"Nanti jadi, Ra?" tanya Mita.
Tangan cewek itu sibuk memasukan beberapa buku yang tadi ia pelajari bersama teman-teman sekelas. Sedangkan mulutnya memberikan pertanyaan kepada gadis yang duduk di sampingnya. Ira melakukan hal sama, membereskan buku dan alat tulis yang berserakan di meja.
Bell pulang sudah berbunyi, Ira masih terdiam tidak berniat menjawab pertanyaan Mita karena ia masih bingung.
"Eh cepet, yang lain udah posisi siap tuh," ujar Mita kala matanya melihat teman sekelasnya sudah melakukan posisi siap. Duduk dengan tegap dan tangan yang berada di meja untuk berdo'a.
Tinggal menunggu Bu Fia berperintah kepada ketua kelas untuk memimpin do'a.
"Ketua kelas, silahkan pimpin do'a," ujar Bu Fia.
Ketua kelas mengangguk dan mulai memimpin penghuni kelas untuk berdo'a dengan kepercayaan masing-masing. Setelah berdo'a Bu Fia berpamitan dan tak lupa menasehati mereka untuk pulang dengan hati-hati, apalagi yang membawa kendaraan pribadi tidak boleh kebut-kebutan di jalan.
Ira mendengarkan dengan baik dan menganggukan kepala, karena Ira adalah salah satu orang yang membawa motor ke sekolah. Walaupun Ira tidak pernah merasa kebut-kebutan di jalan.
Beberapa penghuni kelas mulai beranjak dari tempat duduk mereka. Kini hanya tersisa dua orang yang tak lain adalah Ira dan Mita, masih dalam posisi duduk tegap, tangan di meja. Ira menyenggol lengan Mita karena sahabatnya tak kunjung berbicara.
"Ck, Demit. Jadi nggak sih?" tanya Ira kesal.
Mita menoleh ke samping. "Ya terserah lo aja."
"Kalo gue sih gas! Hayuk lah," ujar Ira. Lalu meraih tangan Mita setelah mereka berdua menggendong tas dengan benar.
Saat keluar dari kelas, Ira langsung menjadi pusat perhatian orang-orang yang masih berada di koridor. Walaupun berusaha menghiraukan, Ira tetap merasa risih karena tidak pernah di tatap seperti itu sebelummya.
Tadi Mita sempat menasehati Ira ini resiko berurusan dengan orang yang populer di sekolah, Ira pun mencoba mengerti. Tapi ia tidak menduga tatapannya akan sampai seperti itu, apalagi sampai ada desas-desus yang menyebut Ira adalah penghalang hubungan Naja dan Laura.
Berita tentang Naja mendekati Ira sudah menjadi topik yang hangat di SMA Adijaya.
"Cepet, Mit. Gue malah jadi ngeri, kaya mau di makan hidup-hidup!" bisik Ira.
Mita mengangguk setuju. "Lari aja gimana?" tanyanya dengan nada lirih.
Ira mengangguk. "1, 2, 3. GAS!"
Detik itu juga Ira dan Mita lari-larian di koridor, sambil tertawa bersama. Mita memimpin di depan, Ira yang melihat itu tak tinggal diam ia mulai mengeluarkan tenaga nya dan menyusul Mita. Ira tidak boleh kalah lomba lari dengan si Mita!
Saat sampai di parkiran, mereka duduk begitu saja di paving dan meluruskan kedua kaki. Tak lupa mengatur nafasnya, Mita mengipasi dirinya sendiri. Saat menoleh ke samping, Ira sedang menatapnya dan mereka tertawa lagi.
"Sampe keringetan, gila sih. Kaya balap lari aja," ujar Mita.
Ira mengangkat jempol. "Gue gak mau di kalahin sama lo," ujar Ira.
"Berdiri, Ra. Kita kaya orang aneh," ujar Mita berdiri kala menyadari tatapan aneh orang-orang di parkiran.
Ira mendengkus, tidak di koridor tidak di parkiran. Mereka berdua jadi pasang mata orang-orang yang berlalu lalang. Hm, Ira jadi mengakui dirinya kalau dia itu memang cantik. Tapi kurang populer saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eh, Mba Cantik
Teen Fiction[DILARANG PLAGIAT] Syahira Iva Maheswari. Seorang gadis yang bersekolah di SMA Adijaya, pernah dibingungkan dengan dua orang laki-laki yang mempunyai julukan mas Alfamart dan mas Konter. Namun siapa sangka jika orang tersebut adalah satu orang yang...