(20) 22:22

135 19 5
                                    

Masih enggan beranjak dari duduknya walaupun sedikit risih karena diperhatikan oleh beberapa orang sekitar. Ira tetap duduk dengan tenang sambil menikmati angin yang berhembus dan membelah rambut panjangnya. Saat Ira sedang mendongak ia melihat beberapa anak gadis yang memakai jilbab sedang bermain handphone sambil bercerita.

Satu dari mereka menarik perhatian Ira. Ira terus menerus memperhatikan dari jauh sampai mereka melewati dirinya baru saja Ira memalingkan wajah. Jujur, cewek itu sangat terlihat cantik dan anggun. Kalau boleh mengeluh, Ira ingin mengatakan kalau ia sedang insecure.

Ternyata desa ini sangat ramai ketika sore. Banyak bocah kecil yang berkeliaran sampai remaja yang seusianya pun keluar dari rumah. Entah apa yang akan mereka lakukan tapi Ira sangat menyukai kebersamaan mereka semua.

Kalau dibandingkan dengan teman sekompleknya di Jakarta, keramahan mereka kalah jauh. Ira bahkan sangat jarang bermain dengan teman kompleknya. 

"Ra, udah sore pulang, cepet mandi," ujar Tia sambil menghampiri ponakannya.

Ira menoleh ke samping. "Tadi udah mandi."

"Mandi sore kan belum, nanti nggak bisa tidur. Di rumah mbah nggak ada kipas angin," ujar Tia berusaha membujuk Ira yang sudah terkenal malas mandi oleh keluarganya. Baru-baru ini kok, setelah memasuki kelas X SMA.

"Lagian disini adem, Tan. Ira pasti tetep bisa tidur kok," ujar Ira tetap memberikan alasan.

Sebenarnya Ira masih ingin duduk sendirian dan menatap beberapa anak-anak yang sedang berkumpul. Entah mengapa Ira merasa kalau dirinya itu sedang mempunyai banyak teman di sekitarnya. Suara teriakan, tertawa, bahkan ada yang menangis bisa membuat Ira menyunggingkan senyum tipis. Walaupun dirinya tidak bergabung dengan mereka.

"Nanti diomelin sama mbah, Tante nggak mau belain ya," ujar Tia.

"Ya udah, Ira mandi aja. Mbah kalo udah marah biasanya cerewet banget Tan."

Tia tertawa. "Mbahnya Ira gitu loh." 

"Ibunya Tante gitu loh," balas Ira tak mau kalah.

"Eh, tapi mbah belum pulang dari ladang. Kok lama, ya?" ujar Tia sedikit khawatir karena Ibu nya sejak berpamitan tadi siang belum juga kembali ke rumah.

"Ira nggak tau jalan ke ladang," ujar Ira. Seolah tahu Tia ingin memberi tugas untuk dirinya menyusul Mbah Yut.

"Tante sih masih inget, tapi lagi jagain Zaka. Gimana kalo kamu di anter sama anak sini?" tanya Tia memberi ide saat melihat di sekitaran sini banyak anak-anak yang masih berkeliaran.

"Boleh, kalo bisa jangan bocil, Tan."

Tia mengangguk, melangkah dari tempat tersebut dan mulai mendekati beberapa gadis berjilbab yang tadi salah satu dari mereka sempat mencuri perhatian Ira. Setelah lebih dekat dengan gadis itu, Ira dapat melihat kalau gadis itu menatapnya dengan tatapan berbeda. Bahkan senyum tipis Ira tidak terbalas.

Rasa kagum yang Ira simpan tadi langsung menghilang begitu saja di gantikan rasa kesal.

"Kie Fini, ya?" tanya Tia, menunjuk salah satu dari mereka yang langsung tersenyum sambil mengangguk.

[Ini Fini, ya?]

Harapan Ira langsung tertuju kepada gadis bernama Fini. Semoga saja Fini adalah orang yang mudah beradaptasi dengan orang baru. Ira tidak akan banyak berbicara disini karena ini bukan wilayahnya, bukan tempat tinggalnya sehingga ia harus menjaga tata krama sebagai tamu.

"Gelem nganterna Ira maring kebone mbah Yut, ora?" tanya Tia lagi.

[Mau nganterin Ira ke ladangnya mbah Yut, nggak?]

Eh, Mba CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang