(51) Balikan Gak Sih?

90 20 1
                                    

Happy Reading!

****

Dimanjakan, diperlakukan seperti ratu adalah hal yang sangat di idam-idamkan oleh semua perempuan. Termasuk Mita. Di depannya kini ada Syabab yang sedang menyuapi Ira makan. Sesekali Ira memang menolak suapan Syabab dan ingin makan sendiri, tetapi laki-laki itu masih dengan pendirianya untuk membantu adik tersayangnya.

Sekarang Mita berada di rumah Ira bersama Mama nya. Saat mendengar kabar dari anaknya bahwa Ira jatuh dari motor dan keadaanya sangat mengenaskan seperti sekarang, Mama Mita menyempatkan diri untuk pulang lebih awal dan menjenguk Ira. Sekarang beliau sedang bersama Triana di dapur.

"Mita mau juga?" tanya Syabab.

"Hah? Eh?" Mita gelagapan karena tiba-tiba Syabab bertanya kepada dirinya yang tengah melamun.

Ira tertawa. "Lo mau juga disuapin sama Mas Syabab?"

"Nggak lah!" jawab Mita. Sebenarnya ... mau sih.

"Kirain mau," sahut Syabab. 

Meskipun di dalam hatinya sangat menginginkan. Tapi Mita tidak mau menjawab seperti itu, walaupun dirinya sudah akrab dan tidak terlalu merasakan canggung lagi kepada Syabab. Mita tidak mau dirinya terlalu dekat dengan kakak Ira. Ya gimana, orang ganteng kok. Tidak baik untuk kesehatan jantungnya.

Hubungan antara Mama Mita dan Triana memang sangat dekat. Bahkan ketika mengambil rapor bersama-sama, mereka selalu menyempatkan diri untuk mengobrol. Membahas sesuatu yang sering kali tidak di pahami oleh Mita dan Ira. Termasuk membahas hubungan orang tua Mita yang jarang sekali akur dan sampai ke titik perpisahan.

Mita merasa, dirinya sangat di sayang di keluarga ini walaupun tidak ada hubungan darah. Hanya sebagai sahabat Ira saja, ia sudah diperlakukan dengan sangat baik. Triana menganggap Mita adalah anaknya sendiri. Tidak pernah membeda-bedakan ketika Mita menginap di rumah ini. Makannya, Mita tidak pernah canggung dengan orang tua Ira. Ya meskipun ia harus menjaga batasan.

****

"Heh, terus lo mau terima kak Naja?"

"Nggak deh kayanya."

"Gila lo! Nggak bakalan nyesel? Orang sabar juga ada batasnya kali, Ra. Nanti kalau dia udah di tolak berkali-kali, nggak bakalan berjuang lagi. Gimana?"

Yang menjalankan hubungan memang Ira. Tetapi Mita sebagai sahabatnya ingin memberikan pendapat. Menyuruh Ira untuk memikirkan kembali perasaan cewek itu dan memantapkan hati supaya tidak menyesal. Ira terdiam seribu bahasa. Membayangkan Naja marah kepadanya dan tidak mau lagi menatap dirinya dengan tatapan tulus, membuat hati Ira merasa sesak.

"Gue egois gak sih?" tanya Ira.

"Jujur, iya."

"Tapi gue–"

"Apa yang lo takutin dari kak Laura? Jelas-jelas dia beda sama kak Naja. Tembok diantara mereka besar banget, cuma ada kemungkinan kecil yang bisa nyatuin mereka. Tapi kalau keduanya punya perasaaan yang sama. Lah ini? Nggak, Ra. Kak Naja sukanya sama lo."

Mita berusaha menjelaskan apa yang tengah di pikirkan cewek itu tidak akan pernah terjadi. Walaupun masih ada kemungkinan kecil. Namun, Mita sangat percaya bahwa Naja tidak menyukai Laura dan pasti tetap mempertahankan kepercayaan kepada Tuhannya. Benar kata Mita, tembok diantara Laura dan Naja sangat lah besar. Jika saja mereka menjalin hubungan, pasti salah satunya harus mengalah. 

"Gue–"

"Lo mau ngomong kalau lo takut diliatin orang-orang? Astaghfirullah, Ra. Mereka kan punya mata. Yang penting kan lo nggak ngusik kehidupan mereka, jadi tenang aja."

Eh, Mba CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang