Tentang cerita dihatimu yang tersisihkan dariku.
-
-
-Diam...
Aku hanya menatapnya tanpa bisa mengatakan apapun. Jujur, melihat matanya yang tertuju datar dengan sirat dingin, membuat rasa takut menjalari pikiranku. Ini kali pertama, Yoda terasa mengintimidasi. Aku mengingat sikap tenang, jenaka dan hangatnya, aku juga tahu ada banyak bagian yang aneh sering kali dia perbuat tapi tidak sampai di titik membuatku merasa itu salah, bahkan tersudutkan seperti sekarang.
Yoda, begitu banyak berubah...
"Ayo pulang!" Sentakan keras dia keluarkan sambil membawa Maela ke dalam gendongannya, memutuskan netra yang tadi terlihat menakutkan itu dariku.
Dan aku pun terlepas dari rasa kaku. Tatapanku berpendar sebentar sebelumnya akhirnya fokus memperhatikan Maela, dia terlihat sangat terkejut akan kehadiran ayahnya yang tiba-tiba, tapi anak itu tetap tenang dan hanya menunduk, tak bicara atau melihat ke arahku.
Aku mengejar mereka dan menghalangi langkah Yoda. Aku tahu sesuatu yang tak baik baru saja menghampiri. Bagaimana pun salahnya Maela, Yoda tak harus sekasar itu mengingat putrinya baik-baik saja.
"Minggirlah." Yoda mengucapkan satu kata tersebut dengan pelan, tapi, dia menekan suaranya. Tegas.
Aku menggeleng. "Bersikap lembutlah padanya, dia baru mengalami kecelakan." Ucapku.
Dan langsung, kulihat iris mata Yoda bergetar, dia menurunkan Maela dengan tergesa.
"Tadi aku mendapat kabar dari polisi dan baru saja menjemputnya dari rumah sakit. Jadi, jangan marah padanya, Maela hanya anak kecil, dia bahkan tidak tahu kesalahan perbuatannya, kau mengertilah saja." Aku mempepet dengan penjelasan sambil merutuki diri dalam hati-suaraku yang keluar ikut bergetar. Sungguh, meski kini ada serangkaian kalimat dan lebih banyak lagi penjelasan di benakku, tapi semuanya terasa terlalu kusut untuk diutarakan.
Raut panik Yoda terlihat jelas, dia berjongkok mensejajarkan diri dengan Maela-0untuk memeriksa dan kutahu, dia baru menyadari ada beberapa goresan di tubuh putrinya. Aku hanya tergugu memperhatikan, sampai aku mendengar gadis kecil itu meringis akibat lengan dan bahunya bergantian di pegang terlalu erat oleh Yoda.
Dan mendadak pria itu berdiri.
"Kenapa sulit sekali untuk menurut?! Jika terjadi sesuatu yang lebih parah bagaimana? Ha! Jawab! Kenapa bisa kamu begitu membangkang!?" Dan bentakan itu ikut membuatku terkejut. Bahkan lebih parah bagi Maela, matanya berkaca-kaca, dia tidak terisak tapi air mata yang jatuh meski kulihat dia coba menahan membuatku tahu, dia ketakutan. Tapi tangisan anak itu terlihat tidak melunakkan Yoda, pria ini malah kembali menekan kedua bahu putrinnya.
Sisi Yoda ini, sungguh tak pernah kubayangkan.
Ada apa dengannya?
Meski begitus syok dengan apa yang kulihat, aku tidak bisa membiarkan ini. Aku mendekat dan menarik tubuh Yoda. "Kau sudah gila? Kau membuatnya takut!" Aku menaikkan sedikit nada bicaraku-terpaksa. Aku kalang kabut.
"Maela jawab!" Dan Yoda tidak menghiraukanku, dia kembali membentak pada putrinya.
Aku menjadi geram, kuraih bahunya dan sekuat tenaga menarik. "Jangan melakukan itu berengsek! Kau melukai perasaannya!" Dan kali ini suaraku lebih lantang dan keras lagi, dan itu cukup membuat Yoda terhenti di tempatnya berdiri, tapi sasaran mata tajamnya itu berubah haluan lagi padaku.
"Menjauhlah darinya." Dan dia langsung mengatakan itu. "Aku memaklumi kamu melakukan ini karena tak tahu, tapi jika kau terus berada di dekat Maela bukankah itu tindakan yang menyedihkan? Kamu sudah dewasa, kita sudah di jalan yang berbeda, apa sesulit itu kamu mengerti?" Ujarnya, sekarang bahkan tatapannya seribu kali lebih dingin.
"Apa? " Dan aku, untuk sebentar, hanya sebentar...
Membeku.
"Kita sudah berakhir, aku tahu kesalahan besar melakukan itu padamu, tapi berhentilah Gelasia. Apa perlu aku harus pergi lagi dari tempat ini agar tidak bertemu denganmu? Aku sudah sangat muak melihat kita terus bertemu seperti ini. Menjauhlah, aku mohon." Kembali dia mempertegas perkataannya. Semua itu. Dia, membuatku mendengar itu dengan jelas.
Dia sudah keterlaluan. Kukepalkan kedua tanganku. Menahan diri, aku coba hingga itu memerlukan gemertak gigi sendiri, geram pada anggapannya. Aku menghembuskan napas, berupaya memgambil kembali semua kontrol pada diriku, tapi demi apapun ini sangat sulit. "Dengar tuan Gindra Yoda..." Aku mengigit bibirku sebentar, agak urung untuk lanjut bicara.
Hanya saja, sekali lagi, aku harus. "Aku pun tak ingin terus begini."
Aku mendekat pada Maela. Ekor mataku melirik dia yang masih sangat ketakutan. "Mari sudahi ini hmm..." Ucapku.Dia menggeleng-geleng sambil mencoba menghindar ketika aku coba meraih handphonenya.
"Tante mohon.." Ucapku membujuk. Air mataku pun tak bisa tertahan lebih lama saat dengan terpaksa harus menyentak tangannya merebut benda itu.
Segera kualihkan pandangan, tak ingin berlama-lama dan kembali terjebak pada perasaan ambigu karena anak ini, kuhapus kasar jejak tangis dipipiku.
"Apa yang kamu lakukan?" Yoda bertanya masih dengan suara yang datar. Bersamaan dengan itu terdengar dentaman tak jauh dari kami dan itu adalah pintu mobil yang tertutup dengan keras. Baru saja, dari kendaraan tersebut dengan sangat terburu wanita itu keluar. Raut cemas muncul di antara cara dia memperhatikan kami. Aku tersenyum kecut.
Aku tak melakukan apapun, dan disini di antara mereka rasanya seperti aku yang membuat kesalahan besar. Mataku berakhir kembali di wajah Maela, perlahan bibirku melengkung-tersenyum padanya, matanya yang bulat dengan bulir bening disana membalas tatapanku dengan sayu.
Maela sangat cantik dan manis. Seharusnya dia tak menangis seperti itu.
Dan sekalipun, bahkan tidak juga pada anak ini. Tapi, yang ada adalah aku memberikan rasa sayang yang tak seharusnya pada dia.
Ini gila
Aku harus, sungguh tak boleh peduli lagi. Yoda sudah bertindak terlalu jauh membuatku merasa sehancur dan rendah seperti ini. Aku mengacungkan handphone itu tepat di depannya, dan tidak menunggu lama dia memperlihatkan mimik lebih tak terbaca lagi. Dia benar-benar hebat menutupi reaksi yang kuharapkan.
"Tidak perlu ada penjelasan kenapa ini terjadi." Dan aku tahu, mengeluarkan kalimat begini akan membuatku membenarkan tuduhan Yoda. Hanya saja, aku sudah sangat muak. "Aku juga tidak mau berhubungan dengan apapun mengenai kalian, putrimu yang mengusikku, dia sangat menganggu. Sepertinya itu menjadi tugasmu mengajarinya dengan baik." Aku membiarkan diriku sejenak untuk tenang, menguatkan diri untuk melakukan ini, sebisa mungkin tidak melihat pada Maela lagi, walau telingaku mendengar isak tangis yang akhirnya terdengar darinya. Aku meremas ujung lengan jaketku.
Aku tidak boleh goyah.
Tegas aku mengarahkan dengan lurus netra pada Yoda. "Kau sudah memberikan lebih dari cukup kejelasan di antara kita. Kau menunjukkan tempatku dan rasanya aku berhak menyesali apapun tentangmu yang ada di masa laluku, kau membuatku malu memiliki bagian kehidupan itu, dan karenanya aku..."
Entah kenapa, mataku tetap saja tak mampu mengendalikan diri dan mengarah ke Maela. Kesedihan anak itu menggangguku. Aku menghapus cepat air mata yang kembali jatuh. "...mari sudahi semua ini, aku juga sangat lelah." Ucapku tanpa melihat kepada Yoda dan berbalik melangkah pergi.
"Kak! Maela yang salah...Jangan marah lagi."
Dan berhenti.
Langkahku terputus lagi, ucapan yang nyaris tenggelam angin malam itu menahan tubuhku. Juga, seakan sesuatu menabrak kepalaku. Aku berbalik pelan, kembali melihat ke arah mereka dengan napas tercekat dan pikiran yang kembali menjadi seperti papan kotor. Dan di atas itu, aku hanya mematung di tempat.
"Kak minta maaf padanya, Maela berbuat salah, tolong..."
Dan Yoda,
Kenapa dia meneteskan air mata?
....
Be Continue...
L|2🍀
![](https://img.wattpad.com/cover/241347569-288-k395832.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelasia : About
عاطفيةIn Her Freak Love Saat terburuk dalam hidupku mungkin tentang mengenalnya. Atau tidak juga, tidak ada cinta yang sama di dunia. Mungkin, aku kurang beruntung saja terjebak dengan satu pria aneh ini di London. Atau mungkin juga, aku terlalu beruntung...