25. Rasanya Benar-benar Sakit

1.1K 122 9
                                    

“Kamu bingung? Sama aku juga, di sini yang salah, aku? Kamu? Atau perasaan kita? Atau justru kedekatan kita yang jadi masalah?”
©inifath_
.
.
.
.
   



   Sudah satu Minggu berlalu, Anggun bahkan sudah nyaman dengan pekerjaannya, meski ia masih kurang paham, tapi dukungan dari Mbak Elsa selalu jadi support untuk dirinya. Sudah tiga hari Anggun dan Elsa resmi menjadi teman, teman di kantor lebih tepatnya.

Seperti sekarang, kedua insan itu sedang memilih menu makan siang di kantin, Anggun sih paling suka menu Gado-gado, di tambah es teh. Apapun makanannya es teh minumannya.

Setelah memesan makanan, Anggun dan Elsa duduk di kursi paling pojok, kursi yang berhadapan dengan parkiran mobil. Elsa yang notabenya sudah tahunan kerja jadi Elsa tahu spot tempat yang nyaman.

"Gimana Dek? Hubunganmu dengan Azzam?" Anggun sudah menceritakan awal mula dirinya kagum dengan Azzam, sampai ia di khitbah oleh pria itu, dan Anggun juga sudah menceritakan perihal kejadian seminggu yang lalu.

"Gak tahu deh Mbak, aku bingung."

"Udah cerita sama orang tua kamu soal ini?" Anggun menggeleng. Boro-boro cerita, pas Bundanya nanya soal Azzam aja Anggun hanya manggut-manggut. Paling jawab, Iya, enggak, gak tahu Bund, kayaknya.

"Coba deh kamu cerita, ini permasalahannya gak sepele Dek, Azzam ada hubungi kamu gak?" Anggun mengangguk, sudah seminggu ia mengabaikan panggilan dan pesan dari Azzam, bahkan rasanya ia ingin memblokir nomor pria itu.

"Aku gak angkat teleponnya, aku gak balas pesannya juga Mbak."

"Jangan lari dari masalah dong, kamu harus hadapi. Apapun dan gimanapun kedepannya itu yang terbaik buat kamu." Anggun mengangguk lagi, ucapan Elsa ada benarnya juga. Ia harus membicarakan masalah ini.

"Boleh saya ikut duduk?" Anggun dan Elsa mendongak, mendapati Faridh.

"Boleh Pak, silakan."

Faridh duduk di sebelah Anggun, pria itu membawa paper bag cokelat, itu bekal yang Anggun berikan tadi pagi. Sudah satu minggu Anggun membawakan bekal untuk Faridh, sedangkan dirinya lebih memilih makan di kantin.

"Tumben Pak bawa bekal?" Elsa bertanya.

"Udah satu minggu saya bawa bekal."

"Wah, gak nyangka. Seorang CEO bawa bekal... Pasti Ibunya Pak Faridh masakannya enak banget ya? Sampai-sampai bawa bekal terus." Anggun menoleh, bersitatap dengan Faridh. Pria itu tampak tenang dan membuka kotak bekal berwarna ungu.

"Bukan Bunda saya yang masak, ini bekal dari orang yang spesial." lagi-lagi Anggun menoleh tepat ketika Faridh juga menoleh ke arahnya dan tersenyum, seolah perkataannya barusan tidak berefek apa-apa.

"Siapa itu Pak? Bapak diam-diam ternyata sudah punya pacar ya." rasanya ingin sekali Anggun menyuruh Elsa diam, tapi jelas tidak sopan. Apalagi Elsa lebih tua darinya. Al hasil Anggun hanya menopang dagunya dengan tangannya.

"Lebih spesial dari pacar."

Uhuk.

Anggun tersedak air liurnya sendiri. Bagusnya pesanan dirinya baru aja datang. Anggun mengambil es teh yang di bawa Mbak Kiki namun karena ceroboh, bukannya ke minum justru malah tumpah.

"Ya ampun, Dek. Kamu gak papa?" Elsa menepuk-nepuk punggung Anggun.

"Minum dulu." Faridh menyerahkan botol minum yang ia bawa, bener-bener pria ini, udah bikin salting, bikin baper juga lagi.

Setelah Anggun meneguk air yang di berikan Faridh ia kembali menyerahkan botol minum itu.

"Makasih Pak."

Sajadah Cinta [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang