18. Allah Sang Pemilik Hati ✔

1.1K 115 2
                                    

"Ketika Tuhan memberimu ujian, jadikanlah ujian itu sebagai makanan, walau pahit tetap harus di telan."

-Sajadah Cinta-
Story By Imafathh

...

Kecewa, hati yang begitu perasa atau justru dia yang mudah membuat hati menjadi sakit? Meski terasa sulit tapi ia tak mau menjadikan rasa sakit itu semakin sakit, karena menangisi dia yang jelas-jelas bukan siapa-siapa.

Dinginnya malam menusuk sampai ke tulang, juga pikirannya yang kalut membuat pria itu menghela nafasnya berulang kali. Setelah mobilnya masuk ke dalam bagasi, ia melangkahkan kakinya, berdiam diri di depan teras dengan memandang sinar rembulan yang semakin terang.

"Assalamualaikum," salam pria itu, tungkainya mengarah kepada sofa hitam di ruang tamu. Saat bokongnya mendarat sempurna wanita paruh baya berjalan ke arahnya.

"Waalaikumsalam, loh tumben bang pulang larut?"

"Bunda... "

"Loh, loh kenapa ini? Kamu ada masalah apa bang? Sini cerita sama bunda."

Percaya atau tidak, sosok ibu adalah sosok bidadari yang nyata, sosok yang mampu mendengarkan keluh kesah anaknya, meskipun beliau juga mempunyai masalah sendiri tapi beliau lebih memilih memendamnya, Ibu sosok yang penuh dengan kasih sayang, sosok ibu dapat menjadi ibu sekaligus teman.

"Faridh batal lamaran bund."

"Astagfirullah, kok bisa bang? Ada masalah apa? Cerita sini sama bunda."

"Biasa bund, tolong bilang ayah ya bund, Faridh masuk ke kamar dulu, cape banget hari ini," ucap Faridh, Liana mengelus pucuk kepala anaknya dengan lembut. "Allah menakdirkan manusia berpasang-pasangan, kalau Anggun memang bukan jodoh kamu berarti sudah Allah siapkan jodoh yang terbaik buat kamu. Bunda yakin akan ada sosok perempuan yang akan menggantikan posisi Anggun di hati kamu."

"Iya Bund, aku ke kamar dulu, bunda langsung istirahat ya." Faridh meninggalkan ruang tamu, menyisakan Liana yang masih menatap punggung anaknya.

***

Ayam berkokok bersahutan membuat bising pagi hari yang tampaknya akan turun hujan, tak lupa dengan suara kodok yang memanggil hujan, mungkin Tuhan ingin dua sejoli yang sedang patah hati itu merasakan tetap bersyukur. Meskipun sedang dalam keadaan kecewa, dan dalam keadaan tak tau apa-apa tapi mereka masih mengingat Tuhan.

"Anggun makan dulu nak. Bunda udah masakin makanan kesukaan kamu," teriak Fatmah.

Gadis yang sedang menatap pantulan dirinya di depan cermin kini memutar tubuhnya, berjalan dan memutar knop pintu kamarnya. Menuruni anak tangga dengan perlahan, tak lupa dengan tatapan kosong yang menghiasi wajah gadis itu.

"Putri ayah kenapa ini?" tak ada sahutan, Anggun mendudukan dirinya di kursi meja makan. Guntur menatap istrinya seakan bertanya apa yang menyebabkan Putri semata wayang mereka murung di pagi hari.

"Soal yang semalam bunda ceritain yah," bisik Fatmah. Seakan paham, Guntur tak membahas masalah itu.

Keheningan menyapa ruang makan keluarga Guntur, meski hanya bertiga saja tapi keluarga itu selalu harmonis.

"Aku udah selesai, aku ke kamar ya Bund, Yah." Gadis itu melangkahkan kakinya, ia ingin tau alasan Faridh tapi ia juga belum siap kalau ternyata alasan pria itu bukanlah yang dirinya inginkan.

Setelah menutup pintu kamarnya, gadis itu berjalan menuju tepi ranjangnya. Menatap jendela yang kini menampilkan matahari yang kian merambat naik, ingatan kemarin menyeruak di mana ia tak sengaja menyiram Faridh dan berakhir sarapan bersama. Mungkin itu terakhir kalinya mereka bisa dekat sebelum sejauh seperti sekarang.

Sajadah Cinta [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang