Part 16

514 98 1
                                    

Tepat tengah malam saat Rose melompat dari kasurnya, dia segera menyambar mantelnya dan mengendap-endap keluar kamar menuju keruang santai. Jantungnya berdegup kencang hingga telinganya bisa mendengar dengan jelas dentumannya. Setelah menuruni tangga dan tiba diruang santai, Rose segera bersembunyi dibalik kursi lengan didepan perapian dan melihat-lihat keseluruh ruangan.

"Harry!" serunya dengan berbisik.

"Disini!" suara Harry menjawab bisikan Rose terdengar jauh darinya. Gadis itu menatap ke pintu dan mengernyitkan kening. Suara Harry datang dari ambang pintu. Anak laki-laki itu menyibak jubah gaibnya hingga kepalanya muncul.

"Ke sini, cepat!" Harry membuka pintu asrama.

Rose segera berlari ke arah Harry dan masuk kedalam jubah gaibnya. Kini mereka berdua sudah berada diluar asrama. Dilihatnya wanita gemuk sedang pergi kunjungan malam seperti biasa. Rose menoleh ke Harry.

"Sudah berapa kali kau ke sana?" bisik Rose.

"Tiga kali. Sendirian, bersama Ron, dan kini bersamamu." Harry fokus ke depan. Rose kemudian memalingkan wajahnya kedepan, memperhatikan tempat mereka melangkah.

"Sebenarnya, Ron tadi sempat melarangku ke sana." Harry membenarkan letak kacamatanya yang miring dengan tangan kirinya. "Sebelum kau memintaku mengantarmu."

"Kenapa?" Rose bertanya tanpa berpaling.

"Ron bilang perasaannya tak enak. Maka dari itu dia tak mau ikut." jawab Harry.

Mereka asyik mengobrol seraya melewati lorong demi lorong yang gelap. Tanpa peta sekolah yang diberikan Fred dan George, Rose tak tahu dia ada dimana. Hingga Harry menghentikan langkahnya didepan sebuah pintu oval yang tinggi dengan baju zirah didepannya. Harry kemudian membuka pintu dan membawa Rose masuk ke dalam.

Saat Harry melepas jubahnya, Rose bisa melihat ruangan yang begitu luas. Entah ruang apa dulunya, tapi Rose pikir pastilah betul yang dikatakan Harry, ini ruang kelas yang tak terpakai. Meja dan kursi-kursi ditumpuk dipojokkan. Dan ditengah-tengahnya berdiri sebuah cermin tua tinggi. Rose menoleh pada Harry. Anak laki-laki itu menatap Rose dan mengangguk.

Merekapun melangkahkan kaki mendekati cermin tersebut. Harry menyingkir ke samping agar Rose bisa berdiri tepat didepan cermin dan melihat orang tuanya dengan leluasa. Rose menatap bayangan dirinya di cermin.

"Kau bisa melihatnya? Orang tuamu..." Harry dengan senyumnya yang lebar berharap Rose segera mengatakan 'Ya' atau menganggukkan kepala.

Rose menoleh kepada Harry. Wajahnya datar. Tak menunjukkan keterkejutan atau respon takjub lainnya. Harry menghapus senyumnya.

"Kau tak melihat mereka?" tanyanya. Rose menggeleng.

"Bagaimana mungkin?" Harry kemudian melangkah kedepan cermin, berdiri disebelah sepupunya.

"Mereka ada dibelakang. Lihat! Ada kakek, nenek, paman, bibi, serta ayah dan ibu. Semua keluarga Potter!" Harry meyakinkan.

Rose terduduk. Meskipun dia dan Harry berdiri didepan cermin yang sama dan disaat yang bersamaan, mereka melihat bayangan yang sama sekali berbeda. Ron benar, sepertinya cermin ini memang bekerja berbeda pada setiap orang. Matanya kini berkaca-kaca. Perasaannya campur aduk. Mengapa dia justru melihat bayangan yang lain?

Harry duduk disebelah Rose. Dia memeluk lututnya sendiri. Matanya tak lepas dari cermin itu. "Rose, apa yang kau lihat di cermin?" tanyanya pelan. 

Rose masih menatap nanar ke cermin itu. Harry dan Rose saling bertatapan melalui bayangan mereka di cermin. "Keluarga Weasley." jawab Rose datar.

Harry terkejut mendengar jawaban Rose. Dia langsung menoleh kearah sepupunya tanpa sepatah katapun. Mulutnya terngaga dan matanya terbelalak.

ROSEMARY POTTER and The Year She Found HerselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang