15. Hujan dan Lamaran ✔

1.2K 124 2
                                    

“Semakin sering bersama kamu, maka semakin takut pula saya kehilangan kamu. Kuncinya agar saya tidak kehilangan kamu yaitu, mengikat kamu. Karena perempuan tak membutuhkan cokelat, lamaran lebih mahal di banding dengan sebatang cokelat.”

-Sajadah Cinta-
Story By Imafathh


...


    Sudah dua bulan lebih mengenal sosok Faridh, gadis itu masih enggan mempercayai ucapan pria itu. Pasalnya Anggun sudah termakan isu salah satu quote bahwa "laki-laki tidak akan cukup dengan satu wanita" hal itu yang membuatnya enggan mempercayai Faridh. Tapi, sejak seminggu yang lalu Anggun sadar kebersamaannya dengan Faridh menimbulkan rasa nyaman.

Tinggal menunggu Ijazahnya saja, Anggun sudah di nyatakan lulus bahkan ia mendapatkan juara 3 umum. Hari ini semua murid di perintahkan untuk datang dan melakukan foto akhir, yaitu pemotretan setiap kelas, dan mengharuskan dirinya memakai kembali seragam abu-abunya itu.

Menunggu di halte adalah jalan yang buruk, sebab sore ini langit hitam kian menggumpal tebal, beberapa pengendara motor berhenti dan mengenakan jas hujan yang mereka bawa. Anggun masih menunggu angkut lewat, padahal tadi ayahnya sudah menawari untuk di jemput, tapi gadis itu menolak.

Tak lama tetesan air hujan membasahi bumi, mengharuskan beberapa pengendara motor menepikan kendaraannya di halte. Suara gemuruh petir seakan mengisyaratkan agar segera menonaktifkan ponsel mereka, Anggun sudah kepalang takut.

Semenjak Putri berpacaran dengan Sgara, gadis itu jadi tak sedekat dulu dengan Anggun. Prioritas Putri sekarang adalah Sgara, Anggun tak keberatan toh hanya tinggal menghitung hari saja dirinya akan bebas dari kungkungan tugas-tugas yang membuat kepalanya terasa seperti ingin pecah.

"Permisi, saya boleh ikut duduk di sini Mbak?" Anggun menoleh, mendongakkan kepalanya saat tubuh pria jakung berdiri di samping tempat duduknya. Di Halte itu hampir penuh, menyisakan satu bangku di samping Anggun.

"Iya, silakan."

Anggun kira hujan kali ini hanya sebentar, tapi ternyata tidak. Sudah setengah jam ia menunggu tapi hujan tak kunjung reda, juga angkut yang tak kunjung datang. Kenapa apes banget kali ini? Bahkan ujung rok abunya sudah basah karena terciprak genangan hujan. Sialnya Anggun tak membawa sweeter, bisa-bisa pulang langsung masuk angin kalau gini.

"Ini."

Pria di sampingnya menyerahkan jaket denim hitamnya, Anggun yang belum paham hanya mengernyitkan dahinya.

"Pakai jaket saya, saya lihat dari tadi mbak menggigil."

"Gak usah Mas."

"Gapapa, pakai aja, saya laki-laki lebih kuat di banding perempuan, pakai aja, lagian kan Mbak sudah dari tadi nunggu di halte nanti malah jadi sakit." pria itu masih setia menyodorkan jaketnya, Anggun menerima dan tersenyum simpul.

"Makasih."

"Saya Diaz." pria itu menaruh tangannya di depan dada.

"Anggun."

Seperti dugaan Anggun, pria itu benar-benar agamis, tau bagaimana caranya menghormati dan menjauhkan diri dari Zina. Bahkan pria itu mengajak Anggun berkenalan tanpa melihat wajah gadis itu.

Anggun menyadari bahwa pria di depannya ini mungkin anak pondok, pria bernama Diaz itu mengenakan gamis pria berwarna navy, sangat kontras dengan kulitnya yang putih bersih. Ah, rasanya Anggun jadi minder.

Sajadah Cinta [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang