Hari ini merupakan hari terakhir ujian. Setelah keluar dari kelas, Hermione masih terus mengoceh membahas soal yang baru saja selesai mereka kerjakan. Rose kelihatan sebal dengan kebiasaan itu. Dia tak suka membahas lagi soal ujian yang sudah berlalu. Bahkan dia lebih memilih untuk tidak mengingatnya.
Ron menggerutu karena selama ujian, mereka diberikan pena bulu yang telah disihir dengan mantra anti nyontek. Sementara Harry, sibuk mengelus-ngelus lukanya berkali-kali.
Mereka memutuskan untuk berjalan-jalan ke lapangan mencari udara segar dan cahaya matahari. Anak-anak itupun duduk dibawah salah satu pohon dipinggir danau.
"Soal-soalnya jauh lebih mudah daripada yang kubayangkan. Kupikir aku akan kesulitan karena tidak mempelajari buku Perilaku..." Hermione masih asik melanjutkan kalimatnya ketika Rose memotong.
"Hentikan itu, Hermione. Aku pusing mendengarnya." Rose memutar bola matanya.
"Kau masih mending. Aku percaya meski nilaimu tak sebagus Hermione, setidaknya tidak akan sejeblok kami." Ron menyahut. Kemudian anak laki-laki itu menoleh kearah Harry.
"Ceria, dong, Harry. Kita tak perlu lagi belajar dan punya waktu seminggu untuk bersenang-senang sebelum kita tahu nilai kita jeblok."
Harry yang masih menggosok-gosok dahinya bergumam. "Aku ingin tahu, kenapa lukaku sakit terus sejak bertemu Voldemort dihutan. Biasanya luka ini sakit hanya jika ada berhubungan dengan Voldemort."
Harry menatap teman-temannya, "Kurasa ini sebuah peringatan akan ada bahaya."
"Harry, tenanglah, tak mungkin kau-tahu-siapa ada di Hogwarts saat Dumbledore masih ada." Tukas Hermione.
"Hermione benar. Batu itu aman selama Dumbledore di sini." Ron menimpali.
Rose terdiam. Meski Harry mengangguk dan tak menjawab, Rose tahu, ada perasaan mengganjal dalam hati sepupunya.
Mata anak perempuan itu berpaling kearah si kembar Weasley dan Lee Jordan yang sedang tertawa-tawa sambil menggelitiki sungut cumi-cumi raksasa disisi pinggiran danau yang lain.
Bisikan-bisikan wanita itu terus muncul. Beberapa malam ini, Rose secara berturut-turut bermimpi didatangi oleh orang yang dia lihat dihutan terlarang. Seorang pria berjubah hitam dan bertudung yang berbicara dengan dirinya sendiri dengan suara yang berbeda.
Rose teringat, beberapa hari yang lalu, Harry mendatanginya untuk menanyakan apakah dia memimpikan hal-hal aneh, sebelum kemudian anak laki-laki itu mengaku memimpikan sosok pria bertudung belakangan ini.
Dan sama seperti dirinya, meski Harry tak tahu apa artinya itu, mamun mereka tahu ini ada hubungannya dengan Voldemort. Kedua anak itu pun sepakat untuk tidak mengatakannya pada siapapun.
Rose mendongakkan kepalanya keatas saat mendengar suara kepakan sayap burung. Dilihatnya seekor burung hantu terbang dilangit biru yang cerah. Terselip sebuah surat di paruhnya. Rose jadi teringat malam itu, ketika dia mendapat surat dari orang yang mengaku Fred & George.
Anak itu tiba-tiba terbelalak menyadari sesuatu. Jika benar orang bertudung itu yang mengiriminya surat, maka pastilah dia orang yang saat ini berada di Hogwarts, karena dia mengetahui bahwa dirinya sangat dekat dengan si kembar Weasley. Dan kemungkinan besarnya Harry benar, itu adalah Snape.
Tiba-tiba Harry melompat bangun dan mengagetkan mereka.
"Kau mau kemana?" Ron berteriak saat melihat Harry tergesa-gesa meninggalkan mereka bertiga.
"Baru saja terpikir olehku." Harry menyahut tanpa menghentikan langkahnya. "Kita harus menemui Hagrid sekarang."
Hermione dan Ron kini segera berdiri dan cepat-cepat berlari mengejar Harry. "Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ROSEMARY POTTER and The Year She Found Herself
Fanfiction[BOOK 1] Mengetahui dirinya adalah satu dari Dua Potter yang Hidup, membuat Rose harus merelakan kenyataan bahwa keluarga yang selama ini mengasuhnya bukanlah keluarga yang sebenarnya. Sama seperti Harry yang dititipkan pada keluarga pamannya, Dumbl...