(43) Ketika Hujan

77 16 5
                                    

SELAMAT MEMBACA^-^

****

Ira tidak tahu harus berterimakasih atau justru memarahi Naja karena menggertak Kevin dan meminta cowok itu meminta maaf kepada Ira. Tadi saat bell istirahat berbunyi, Kevin sudah berada di kelas Ira dan mengucapkan kata maaf. Walaupun Ira sangat tahu, Kevin tidak benar-benar ingin meminta maaf dan menyadari kesalahannya sendiri. Ira tetap memaafkan cowok itu.

Sebenarnya, hati Ira juga tidak sebaik itu. Ia masih menyimpan rasa kesal kepada Kevin. Hanya saja ia tidak mau memperpanjang masalah dan mengingat-ingat kejadian kemarin. Ira harus bisa memaafkan. Walaupun harus berproses.

Sekarang Ira sedang makan di kantin bersama Mita, Friska, Olin dan Hani. Ira kira kakak kelasnya hanya makan di kantin ini satu hari atau paling lama tiga hari, sekarang mereka sering berkunjung ke kantin ini dan bergabung bersama Ira dan Mita. Tentu saja keduanya senang, karena ketiga kakak kelasnya itu termasuk orang yang baik dan asik.

"Kevin udah minta maaf?" tanya Friska.

"Udah, Kak. Disuruh sama kak Naja," jawab Ira.

Tadinya Mita sedikit kesal pada Ira karena cewek itu tidak bercerita apapun kepadanya. Namun, setelah mendengar cerita dari Ira dari awal sampai akhir. Mita jadi kesal kepada Kevin dan cewek bernama Sari. Apapun yang diceritakan Ira, Mita akan percaya. Karena Mita yakin, Ira tidak akan mengada-ada dan mengarang cerita. 

"Bagus lah, daripada tuh anak makin ngelunjak sama lo?" tanya Olin.

"Iya sih, cuma gue jadi gak enak aja sama Kevin. Padahal masalah kecil, kayanya gue yang terlalu baperan." Ira berkata sangat jujur. Ia sedang memikirkan tanggapan Kevin terhadap dirinya. Apalagi Naja yang sampai menyuruh Kevin untuk meminta maaf. 

"Nggak kok, emang mulutnya aja yang nggak pernah di sekolahin," ujar Olin.

"Terus kalau nggak di sekolahin, kenapa dia ada disini, Lin?" tanya Hani.

Olin berdecak. "Ya sekolah doang, otaknya nggak dipakai. Kalau dia bener-bener mau belajar pasti mulutnya bisa dijaga apalagi dia ngomong sama cewek."

"Sekolah cuma ngincer ijazah, biar keliatan punya ilmu. Padahal kalau punya ilmu setinggi apapun terus adab masih nol, ya percuma," lanjut Olin.

"Dengerin woy, jarang-jarang Olin ngomong begini," ujar Hani.

"Gue serius, gue nggak menganggap diri gue lebih baik dari si Kevin. Gue juga sama kaya dia, suka ngomong kasar. Tapi kalau sama orang asing terus nggak ada masalah, ya gue nggak akan setoxic itu sih," ujar Olin. 

Hani mengangguk. Menyetujui ucapan sahabatnya. Olin memang sering berucap kasar kepada Falan atau temannya yang lain karena kesal. Namun, jika bersama Ira dan Mita. Cewek itu jarang sekali mengucapkan kata kasar, entah terbawa suasana karena Ira dan Mita tidak pernah berkata kasar atau menahan diri. 

"Gue setuju sih sama omongan dia. Lo berdua nggak pernah dikasarin sama Olin, 'kan?" tanya Hani.

Reflek Ira dan Mita menggeleng dengan cepat. Olin tersenyum kecil lalu merangkul pundak Hani, dibalas pelukan erat dari cewek itu.

"Lo nggak mau pelukan sama kita berdua, Ka?" tanya Hani.

"Lo bau," jawab Friska bercanda.

Hani cemberut, ia melepaskan pelukannya terhadap Olin dan mendorong bahu Friska. Friska tertawa kecil. Ira dan Mita sebagai orang yang tidak pernah melihat Friska tertawa sedikit melongo, walaupun langsung menutup mulut karena takut Friska tersinggung dan tidak mau tertawa di depan mereka lagi. Friska sangat cantik, Ira saja langsung terpana melihat cewek itu tertawa. 

Eh, Mba CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang