Tentang ini, hal yang tak bisa kamu tentukan
_
_
_Beberapa menit kami masih menenangkan diri masing-masing, mencoba merapikan berbagai atmosfer emosi yang menghampiri. Ketika aku terpaku pada pikiran, dia berdiri. Aku mendongak melihat gesturnya nampak ingin menyudahi pertemuan kami yang tak pernah kubayangkan ini.
Lurus aku memperhatikan dengan perasaan yang masih tak teratur. Dia berbalik ke arahku, menatap sambil tersenyum hangat. "Meirka Artagyana."
"Apa?" Sahutku agak gamang.
"Namaku, maaf terlambat berkenalan. Setiap bertemu denganmu situasi selalu begitu serius, aku juga minta maaf soal sms itu."
Aku ikut berdiri. "Sms? Apa maksudmu?" Tanyaku memburu.
"Kak Gelasia pasti sudah menyadarinya, itu bukan dari adikku. Aku yang mengirimnya padamu." Dan senyumannya lebih melebar. "Maela anak yang pintar tapi dia terlalu kaku untuk mengetik pesan seperti itu."
Aku terpaku, diam hanya memandangi, masih mencoba mengatur dengan rapi perkataannya di pikiranku. Dan wanita ini, Meirka, dia menepuk bahuku dan kulihat matanya menatapku kini dengan pandangan yang begitu tulus.
"Maela juga tahu Yoda sangat mencoba menjadi orang tua untuknya. Dia paham, kak Yoda hanyalah seorang kakak yang satu ayah dengannya. Sekarang sudahi bersikap seperti ini, kalian sudah cukup terluka. Maela sudah menerima banyak dari kak Yoda dan mungkin sangat terlambat tapi dengan cara ini, aku bisa berterima kasih dan minta maaf ata hubungan kalian."
Setelah berbicara seperti itu, dia berbalik lagi, wanita dengan gaun pastel pink ini menghela langkah kemudian, meninggalkanku.
"Bagaimana denganmu?" Aku dengan cepat bertanya dengan suara agak keras, dia yang hampir sampai di pintu keluar berhenti lalu menoleh padaku kembali, alisnya terangkat. "Bagaimana denganmu? Tentang Yoda?" Tanyaku lagi dan tanpa menahan diri maju selangkah, jujur aku ingin menanyakan tepat di depannya, tanpa berjarak seperti ini.
Dia tersenyum, lagi-lagi. Meirka, dia ini terlalu mudah memperlihatkan senyuman. "Aku sudah bilang tidak pernah mengubah pandanganku dari kak Yoda tapi hal itu juga berlaku padanya-ke kak Gelasia." Dia berujar tenang. "Kuharap pertemuan kita berikutnya sudah dalam keadaan yang lebih baik kak, saat itu mungkin Maela sudah boleh memanggilmu dengan sebutan yang dia inginkan."
Dari tempatku berdiri aku tahu dia sangat menahan air matanya lagi. "Aku akan bertemu banyak pria, kakak tahu London kota yang besar dan dunia tidak benar-benar sempit." Ucapnya. dia menghela napas dan mengedipkan bahu. "Ini sudah hampir jam pulang sekolah Maela dan aku harus menjemputnya. Kak Yoda...kakak tahu dia pernah mengatakannya padamu." Setelah berkata begitu sambil menutup ucapan dengan senyuman yang sama, dia berbalik, dengan cepat meninggalkan aku sendirian disini.
Dan aku, kembali duduk ke sofa tadi termenung karena hal semua itu. Sungguh, sekarang pun nalarku masih kesulitan untuk memahaminya tapi kemudian aku berjengit ketika pintu yang tadi dilewati Meirka di dorong melebar dan Deller muncul disana bersama istrinya.
"Apa yang dia katakan?" Treslin bertanya segera.
"Kalian berbicara terlalu lama, aku pikir sudah terjadi pertekarang di antara kalian." Derrel menimpali dengan anehnya.
Aku dan Treslin secara bersamaan menatap jengah pada dia. Helaan napasku secara kasar kemudian keluar.
"Tidak ada yang istimewa." Ucapku.
"Tidak ada? Tapi wajahmu memerah Gelasia, matamu juga..."
Aku melirik nyalang, memotong ucapan Derrel. Demi apapun, kalimatnya tidak sama sekali membuat perasaanku tenang. Tapi selang berapa detik kemudian aku menyadari sesuatu, hal tersebut membuatku merasakan dorongan besar yang tak biasa.
"Tres, bolehkan aku pergi lebih cepat?" Tanyaku dengan suara bergetar.
"Apa?" Raut wajah wanita ini langsung kebingungan.
"Aku janji resepsi kedua kalian di Swedia akan kuhadiri. Hari ini, bisakah tak jadi masalah aku meninggalkan acara kalian lebih awal-sekarang."
"Kau tidak bisa begitu saja pergi, acaran bahkan belum setengah jalan." Derrel menyahuti, aku bisa merasakan mataku berembun saat menatapnya. "Kali ini apa lagi, bukankah tidak yang istimewa?" Nada ketus Derrel semakin jelas bersama mimik wajahnya yang tak senang.
Aku menggeleng lalu menunduk, menyadari sekarang sikapku terlalu konyol, sungguh merasa begitu bodoh. Aku menatapi lantai sambil merutuki diri dalam hati, seharusnya apapun itu tidak mempengaruhiku.
"Pergilah..."
Kepalaku langsung terangkat, melihat ke pria tersebut. Rautnya yang tak terbaca itu membuatku mengerutkan kening. Namun Treslin, dia malah sebaliknya, tersenyum dan menghampiriku.
"Kau terlihat ragu tapi bukan berarti harus mengabaikan hal yang benar-benar hatimu inginkan. Setidaknya jika tidak untukmu maka berikan kesempatan padanya."
Sesaat, aku terdiam karena kalimatnya.
Tapi kemudian, air mataku jatuh lagi tidak sanggup tertahan.
"Apalagi? Pergilah!" Derrel lagi-lagi bersuara dengan nada agak tinggi.
Aku segera berdiri dan memeluk Treslin. Begitu pula dengan Derrel, aku berlari kepadanya, mendekapnya.
"Hanya kali ini, terima kasih hmm..." Ucapku.
"Kamu ingat tawaranku bukan?" Tanyanya.
Aku mengangguk. "Ini yang terakhir, jika pilihanku kembali salah maka aku akan menerimanya."
Derrel melepaskan pelukanku, sahabat yang selalu mendukungku ini hanya bisa menghela napas dan kutahu senyuman yang sekarang kulihat di bibirnya hanyalah bentuk dari rasa tidak yakin pada situasiku.
Tapi aku tidak bisa merespon dia lagi dan hanya meyakinkan diri ketika mengambil langkah pertamaku meninggalkan ruang ini.
....
Aku masih mengingat kebiasaannya, aku yakin seharusnya dia masih ada disini jika waktu yang kupikirkan tidaklah salah. Aku berhenti di depan cermin pajangan di samping pintu toko ini, sejenak memandangi pantulan diriku disana. Tanganku kemudian bergerak kesana-sini memperbaiki bagian gaunku yang kusut akibat langkah yang tergesa tadi. Aku tarik napas panjang sebentar kemudian berjalan ke dalam sana.
Dan benar, dia disini.
Meski tak bisa memastikan apa yang sedang dia lakukan, hanya melihat dari punggungnya saja kutahu dia sedang fokus membuat sesuatu.
Percaya dirilah Gelasia
Aku terus melangkah mendekati slot tempat yang dia gunakan, mengambil kursi di depannya, duduk berhadapan dengannya.
"Ini hari jadian kita...dan kau disini?"
....
Be Continue...
L•|2 🍀
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelasia : About
RomanceIn Her Freak Love Saat terburuk dalam hidupku mungkin tentang mengenalnya. Atau tidak juga, tidak ada cinta yang sama di dunia. Mungkin, aku kurang beruntung saja terjebak dengan satu pria aneh ini di London. Atau mungkin juga, aku terlalu beruntung...