(6) Kehabisan Bensin

188 25 3
                                    

"Gue di apa-apain, Mit. Jantung gue aja rasanya mau copot."

Mita melepas cekalan tangan Ira. Ia berhenti di tengah-tengah tangga yang sedang mereka pijak. Menatap mata Ira dengan alis yang naik satu. Ira ikut berhenti dan mendongak menatap ke atas.

"Kenapa, Mit?" tanya Ira.

"Lo di apain? Di cium?" tanya Mita berusaha menebak.

Ira tiba-tiba saja menubruk tubuh Mita, memeluk erat-erat sahabatnya dengan perasaan yang bahagia. Mereka tidak menyadari kalau dari jauh, Naja masih memperhatikan gerak-gerik Ira.

"Ih kenapa sih? Gue jadi takut nih," ujar Mita. Tak urung ia tetap membalas pelukan Ira.

"Nanti di motor aja ceritanyan gue lagi mau baik jadi gue anterin lo ke rumah," ujar Ira.

Mita tersenyum manis. "Oke, sekalian lo jalan-jalan di komplek gue kaya biasanya. Udah lama banget nggak pernah main."

"Bentar, gue izin ke mama dulu," ujar Ira. Mengeluarkan handphone yang ada di sakunya sambil berjalan menuju parkiran.

Mita mengikuti langkah Ira dari samping. Tinggi keduanya itu hampir sama, hanya berbeda beberapa cm saja. Tapi kalau di bandingkan Ira, Mita sedikit lebih berisi dan mempunyai pipi yang gembul.

* * *

Ira sudah menceritakan semua kejadian tadi bersama Naja pada Mita. Cewek itu sesekali menggoda Ira saat di motor. Mita tidak tahu saja, pipi sahabatnya sudah sangat memerah.

Sekarang mereka sudah memasuki komplek perumahan Mita, Ira berhenti di gerbang yang masih tertutup. Seolah peka dengan keadaan sekitar, Mita turun dari motor dan membuka gerbangnya sendiri lalu sedikit menyingkir.

"Neng Mita baru pulang? Maaf Neng jadi buka gerbangnya sendiri, kirain udah pulang sama Den Ghalib," ujar satpam di rumah Mita.

Mita tersenyum. "Gak papa, Pak."

"Iya Neng."

Setelah percakapan itu, Ira dan Mita masuk ke dalam rumah. Kedatangan Ira di sambut dengan baik oleh mama Mita. Karena selain Ira, sahabat Mita di SMP sudah sangat jarang bermain. Kalau SMA? Mita kan tidak terlalu terbuka masalah pertemanan, menurutnya Ira saja cukup untuk di ajak gila-gilaan bareng, sedih bareng, senang bareng.

"Lo mau pake baju gue dulu nggak? Nanti baru keliling komplek," ujar Mita.

"Hm, baju biasa yang gue pake. Masih ada, 'kan?"

Baju yang biasa Ira pinjam kalau sedang bermain di rumah Mita itu hanya ada dua, bisa di bilang favorite. Mita juga selalu menyimpan baju itu dengan baik.

"Ada. Tapi lo mandi dulu sana! Terus nanti gue," ujar Mita.

Ira mendengkus. "Gue tuh mau mengirit air di bumi."

Ira kalau sudah rebahan di kasur tuh bawaanya males mau ngapa-ngapain. Mita tetap dengan pendirianya, menarik kasar tangan Ira supaya cewek itu bangun dan cepat-cepat mandi.

"Cepet, Ra! Ih jorok banget sih lo," ujar Mita sambil mengusap hidung mancungnya karena gatal.

Karena ingin meledek Mita, Ira juga tetap dengan pendirianya. Tidak mau mandi karena ingin mengirit air di bumi. Padahal Ira memang sangat susah untuk di suruh mandi, kecuali kalau mau sekolah karena itu memang ke harusan. Selain bisa mengusir rasa mengantuk, mandi juga menyegarkan.

"Gue mandi duluan terus lo di tinggal, atau lo mandi duluan terus kita sama-sama keliling komplek?" tanya Mita.

"Mita ih, mainnya ngancem deh. Gak suka," ujar Ira.

Eh, Mba CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang