Jangan lupa vote and comment yaa...
╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗
~ HAPPY READING ~
╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝
•
•
•
≪━─━─━─━─====== • ✠ • ======─━─━─━─━≫~Kehilangan mengajarkan kita arti sebuah mengikhlaskan.~
Selepas permasalahan Tanti dan Ernita bersama Fifi, mereka berdua kembali menjalani hari-hari mereka seperti biasa. Hingga tak terasa mereka telah kelas empat SD. Bapak Tanti kadang kambuh kadang sembuh. Begitulah setiap harinya, hingga suatu ketika ada kabar yang memekakan telinga Ernita.
Malam hari pukul 23.30, terdengar ada suara orang mengetuk pintu rumah Ernita. Saat itu, Ernita sudah tertidur. Namun, ibunya belum tidur. Ibunya pun membukakan pintu.
Ernita menjadi terbangun dari tidurnya karena mendengar suara pintu terbuka.
Loh, kok ibu buka pintu tengah malam, sih? Siapa, sih, yang datang ke rumah malam-malam? batin Ernita dengan ekspresi masih mengantuk sekali.
Kemudian ia sama-sama mendengar ibunya tengah berbicara dengan suara seorang pria. Ernita pun mengupingnya dari kamarnya.
"Ada apa, Mas, malam-malam ke rumah?"
"Itu, Mbak, ada kabar duka."
Kenapa aku tidak asing dengan suaranya? Seperti suara tetangga, batin Ernita. Ia hafal betul bahwa tersebut adalah suara tetangganya.
Tapi, kenapa? Ada kabar berduka apa? otak Ernita dipenuhi tanda tanya.
"Kabar duka apa, Mas?"
"Mbak Siti meninggal dunia."
"Apa? Innalilahi wainnailaihi rojiun ... kapan, Mas?" Nia begitu terkejut mendengar kabar tersebut
"Beberapa jam yang lalu, Mbak."
"Meninggalnya di rumah, apa di rumah sakit?"
"Di rumah sakit, Mbak, dan akan dimakamkan besok."
"Ya udah, besok saya akan takziah ke sana. Terima kasih, ya, Mas, kabarnya."
"Iya, sama-sama. Saya pulang dulu, ya, Mbak."
"Iya, Mas."
Orang tersebut pun pulang. Kemudian ibu Ernita menutup pintu dan masuk ke dalam rumah.
Deg!
Jantung Ernita seakan berhenti berdetak. Bagaimana tidak? Ia seperti menyangka mendengar kabar ini. Siti—ibu dari sahabatnya meninggal dunia. Selama ini, Siti begitu baik terhadap keluarganya. Dengan Ernita pun juga sering memberinya sesuatu jika mereka memiliki rezeki lebih. Tapi kini, Siti telah meninggal dunia. Ernita tidak bisa membayangkan bagaimana nasib Tanti sekarang. Bagaimana keadaan dia? Ernita diam terpaku, seakan tubuhnya tak bisa bergerak.
Sesaat kemudian, ia berusaha bangun dari tempat tidur. Ia hendak menemui ibunya untuk memastikan kabar tadi benar tidaknya. Ia berharap semoga kabar tadi hanyalah mimpi belaka yang ia dengar saat setengah tidur.
"Bu, tadi suara siapa? Kenapa malam-malam ke sini?"
"Tante Siti meninggal dunia, Nit."
"Ya Allah, apa?! Innalilahi wainnailaihi roji'un, kapan, Bu?"
"Beberapa jam yang lalu. Tadi Om Gito datang ke rumah buat ngasih kabar itu."
"Terus, gimana nasib Tanti, ya? Dia 'kan, masih kecil. Masak harus kehilangan ibunya secepat ini? Bagaimana keadaan dia? Kasihan Tanti."
"Iya, sama, Ibu juga kasihan. Besok, ibu mau takziah, kamu harus takziah juga, ya."
"Insyaallah, Bu, besok sekalian aku sama temen-temen kelas."
"Sudah, sekarang kamu tidur lagi, ini masih malam."
"Iya, Bu."
Setelah itu, Ernita kembali tidur. Tapi, ia gelisah memikirkan keadaan Tanti saat itu.
***
Pagi hari, suasana desa Sumbertempur begitu heboh dengan kabar berduka itu. Bagaimana tidak? Kemarin siang Siti terlihat masih beraktivitas normal di rumahnya. Ia juga pergi ke kebun. Tapi, bagaimana mungkin malam hari ia telah tiada. Ya ... itulah kematian. Tidak ada yang tahu kapan akan datang menjemput.
Begitupun di sekolah Ernita juga gempar oleh kabar tersebut. Ernita serasa lemas. Tanti tidak masuk sekolah. Ernita bisa membayangkan bagaimana keadaan Tanti sekarang. Mungkin, ia sedang menangis tersedu-sedu tak henti-hentinya karena kehilangan orang yang sangat ia sayangi di hidupnya.
Tak lama kemudian, Ernita dengan teman sekelasnya pun takziah ke rumah Tanti bersama dengan para guru, diikuti juga oleh beberapa kakak kelasnya dan juga adik kelasnya.
Saat tiba di rumah Tanti, keadaan di rumahnya sangat penuh oleh orang-orang yang takziah juga. Rumahnya sangat padat. Kemudian, Ernita bersama beberapa temannya masuk ke dalam rumah Tanti untuk melihat keadaan Tanti.
Ernita begitu iba melihat keadaan Tanti saat itu. Ia hanya bisa menangisi ibunya yang ada di depannya sekarang. Di sampingnya ada budenya yang biasa ia memanggilnya Mak As—kakak dari ibunya, untuk menenangkan Tanti.
Air mata Tanti jatuh tak pernah surut dari matanya. Matanya sembab sekali. Ia begitu kehilangan orang yang sangat ia sayangi. Ernita begitu mengerti apa yang dirasakan sahabatnya saat itu. Tanti berharap, semua ini hanyalah mimpi belaka, dan ia segera bangun dari tidurnya. Namum, ternyata semua ini benar adanya. Ini nyata, ini fakta. Tanti tak bisa mengubah keadaan, ia hanya bisa menjalaninya saja.
Ingin rasanya Ernita mendekat pada Tanti untuk menenangkannya dan menghiburnya. Namun, keadaan saat itu tidak memungkinkan. Situasinya sangatlah rumit. Ernita hanya bisa melihat Tanti dari kejauhan saja. Dalam hatinya berusaha berdoa supaya Tanti bisa ikhlas.
Tanti, kamu yang ikhlas, ya. Ini ujian buat kamu. Kamu pasti kuat. Kamu masih punya bapak sama kakak kamu. Aku juga akan selalu ada buat kamu. Kalau kamu perlu bantuan, tinggal bilang aja. Aku nggak nyangka kalau ibu kamu akan pergi secepat ini. Padahal, kemarin baru saja aku bertemu dengan ibu kamu. Ternyata, kemarin adalah pertemuan terakhir. Aku kaget mendengar kabar ini. Tanti, aku bisa mengerti kesedihan kamu sekarang. Kamu kehilangan orang yang sangat kamu sayangi di dunia ini, dan kamu tak 'kan bisa kembali bersamanya di dunia ini. Kehilangan mengajarkan kita tentang keikhlasan. Kamu pasti kuat menjalani semua ini. Aku akan selalu ada untuk kamu, sahabatku, batin Ernita dari kejauhan sambil menatap Tanti yang sedang menangis dan juga menatap jenazah ibu Tanti.
Tak lama kemudian, para guru mengajak sama siswa untuk kembali ke sekolah untuk melangsungkan pelajaran.
╔═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╗
• • B E R S A M B U N G • •
╚═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╝See you next part😍 ....
KAMU SEDANG MEMBACA
My Best Friends [End]
Dla nastolatkówSahabat itu datang saat dibutuhkan, bukan datang hanya saat membutuhkan saja. *** Apa yang terlintas di benak kalian, jika mendengar kata teman dan sahabat? Sepintas terlihat sama, bukan? Padahal, k...