20 | Putus (1)

52 9 0
                                    

Jangan lupa vote and comment yaa...

╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗
~ HAPPY READING ~
╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝



≪━─━─━─━─====== • ✠ • ======─━─━─━─━≫

Selesai salat, Ernita kembali menelepon Tanti.

"Halo, Tan!"

"Halo, Nit. Gimana? Udah sedikit tenang?"

"Alhamdulillah, iya."

"Alhamdulillah. Terus, sekarang kamu mau nggak, diajak putus?"

"Mau nggak mau, harus tetap mau, Tan. Karena ini menyangkut keselamatan orang tuaku. Emang, sih, kedengarannya nggak logis kalau orang awam ngedengerin itu. Mereka pasti nggak percaya. Tapi, beginilah adanya. Hukum Jawa ya kayak gini, aneh-aneh. Aku tuh nggak kuat, Tan, harus kayak gini. Semua terlalu cepat buat aku ngerasain ini."

"Nit, dulu waktu kecil, kamu sering bilang ke aku. Sekarang aku katakan ke kamu lagi. Apa yang terjadi di dunia ini, pasti ada hikmahnya. Kehilangan seseorang itu sudah pasti. Jika ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Kamu dulu bilang ke aku gitu, pas aku kehilangan orang tuaku. Sekarang, kamu cuma kehilangan dia dengan putus-bukan kehilangan untuk selamanya. Bayangin aku, Nit. Aku kehilangan orang tua dua-duanya untuk selama-lamanya, dan aku masih bisa berjuang dan bangkit hingga kini. Kamu harus ingat, kamu cuma kehilangan cowok, bukan orang tua. Itu pun kamu kehilangan cuma sementara, nggak selamanya. Jadi, harusnya kamu bisa lebih kuat daripada aku, Nit. Aku yakin kamu pasti kuat. Mungkin, sekarang kamu masih shock. Tapi, lama-kelamaan kamu pasti bisa melepas. Semua butuh proses. Semua hanya masalah waktu. Lambat laun, kamu pasti bisa ikhlas."

"Aku tau, Tan. Tapi, semua itu kayak serasa aneh gitu, kalau tiba-tiba putus. Kayak nggak logis gitu, lho. Aku tau alasan dia gitu, dan aku percaya. Tapi, kenapa harus berakhir secepat ini?"

"Nit, Allah tau yang terbaik buat kamu. Kenapa Allah membuat hubungan kamu baru berakhir sekarang? Mungkin, ini adalah jalan yang terbaik. Karena mungkin Allah tau, jika hubungan kamu akan berakhir masih lama lagi, mungkin kamu akan semakin sakit hati, karena cinta yang kamu tanamkan di hati sudah teramat dalam. Masih untung kisah cinta kamu berakhir hari ini. Daripada nanti kalau kamu sudah bener-bener sangat yakin dengan dia, kamu akan merasa lebih tersakiti. Pasti ada hikmah di balik ini semua."

"Aku tau, Tan. Tapi, apa hikmah di balik ini semua? Yang ada hanya menyayat hati, melukai hati, dan menusuk hati ... hiks."

"Nit, kamu dulu juga udah pernah bilang ke aku. Sekarang, aku lempar lagi kamu. Semua yang terjadi di dunia ini itu atas kehendak Allah. Semua pasti ada hikmahnya, ada pelajaran yang bisa diambil. Mungkin, emang gak sekarang kamu bisa tau hikmahnya apa. Tapi, kamu harus yakin, suatu saat jika Allah sudah menghendaki, kamu pasti akan tau apa hikmahnya. Kenapa kamu harus putus? Bisa jadi karena Allah telah mempersiapkan orang yang jauh lebih baik dari Mas Dito untuk kamu-dan bisa membuat kamu lebih bahagia dari yang pernah Mas Dito berikan."

"Tan, asal kamu tau, ya. Aku bisa dapet dan bisa kenal orang kaya Mas Dito itu rasanya kayak udah gak nyangka banget. Dulu aja, rasanya aku nyari orang kayak Mas Dito udah sulit banget, karena udah jarang ada orang sebaik dia. Mana mungkin aku bisa dapat yang lebih baik dari dia?"

"Nita sayang, kamu dulu udah bilang ke aku, kalau di atas langit masih ada langit lagi. Jadi, kalau ada orang sebaik Mas Dito, pasti masih ada yang jauh lebih baik. Ingat, ya, Nit. Dalam hubungan-kalau kamu kehilangan seseorang, suatu saat Allah pasti akan mengganti yang lebih baik daripada yang Allah ambil dari kamu. Mungkin, sekarang kamu bilang seperti nggak ada. Tapi, suatu saat kamu akan dapat yang lebih baik. Karena itu sudah merupakan janji dari Allah, dan janji Allah adalah pasti. Itu kata-kata kamu dulu, Nit. Apa kamu lupa? Dulu waktu aku jatuh karena kehilangan orang tua, kamu mati-matian menyakinkan aku, membuat aku kembali semangat menjalani hidup, dan bangkit lagi untuk melanjutkan hidup. Terus sekarang, kenapa kamu yang lupa sama kata-kata kamu sendiri."

"Maafin aku, Tan. Aku terlarut dalam emosi, sampai aku nggak bisa ngendaliin diri sendiri. Aku sekarang nggak tau harus gimana lagi."

"Tadi, kamu jawab apa ke dia?"

"Aku bilang kalau aku nggak bisa memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini lewat chat. Jadi, aku minta ke dia supaya dia main ke rumah aku, biar bisa terselesaikan secara langsung gitu."

"Terus, dia mau nggak?"

"Iya, dia mau. Insyaallah hari Minggu dia bakal ke rumah aku."

"Ya udah, kalau gitu, kamu tunggu hari Minggu."

"Iya, Tan, aku bakal nunggu hari itu."

"Semangat ya, Nit. Aku yakin kamu pasti kuat."

"Iya, Tan, makasih, ya."

"Iya, sama-sama."

Setelah itu, telepon pun berakhir

***

Hari Minggu telah tiba. Saat bangun tidur, Ernita membuka matanya lebar. Ia masih tak menyangka jika hari ini akan menjadi pertemuan terakhirnya. Kemudian, ia mengirimkan pesan pada Dito-guna menanyakan apakah ia akan pergi ke rumahnya hari ini ... dan ternyata, hari itu Dito tidak bisa ke rumahnya, karena ia mengatakan bahwa omnya mengajaknya untuk keluar. Sehingga, tidak bisa pergi ke rumah Ernita.

Ernita pun mengiyakan. Kemudian, Ernita meminta Dito untuk datang hari Senin.

Pada hari Senin, Dito tetap tidak bisa pergi ke rumah Ernita karena ada pekerjaan di rumahnya. Sehingga, ia menundanya lagi.

Kini, Ernita merasa seolah hubungannya menjadi digantung, karena tak kunjung mendapatkan kepastian yang jelas dari Dito.

Akhirnya, besok pada hari Selasa, sehabis asar Dito pergi ke rumah Ernita. Itu pun Dito tak lama di rumah Ernita, karena ia mengatakan bahwa ia sedang ada pekerjaan di rumah. Ia menyisihkan waktu ke rumah Ernita sebentar untuk menyelesaikan masalahnya.

Sesampainya di rumah Ernita, Ernita hendak membuatkan Dito minum. Namun, Dito menolaknya dengan alasan terburu-buru. Ernita pun menurut. Ia langsung duduk di samping Dito.

Ia menatap Dito sesaat. Dito menunduk dengan wajah yang sedih. Kemudian, Ernita turut mengalihkan pandangan dan ikut menunduk serta bersedih.

Yang mereka rasakan saat itu adalah ... hubungan mereka diambang kehancuran. Suasananya sangat memilukan. Mereka terpaksa harus mengorbankan perasaan mereka karena suatu alasan yang mungkin terdengar sedikit tidak masuk akal. Namun, inilah faktanya.

Setelah terdiam, akhirnya, Dito mulai membuka suara.

"Maaf, ya, aku ke sini nggak bisa lama. Karena di rumah ada pekerjaan yang harus cepat aku selesaikan. Aku ke sini untuk menyelesaikan masalah kita."

Ernita menghela napas panjang. Kemudian, mengembuskannya dengan perlahan.

"Apakah tidak ada cara lain untuk menyelamatkan hubungan ini? Seenggaknya, hubungan kita masih tetap lanjut, dan orang tuaku selamat. Aku rela ngelakuin apa pun. Kalaupun darahku harus diambil ataupun aku harus berkorban apa pun, aku siap. Asalkan, itu bisa menyelamatkan hubungan ini dan juga nyawa orang tuaku."

"Enggak ada, yang. Bahkan, aku udah nyoba semua cara. Aku udah menawarkan darahku, kesehatan aku, dan yang lainnya. Tapi, tetap tidak bisa. Semua cara udah aku coba, tapi, hasilnya semua nihil."

Deg!

Jantung Ernita seolah benar-benar seperti berhenti berdetak. Apakah ini memang jalan satu-satunya?

╔═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╗
• • B E R S A M B U N G • •
╚═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╝

Sampai di sini dulu yaa...
Gimana ceritanya? Bagus nggak? Kalau bagus, jangan lupa untuk vote, comment, and share yaa.... Karena itu gratis.
See you next part😍...

Salam,
Eryun Nita

My Best Friends [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang