(7) Mimisan

187 24 2
                                    

Pasang mata semua penghuni sekolah yang masih berkeliaran langsung tertuju kepada dua orang berbeda jenis kelamin yang berangkat bersama. Ira langsung mengumpat di dalam hati, ia sudah menduga hal ini akan terjadi ketika ia berangkat bersama Naja, orang yang populer di sekolah mereka. Tetapi wajah Naja seolah biasa saja, tidak ada yang harus di khawatirkan.

"Makasih ya, Kak," ujar Ira sambil turun saat Naja sudah parkir.

"Nanti pulang bareng gue lagi," jawab Naja.

"Nggak usah, Kak. Nggak mau repotin lo," ujar Ira.

"Kalo ditawarin sesuatu, lo langsung nurut itu susah banget?" tanya Naja.

Ira meneguk ludahnya kasar. Bukannya apa-apa, Ira tidak enak saja merepotkan Naja kalau harus antar-jemput. Padahal uang saku Ira masih cukup untuk pulang naik taxi atau setidaknya cewek itu bisa saja meminta pertolongan pada Mita untuk mengantar dirinya ke rumah.

"Bukan gitu, Kak. Gue gak mau repotin lo aja, tadi kan udah bilang. Terus lo masa gak denger kita jadi omongan orang-orang di sekolah?" ujar Ira.

Tidak tahu mempunyai keberanian lewat mana sehingga ia bisa mengutarakan isi hatinya kepada Naja. Ira tidak terlalu suka menjadi orang yang selalu diperhatikan gerak-geriknya oleh semua orang. Seolah dirinya tidak mempunyai privasi.

"Biarin aja," ujar Naja sambil melangkah pergi menuju kelasnya.

Sedangkan Ira masih berdiri di samping motor Naja sambil menjinjing helm yang tadi ia kenakan. Bingung menaruh dimana, kalau di motor Naja takutnya ada gimana-gimana. Daripada pusing memikirkan helm, Ira bawa saja helm itu ke kelas. Toh tidak ada yang melarang.

Saat di koridor, Ira langsung bergidik ngeri karena melihat tatapan siswi-siswi kepadanya. Sehingga Ira menatap dirinya sendiri dari atas ke bawah, tapi tidak ada yang salah. Atau karena Ira membawa helm? Atau mungkin karena mereka tahu bahwa Ira berangkat dengan Naja?

Ini baru Naja, kalau Most Wanted sekolah yang Ira bisa dapatkan. Bisa-bisa Ira di marahin sama fans fanatik mereka.

"Eh Mita," ujar Ira.

Mita mencibir. "Eh Mita. Udah bikin PR belum lo?"

"Emang ada PR?" tanya Ira langsung duduk dan menyimpan helm di bawah meja.

"Jangan pura-pura gak tau deh. Lo ngapain senyum-senyum gitu sama gue?" tanya Mita sambil menyipitkan matanya karena curiga dengan gelagat aneh Ira.

"Gue belum bikin PR nih. Boleh liat punya lo?" tanya Ira. Memberikan tatapan se menggemaskan mungkin di depan Mita.

"Nih, tapi jangan di kasih sama yang lain!" peringat Mita.

Ira menulis dengan cara cepat. Yang penting ada jawabannya, karena bell masuk sebentar lagi berbunyi dan kebetulan PR itu ada di jam pelajaran pertama. Duh kalau saja Mita tidak baik pada Ira, pasti cewek itu sudah ketakutan di tempat.

"Ngapain lo bawa helm ke kelas?" tanya Mita.

"Gue gak bawa motor, Mit."

"Terus lo bawa helm? Stres," ujar Mita.

Ira meletakan pulpennya sebentar dan menatap ke arah Mita dengan memberikan senyuman bahagia.

"Gue sih di anterin sama cogan tadi," ujar Ira.

"Siapa sih?" tanya Mita sedikit penasaran.

Ira berdehem. "Kak Naja, nanti gue ceritain awal mulanya ya," ujar Ira sedikit lirih karena Yuna sepertinya akan menghampiri meja Ira dan Mita.

Mita mengangguk mengerti lalu menatap Yuna yang berdiri di samping Ira. Karena Mita yang sedang duduk di pojok. Biasanya Ira yang harus duduk di pojok bagaimanapun caranya. Namun, karena Ira sekarang menyontek PR Mita, jadi Ira biarkan Mita duduk di pojok.

Eh, Mba CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang