(17) Teman-teman Naja

162 28 0
                                    

Setelah mengantarkan Laura ke rumahnya dengan selamat, Naja pergi ke cafe untuk menemui sahabat-sahabatnya yang sedang berkumpul. Cowok itu langsung duduk di samping Biyan dan terlihat seperti orang yang mempunyai masalah sangat berat di dalam hidupnya.

Naja tidak seperti biasanya yang selalu menyapa teman-temannya dengan ramah atau sekedar menanyakan topik pembicaraan yang sempat ia tinggalkan sebelum datang ke tempat tongkrongan. Teman-temannya memperhatikan Naja dengan bingung, sesekali mereka saling pandang dan tidak ada yang bisa menjelaskan mengapa Naja melamun.

Bahkan Ajun tidak mengetahui apa yang dilakukan Naja saat cowok itu meminta izin kepada mereka untuk datang terlambat. Sedangkan Biyan, cowok pendiam itu sebenarnya tahu tetapi ia masih diam karena tidak ingin membeberkan masalah Naja. Walaupun mereka memang teman.

"Kenapa lo?" tanya Friska jengah.

Ketika di antara mereka melakukan kegiatan masing-masing seperti biasanya dan berusaha mengabaikan Naja, maka Friska tidak bisa seperti itu. Cewek itu perduli terhadap semua temannya. Meskipun Friska terkenal dingin dan tidak perduli terhadap sekitar, kalau masalah temannya itu lain cerita.

Naja diam. Ia tidak menjawab, masih melamun dan memikirkan berbagai pertanyaan yang muncul di dalam otaknya.

"Ja, lo kenapa?" tanya Friska lagi.

"Oh sorry, gue baik-baik aja," jawab Naja yang baru sadar saat Biyan menyenggol lengan kanannya.

"Nggak. Lo nggak baik-baik aja, cerita lah," ujar Pandu.

"Gue nyakitin Laura," jawab Naja singkat.

Cowok itu menunduk dan mengusap wajahnya kasar, bagaimanapun juga Laura adalah perempuan yang selalu hadir di dalam hidupnya. Walaupun Naja tidak menyukai cewek itu dan terkadang ia ingin sekali jauh-jauh. Sekarang Naja telah menyakiti hati seorang perempuan yang benar-benar tulus mencintai dirinya.

"Cerita Ja," pinta Olin.

"Gue maksa dia supaya nggak ngejar-ngejar gue lagi," ujar Naja. Ia tidak tahu harus memulai percakapan dari mana. 

"Terus dia gimana? Tetep gak mau?" tanya Olin.

"Katanya mau berusaha."

Hani menghela nafas lega, ia adalah salah satu orang yang tidak menyukai Laura. Ralat, tidak menyukai cara Laura untuk mendapatkan hati Naja.

"Ya bagus dong, kenapa muka lo kaya gitu? Takut kehilangan Laura?" tanya Hani.

"Taruhan, kalo besok matanya Laura bengkak. Naja harus traktir kita makan!" ujar Raden.

Naja menoleh. "Udah pasti bengkak, nggak mungkin dia nggak nangis."

"Gampang banget lo pada ngomong kaya gitu. Pake segala cara taruhan, lo nggak mikirin perasaan Laura gimana?!" tanya Olin ngegas.

Raden terlonjak kaget, pasalnya Olin duduk di sampingnya dan cewek itu sempat menunjuk wajah Raden dengan jarinya. Lagi dan lagi Naja menghela nafas, memang itu yang sedang ia pikirkan. Laura pasti sangat sakit hati dengan ucapannya tadi.

"Lo nggak liat Lin, muka Naja kaya gitu? Pasti dia lagi mikirin Laura lah," ujar Ajun membela sahabatnya.

"Sebenernya salah ceweknya juga, ngapain ngejar-ngejar kalau udah tau di tolak, 'kan?" tanya Falan. 

Pandu mengangguk setuju. "Yoi, setuju gue sama lo Lan." 

"Suruh siapa tebar pesona? Ya pantes cewek-cewek pada suka kalau gitu caranya," ujar Olin.

"Udah tebar pesona dan sialnya kalian ganteng lagi!" ujar Hani jujur.

Alsaki mengernyitkan dahinya. "Jadi salah kita punya muka kaya gini?"

Eh, Mba CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang