Happy reading...
Matahari sudah berada di peraduannya, berganti dengan bulan yang bertugas untuk berjaga malam, Berbicara tentang bulan dan matahari, itu seperti Seokjin dan Irene, Seokjin bulannya, Irene mataharinya, susah untuk disatukan namun saling membutuhkan.
Lagi-lagi Irene menghela nafas beratnya, memandang lurus ke depan menanti jemputan, "Kapan ini berakhir." Gumam Irene ditengah kegundahan hatinya.
Tidak lama, netra Irene menangkap sosok tampan lengkap dengan setelan jas dan dasi yang sudah tidak lagi rapi berjalan ke arahnya.
"Kau belum pulang?" Seperti biasa, pertanyaan itu yang selalu ia lontarkan.
Irene membuang mukanya, berpura-pura kalau ia tidak tahu apa-apa, "Belum." Jawab singkat Irene.
"Baiklah, kalau begitu, aku pulang dulu." Ucapnya pada Irene, kali ini ia tidak meminta Irene pulang bersamanya, aneh. Biasanya dia pasti menawarkan Irene untuk pulang bersama.
Entah dapat pengaruh dari mana, Irene menahan tangan pria itu, "Seokjin." Ujar Irene pelan.
Seokjin mengernyitkan alisnya, "Kenapa?"
"Boleh aku pulang bersamamu?" Lagi-lagi mulut Irene tidak terkontrol, dalam hati, ia merutuki kebodohannya.
"Oh? Hoh, iya... Tentu..." Jawab Seokjin keheranan.
"K-kau tunggu di sini, aku ambil mobil dulu." Ucap Seokjin sedikit gugup.
"I-iya..." Angguk Irene tak kalah gugupnya.
Seokjin sedikit berlari untuk mengambil mobilnya di parkiran. Irene menahan degup jantungnya yang tak karuan, "Apa yang kulakukan?" Rutuk Irene.
Tidak sampai lima menit, mobil Seokjin berhenti tepat di hadapan Irene. "Ayo masuk." Ucap Seokjin.
Irene mengangguk.
Seokjin menjalankan mobilnya, di dalam perjalanan mereka habiskan dengan diam, sampai Seokjin berusaha memecahkan kecanggungan antara mereka.
"Di mana rumahmu?"
"Hah?"
"Rumahmu."
"Ooh... Aku belum mau pulang." Jawab Irene, lagi-lagi dia merutuki dirinya setelah itu.
Seokjin lagi-lagi dibuat bingung olehnya.
"Bagaimana maksudmu?" Tanya Seokjin.
"Hoh? Itu... Maksudku, aku lapar, ayo kita cari makan dulu." Jawab Irene.
Seokjin menatap Irene kebingungan, namun ia tetap mengangguk, "Mau makan di mana?
"Terserah kamu saja."
Lagi-lagi Seokjin mengangguk.
Sekitar sepuluh menit, Seokjin membawa Irene ke restoran pinggir jalan, restoran nasi goreng.
"Di sini?" Bingung Irene.
"Iya, kenapa? Apa kau tidak suka makan di restoran kecil?"
"Bukan, bukan begitu... Aku tidak menyangka saja, bos kaya sepertimu mau makan di tempat kecil seperti ini."
Seokjin tersenyum mendengar jawaban Irene.
"Apa yang harus dibedakan? Rasa makanan tidak bisa dinilai dari seberapa besar ukuran restoran, kalau kita selalu mengukur segalanya seperti itu, kita tidak akan pernah menemukan kenikmatan."
Irene sedikit terkesima dengan cara pandang Seokjin terhadap sesuatu, ini pertama kalinya Irene mengetahui sisi lain dari Seokjin. Selama hidup bersama, mereka tidak benar-benar saling mengenal, hidup mereka dulu selalu dipenuhi dengan baku hantam, Irene tersenyum mengenang hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
REMEDY (END)
FanfictionAku memang menginginkan jalan keluar. hanya ada satu jalan keluar, tapi... Apa jalan keluar satu-satunya ini justru menyesatkanku?