Chapter 9

50 13 120
                                    

Tentang hanya untuk melihat dia lagi
-
-
-

Musim semi, 2018

Hal terbaiknya, aku bisa melalui semua tanpa tahu kabar dia yang belum pernah muncul-setelah tak menghubungi lagi. Lucunya, waktu seakan mencoba menghiburku, 5 tahun lebih berlalu begitu cepat. Dan tak kusadari, perlahan tahun-tahun yang menyakitkan itu menjadi sesuatu yang terasa akrab dan tak bisa kujauhkan.

"Hotdog ini enak saat masih hangat, nikmatilah." Derrel mendorong dua cup makanan itu padaku. "Dari tadi pagi kamu bahkan belum makan apapun."

"Kau sedang khawatir padaku sekarang?" Sarkasku.

"Tidak, tapi nanti pun tetap saja kamu merepotkanku jika kelaparan." Ketusnya.

Meski menyebalkan, tapi aku bersyukur dia menembus dinding perusahaan yang sama denganku. Derrel menempati peringkat terbaik saat kelulusan kami, sehingga ketika awal menjadi anak magang-karena kami di tempatkan pada divisi yang sama, maka memang banyak bantuan yang aku terima dari otak pintarnya itu.

Aku meraih cup-cup tersebut sebelum dia mengomel lagi. "Kau membuatku sakit kepala." Dumelku. "Seandainya aku menerima kontrak pertukaran anggota tim tahun lalu, aku tak harus satu ruangan lagi dengan orang cerewet sepertimu." Dan aku tahu seharusnya tak usah mencerocos seperti ini-meski hanya bercanda.

"Itu masalahmu." Kejarnya lalu berdecak keras. "Lagipula jika pindah, kepalamu akan lebih sering sakit."

Sudah kuduga, dia mulai lagi.

"Apa yang lebih memusingkan daripada mendengar omelanmu?" Sahutku, agak tak berminat.

"Laporan ini, aku yang membantumu. Katakan, di tim lain kamu akan meminta tolong pada siapa?"

Aku menggigit hotdog tersebut geregetan dan tak mau menjawab, telak, dia menyudutkanku. Permintaan ketua divisi untuk laporan keuangan bulanan, membuatku kelimpungan semalaman dan masih juga tidak selesai. Sialnya sekali lagi, memang hanya Derrel yang bisa menolong.

"Habiskan saja makananmu, akan sulit jika atasan melihat kamu mirip balon maskot saat menyerahkan laporan ini." Dan jarinya kembali sibuk menekan di keyboard laptop.

Aku mengernyit. "Aku serius, perkataanmu seakan khawatir padaku, tapi entah kenapa itu juga terdengar seperti ejekan."

Dia berdecak lagi. "Begini Gelasia, sikapmu seolah kerja adalah segalanya. Kamu bahkan mengambil jam lembur untuk pekerjaan yang sebenarnya bisa ditunda."

"Bukankah melakukan segalanya dengan cepat lebih baik?" Tanyaku tak yakin.

"Menyiksa diri karena pekerjaan itu gila namanya."

Kukibaskan tanganku sambil mencibir-jengah. "Ok, jangan melontarkan lebih banyak keluhan, aku sedang lelah."

Dia berdecak tapi menuruti perkataanku.

"Oh iya, apa kamu akan ke bandara lagi?" Suaranya kembali mengudara, setelah lama kami sama-sama hanya terdiam.

"Apa?" Sahutku cepat, agak limbung.

"Kamu tahu maksudku, musim panas akan segera datang." Dia kembali menatapku, matanya terlihat lebih serius.

Dan aku terdiam.

Benar, sudah seperti itu selama 5 tahun terlewati sambil sengaja larut dalam kesibukan pekerjaanku.

Tapi, aku memilih bertahan seperti itu.

Aku tersenyum tipis kemudian menghembuskan napas. "Jika aku tidak terkurung di negara ini, seharusnya musim panas tidak menjadi saat terburuk bagiku."

Gelasia : AboutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang