Chapter 20

518 85 34
                                    

Happy reading...

Sunyi, satu kata itu cukup untuk menggambarkan suasana rumah tua yang jauh dari kesan mewah dengan bola lampu yang redup seakan tidak berpenghuni itu. Sekilas tampaklah siluet seorang pria kekar lengkap dengan peralatan tinjunya.

Pandangan matanya menatap tajam samsak di depannya, sedetik kemudian tangannya meninju samsak itu dengan sangat brutal, setelah puas dengan kegiatannya, ia tertawa seperti sedang digelitiki.

"Hyung... Sampai kapan kau akan bersembunyi di sini?" Tanya seseorang dari arah belakang.

Orang yang dipanggil Hyung mengeluarkan Smirk nya, "Kenapa? Apa kau bosan menjengukku?"

Tidak ada jawaban lagi, melainkan hanya sorotan mata tajam namun juga sendu pada saat bersamaan.

"Aku tahu kau juga menderita, Hyung... Tapi apa tidak bisa coba berdamai dengan keadaan? Tawaranku masih berlaku Hyung, ayo kita ke psikiater." Ujarnya sembari mendekat ke arah orang yang dipanggil Hyung.

"Kau pikir aku gila?"

"Bukan begitu, Hyung, aku tidak pernah mengira kau gila, kau hanya butuh mengistirahatkan pikiranmu, jangan banyak berpikir yang akan membuatmu menyakiti orang lain, termasuk dirimu sendiri."

"Pergilah Seokbai, pergi sebelum kesabaranku habis." Jawab orang yang dipanggil Hyung itu, sangat datar.

Lagi, lagi, dan lagi, Seokbai atau yang biasa dipanggil abai itu mengalah, entah sudah kali ke berapa ia menyarankan hyungnya itu untuk mengunjungi psikiater, tapi tidak pernah digubrisnya.

~~~

Irene sudah berada di dalam ruangannya sejak setengah jam yang lalu, namun belum ada tanda-tanda kedatangan Seokjin.

"Kemana orang itu? Setahuku dia bukan orang yang suka terlambat." Gumam Irene.

Selang beberapa menit, mata indahnya berhasil menangkap sosok pria yang sudah ia tunggu dari tadi. Tunggu? Orang yang sedang ia tunggu? Rasanya itu bukan kata yang cocok, mungkin orang yang sedang ia pikirkan dari tadi lebih cocok. Terserahlah.

Tanpa sadar sebuah senyum terhias pada bibir tipisnya, Irene tersenyum.

"Kau kenapa nona? Apa yang membuatmu tersenyum?" Tanya Seulgi yang sejak tadi sudah memperhatikan gerak-gerik Irene.

"Hoh? Oh, itu... Tidak apa-apa, aku hanya lagi senam bibir saja, Seulgi-ah." Jawab Irene asal.

Seulgi hanya mengangguk, karena ia tidak ingin ikut campur terlalu jauh urusan pribadi bosnya itu.

~~~

Seokjin sudah sampai di dalam ruangannya, pikirannya kembali kosong, sampai ia mendengar sebuah ketukan pintu dari luar.

"Masuk." Ucap Seokjin.

"Kau terlambat setengah jam hari ini."

"Saya rasa itu bukan urusanmu nona Joohyun." Jawab Seokjin seadanya.

"Memang bukan urusan saya, hanya saja, saya tidak suka rekan kerja saja tidak disiplin masalah waktu, ini keluhan pertama saya, mohon untuk diperbaiki Tuan." Ujar Joohyun sembari duduk di sofa Seokjin tanpa diperintah.

"Baik, saya tidak akan terlambat lagi, apa ada lagi yang kau inginkan?"

"Ini." Irene melempar sebuah berkas ke atas meja di depannya.

Seokjin mengernyitkan alisnya, "Itu apa?"

"Kau lihat saja sendiri." Jawab Irene singkat.

Seokjin kemudian beranjak dan menuju sofa di samping Irene. Irene gugup karena mereka terlalu dekat.

REMEDY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang