yoongi dan membangunkan Taehyung. Saat ia berjalan menuju Taehyung dan duduk di sisi ranjang. Yuna mengerutkan keningnya mendapati mata Taehyung yang basah.

Ia menangis lagi?

"Taehyung...," Tangannya terulur untuk mengusap lembut pipi laki-laki itu. "jadi mengantarku ke bandara?" Mata Taehyung terbuka, menatap Yuna dalam lalu mengangguk. "Ingin ku ambilkan air putih?"

Taehyung mengangguk lagi.

Dan saat Yuna keluar kamar untuk mengambil air putih, Taehyung kembali bisa merasakan sakit di hatinya. Entah karena ucapan Yuna semalam atau karena gadis itu akan pergi meninggalkannya selama tiga bulan. Rasanya sangat sakit dan tidak bisa didefinisikan.

Sekarang Taehyung tahu apa yang membuat Yuna tidak pernah menerimanya.

Taehyung beranjak duduk di ranjang saat Yuna memasuki kamar dengan segelas air putih. Ia ikut duduk di sisi Taehyung dan memberikan gelas itu. "Minumlah." Ujarnya dan Taehyung langsung meneguknya sampai habis.

"Ingin berangkat sekarang atau ku buatkan sarapan terlebih dahulu?" Tanyanya lagi, tapi Taehyung tidak menjawab. Laki-laki itu diam dan menunduk dengan tangan yang masih menggenggam gelas. "Taehyung?"

"Yuna."

"Hm? Ada apa?"

"Siapa masa lalu yang kau maksud?"

Yuna tertegun, tahu apa yang ingin dikatakan oleh Taehyung. "Ma-maksudmu?"

"Bukankah kau belum pernah berkencan? Lalu siapa masa lalu mu itu? Cinta pertamamu?" Kali ini Taehyung menatapnya, sangat dalam dan matanya memerah. Menahan semua emosi yang sudah ia tahan sejak semalam.

"Taehyung, aku—"

"Siapa laki-laki itu? Siapa masa lalu yang sampai membuatnya menguasaimu?" Taehyung menuntut. Ia ingin sebuah jawaban yang jelas sampai ia paham. "Jawab, Yuna."

"Jika ku beri tahu pun, kau tidak akan mengerti, Taehyung." Yuna benar-benar tidak berharap akan pertengkaran mereka di pagi hari.

Taehyung mengambil napasnya. "Setidaknya beri tahu aku, siapa laki-laki yang sudah membuatmu menolakku selama—"

"Dia Min Yoongi!" Serunya tidak tahan. "Ya, pimpinan proyekku. Dia orangnya, dia masa laluku, tapi dengan jiwa yang berbeda." Yuna menunduk, memijat keningnya lalu kembali menatap Taehyung. "Pagi ini adalah keberangkatanku, jangan memulai pertengkaran, kumohon. Aku tidak ingin bertengkar denganmu sebelum berangkat, Taehyung."

Raut keterkejutan terpampang jelas di wajah Taehyung. "Dengan— jiwa berbeda?"

"Sudah kukatakan kau tidak akan mengerti dan—"

"Beritahu aku!" Taehyung berdiri, berteriak dan menggenggam gelas itu dengan kuat sampai pecah di tangannya. Yuna berteriak dan menutup kedua telinganya karena suara pecahan gelas itu yang mengerikan. "Kenapa kau selalu tertutup padaku selama ini?! Apa yang kurang dariku? Kenapa kau selalu menolakku saat aku sudah memberikan semua yang kumiliki untukmu? Demi dirimu, Yuna. Hanya kau, hanya kau yang bisa membuatku seperti ini! Tidakkah kau mengerti?"

Yuna mendangak, tubuhnya bergetar saat melihat darah segar mengalir dari telapak tangan Taehyung. "Taehyung—" ia terisak. "Taehyung tanganmu." Gadis itu mengulurkan tangannya untuk mengambil tangan Taehyung, tapi laki-laki itu memundurkan tubuhnya.

"Aku menyerah."

Isakan Yuna mulai terdengar sebagai tangisan. "Taehyung kumohon...,"

"Bukankah itu yang kau mau?"

Yuna menggeleng, tangisannya semakin menjadi. "Aku menyukaimu, kita sahabat. Bukankah— bukankah sejak awal seperti itu?"

Kekehan Taehyung terdengar, air matanya ikut turun. "Tidak ada perteman di antara pria dan wanita, Yuna." Lirihnya sesak lalu mengusap pipinya yang basah. "Kau bahkan tahu jika aku menyukaimu sejak satu tahun lalu. Tapi kenapa kau selalu membangun tembok tinggi di antara kita?"

Tangisan Yuna semakin membesar, ia bahkan berlutut di hadapan Taehyung dan menundukkan kepalanya. "Maafkan aku— maafkan aku jika aku tidak bisa menerimamu. Aku sudah berusaha sekuat mungkin untuk membuka hatiku dan—"

"Aku akan pindah setelah kau berangkat," Taehyung menunduk lalu mengangkat tubuh Yuna yang bergetar bukan main. Ia rasa ia sudah terlalu keras dengan gadis ini tadi. "sepertinya aku benar-benar tidak bisa memilikimu, ya?" Intonasi suara Taehyung melembut. Ia lalu memeluk Yuna di dekapannya. Tangisannya semakin membesar. "Kau tahu sendiri jika tujuanku bekerja di perusahaan yang sama denganmu agar bisa menembus tembok pertemanan kita. Tapi— seperti sekarang waktuku sudah habis dan aku kelelahan."

"Kumohon...," Yuna menangis kencang, membenamkan kepalanya di dada Taehyung dan memeluk pinggang laki-laki itu seerat mungkin.

"Aku akan pindah ke Amerika, bekerja di perusahaan yang menawarkanku saat itu."

...

Saat sampai di bandara, Yoongi dan karyawan lainnya di buat bingung karena Yuna yang terus menangis selama perjalanan. Saat di pesawat, hanya Aeri yang berani untuk menemaninya. Karyawan lainnya tidak berani untuk bertanya atau bahkan mendekatinya.

Padahal, Yuna sangat terkenal dengan keceriaannya dan sifatnya yang selalu memancarkan aura positif. Tapi hari ini rasanya seperti melihat sosok lain dari gadis itu.

Yoongi tidak ingin mengambil pusing akan hal ini, tapi ia kepikiran. Apa yang membuat Yuna menangis seperti itu? Padahal, seperlihatannya tadi saat di bandara, ia diantarkan oleh laki-laki yang bernama Taehyung.

Mereka bertengkar?

Baguslah.

...

Yuna menceritakan semuanya pada Aeri. Dari saat Taehyung yang selalu meminta kejelasan status sampai pagi itu saat mereka akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubungan persahabatan mereka.

Mendengar cerita dari sahabatnya ini, Aeri sangat bisa merasakan apa yang Yuna rasakan. Kehilangan sesosok sahabat yang sangat ia sukai. Hal ini lah yang membuat Aeri tidak terlalu menyukai adanya persahabatan antara pria dan wanita. Salah satu dari mereka pasti akan ada yang menumbuhkan perasaannya.

Aeri benar-benar tidak pernah melihat Yuna menangis seperti ini sejak lima tahun terakhir. Ia terlihat sangat menyedihkan dan terus menyebut nama Taehyung.

Bahkan, sesampainya mereka di Jepang, Yuna tetap menundukkan kepalanya pada semua orang dan berdiri di belakang Aeri. Namun, sialnya mereka tidak di tempatkan di kamar yang sama, Aeri dan Yuna berbeda tempat penginapan. Mungkin karena mereka berada di divisi yang berbeda.

Saat Yuna sedang membereskan barang-barangnya, tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk. Yuna keluar dan mendapati asisten Yoongi berada di sana. "Aku dipanggil Bosmu, ya?" tebaknya saat Juyeon baru saja ingin membuka mulutnya.

"Bagaimana—" ia terperangah.

Yuna tertunduk lesu lalu bersandar pada dinding. "Dia mungkin akan memarahiku." Lirihnya pasrah lalu menatap Juyeon. "Aku akan ke ruangannya setelah ini." Lanjutnya dengan intonasi suara yang tidak bersemangat.

Melihat mata Yuna yang sembab membuat Juyeon bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi padanya. Mereka memang sudah dekat sejak pertemuan pertama karena mereka seumuran, tapi jika untuk bertanya tentang hal ini, Juyeon rasa ia belum cukup dekat.

"Ah ya, Yuna!" Panggilnya buru-buru saat Yuna ingin kembali menutup pintu kamarnya. "Setelah dari ruangan Sajangnim, ayo kita makan, kau belum makan, kan?" Yuna mengangguk. "Dan ada yang ingin kubicarakan denganmu juga."

tbc,

taehyung🥲🥲🥲

Demon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang