Dia dan janji seperti daun yang berguguran
-
-
-
Musim gugur 2012.
Menjadi orang yang punya kesibukan, karena sebentar lagi memasuki tahap penyelesaian bukan masalah besar bagiku, hidupku sudah cukup menyenangkan karena....
Saat terbaiknya selalu datang ketika sedang bersama Yoda. Seperti ini, makan siang bersamanya setelah sesi pertama kuliahku selesai. Kali ini aku mengalah dan membiarkan dia membawaku ke cafe dekat apartemennya, dan tidak memaksa dia menggunakan apron.
"Kamu akan berangkat bulan depan bukan?"
Dia menatapku sebentar lalu mengangguk. "Iya, kenapa?"
Kuletakkan burger yang baru sekali aku gigit, menatap serius pada Yoda. "Responmu seperti itu lagi, aku hanya ingin memastikannya dengan benar. Agar... " sejenak aku menjeda untuk mendeham, "aku menyiapkan diri."
Dia ikut berhenti makan. "Apa kamu mengkhawatirkan itu?"
Aku menggeleng samar. "Tidak, tapi sedikit gugup setiap memikirkan jaraknya."
"Perbedaannya hanya 12 jam." Sahutnya.
Aku mendengus. "Iya, saat kamu masih tidur disana aku harus mengejar double dekker disini."
Dia tertawa sejenak, kemudian setelah itu senyumnya merekah. "Hari pertama musim panas tahun depan, aku pasti sudah kembali." Nada bicaranya seperti terdengar mencoba menghiburku.
Aku meraih punggung tangannya, memberi usapan lembut disana. "Aku ingin sekali ikut denganmu pulang. Andai tidak kejar penyelesaian, pasti aku bisa ke Indonesia dulu bersamamu."
Satu tangannya yang bebas dari genggamanku, terangkat mengusap pipiku. "Jangan terlalu dipikirkan, jika kamu bisa meraih waktu wisuda di musim panas tahun depan, aku tetap bisa menghadirinya." Kutatap lensa matanya yang hitam pekat itu, menemukan rasa tenang disana. "Jika pacarku wisuda, jelas aku harus ada disana." Lanjutnya dan sukses membuatku tersenyum.
Lalu bahuku mengedip. " Kita bahkan hanya membicarakan itu, dan memikirkan saja sudah membuat hatiku berdetak kuat. Aku gugup." Kuhembuskan napas sejenak. "Tapi karena kamu akan cepat kembali, jadi kapan kamu berangkat?"
"Tanggal 18." Kali ini, Yoda langsung memberikan jawabannya.
Segera kutautkan jemari kami. Jika bisa, aku hanya ingin tetap bersamanya saja seperti ini.
Jadi begini rasanya tak ingin berjauhan dengan pacar.
Tetes air hujan yang deras tiba-tiba datang, membuat aku dan Yoda menoleh bersamaan ke jendela cafe. Hening mendadak menghinggapi sekitar, dan hangat pegangan yang kurasakan dari tangan Yoda tidak melunturkan rasa dingin di hatiku.
Menyesakkan tahu nantinya akan sulit mendapatkan momen berdua dengannya seperti ini.
"Benar bukan? Saat hujan, tanpa sadar membuat kita mengingat kenangan." Aku bergumam.
"Kenangan berarti masa lalu." Sayup suaranya kudengar menyahut. "Hanya bagiku hujan membuat aku memikirkan masa depan."
Aku meliriknya, menemukan netranya masih mematuk keluar, pada jalan yang mulai tergenangi air hujan. "Jadi, kamu sedang memikirkan masa depanmu sekarang?"
Dia menggeleng pelan. "Aku memikirkanmu." Dan dia berbalik melihat padaku. "Bagiku, itu juga adalah kamu."
Dan karena dia mengatakan itu, tak peduli akan bagaimana mimik wajahnya, yang kuingin dia mendengar kalimat ini. "Aku mencintaimu, pak Giandra."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelasia : About
RomanceIn Her Freak Love Saat terburuk dalam hidupku mungkin tentang mengenalnya. Atau tidak juga, tidak ada cinta yang sama di dunia. Mungkin, aku kurang beruntung saja terjebak dengan satu pria aneh ini di London. Atau mungkin juga, aku terlalu beruntung...