Jangan lupa vote and comment yaa...
╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗
~ HAPPY READING ~
╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝
•
•
•
≪━─━─━─━─====== • ✠ • ======─━─━─━─━≫Dua minggu kemudian, saat Ernita tengah duduk di koridor kelas sendirian, Martha pun menyusul dan duduk di samping kiri Ernita. Menyadari kehadiran Martha di sebelahnya, membuat Ernita menjadi mengalihkan pandangan.
“Sendirian aja?” tanya Martha basa-basi.
“Iya,” jawab Ernita sambil mengangguk.
“Emangnya, geng Yuri ke mana?”
“Biasa ... mereka ke tempat parkiran buat nongkrong. Gua males ikut, makanya, duduk di sini sendirian.”
“Oh, gitu?”
Ernita mengangguk.
“Oh ya, btw, gimana hubungan kamu sama mas Dito?”
Ernita menghela napas panjang. “Udah putus.”
“Apa?! Putus?! Serius kamu?!”
Ernita tersenyum. “Iyalah, ngapain gua bohong?”
“Sejak kapan putus? Kok bisa putus? Ada masalah apa?”
“Udah sejak dua minggu yang lalu, sih. Masalahnya tuh kayak bersangkutan sama hukum Jawa gitu, kata dia.”
“Eh, bentar, Er. Itu geng Yuri udah selesai nongkrong. Mereka lagi berjalan ke sini. Nanti kamu ke rumah aku aja, oke? Kayak biasanya, kita cerita kayak dulu lagi.”
“Oke. Ntar habis pulang sekolah, gua langsung ke rumah lu.”
Setelah itu, mereka berdua masuk ke dalam kelas agar tak diketahui oleh geng Yuri.
***
Di rumah Martha, Martha pun bertanya pada Ernita, bagaimana hubungannya bisa putus.
“Jadi, itu gimana kok bisa putus? Coba jelasin pelan-pelan.”
“Jadi, hari Jumat sore tuh gua baru pulang sekolah. Gua masih pakai seragam, langsung ambil ponsel dan ngehidupin data seluler. Tahu-tahunya udah ada spam chat dari Mas Dito. Gua buka itu isinya panjang-panjang banget. Pas gua baca, gua langsung nangis. Intinya, dia tuh ngajak gua mengakhiri hubungan ini. Hubungan ini udah nggak bisa dilanjutin lagi karena berhubungan sama aturan Jawa. Kata dia, kalau hubungan ini dilanjutkan, akan ada pertumpahan dari orang tua gua. 'Kan, dia tuh anak indigo, dia bisa punya firasat terlebih dahulu kalau akan terjadi sesuatu yang baik atau buruk di masa mendatang—dan besar kemungkinan terjadi. Dia bisa ngerasain, makanya dia bilang ke gua. Nih, gua masih ada bukti chat dari dia. Lu bisa baca semua,” ucap Ernita sambil menyodorkan ponselnya.
Setelah Martha selesai membaca semua chat dari Dito, ia kembali berkata, “Yakin, cuma gara-gara masalah itu doang? Gak ada faktor lain kayak orang ketiga, gitu?”
“Setahu gua, gak ada. Ya emang, sih. Beberapa hari atau minggu yang lalu sebelum gua putus itu, hubungan gua sama dia kayak diterpa masalah mulu. Sani—mantan dia yang ada di Bandung itu datang lagi ke sini. Dia nemuin Mas Dito, ngejar-ngejar Mas Dito lagi. Intinya, Sani minta balikan. Dia juga sering ke rumah Mas Dito sambil bawain makanan kesukaan Mas Dito. Terus, Sani nyuruh sopirnya pulang, biar nanti pas dia pulang, bisa diantar Mas Dito. Daripada Sani di rumah Mas Dito gak ada yang nganter pulang, akhirnya, mau gak mau Mas Dito harus nganterin dia pulang ke Banyumas di Malang. Sebelum pulang, dia sering ngajak Mas Dito mampir ke alun-alun, ke taman, terus ke indomaret beli snack, gitulah intinya. Hancur hati gua tau semua itu. Gua jelas cemburulah. Belum lagi kabarnya Ifa—anak pondok. Intinya, dia juga suka sama Mas Dito. Ada lagi Alfa, dia kakak kelas gua—satu sekolahan sama Mas Dito, tapi beda kelas. Dia juga suka sama Mas Dito. Malahan dia mau nungguin sampai gua putus katanya. Gila gak, sih?! Tapi, semua itu sama Mas Dito ditolak mentah-mentah. Ehh dua minggu yang lalu dia bilang malah akan ada masalah yang lebih serius—yang mengharuskan hubungan gua berakhir.”
“Oalah ... gitu, ya? Terus, itu siapa yang mutusin? Secara langsung apa gimana?”
“Awalnya, ya kalau setahu gua, sih, kayak dia yang mutusin. Karena dia yang pertama ngomong duluan kalau hubungan ini harus berakhir. Terus, karena gua gak mau nyelesaiin ini semua lewat chat, akhirnya, gua nyuruh dia kalau ada waktu luang ke rumah gua buat nyelesaiin masalah ini. Terus, hari Selasa—empat hari setelah dia bilang gitu dia ke rumah gua. Lalu, kami selesain bareng-bareng gitu. Ya ... gua mau gak mau harus terima keputusan ini. Karena ini juga yang terbaik buat gua, buat dia, dan buat keluarga gua juga.” Ernita menunduk sedih.
“Jadi intinya, dia mutusin kamu cuma karena masalah hukum Jawa itu?”
“Iya gitu. Padahal, gua masih sayang banget sama dia. Makannya, gua rasanya kayak gak ikhlas kehilangan dia,” ucap Ernita kembali menangis.
“Gua masih gak nyangka. Lu bisa bayangin gua sama dia udah setahun lebih. Semua kami jalanin bareng-bareng, suka duka bareng. Banyak masalah udah kami lalui bersama, dan semua berhasil kami selesaiin. Orang tua gua bisa nerima dia, orang tua dia juga bisa nerima gua. Bahkan, gua udah kenal deket sama keluarganya. Dia juga udah deket sama keluarga gua. Cinta gua tuh udah semakin dalam sama dia, masak tiba-tiba dia ngajak putus ... hiks ... hiks ....”
“Sabar, Er. Aku ngerti gimana rasanya. Kamu yang sabar, ya. Aku yakin, kamu nanti pasti bakal dapat yang lebih baik dari dia,” ucap Martha sambil menenangkan Ernita.
“Tha, asal lu tau, ya. Gua bisa dapet dan bisa kenal orang kayak Mas Dito itu rasanya kayak udah gak nyangka banget. Dulu aja, rasanya gua nyari orang kayak Mas Dito udah sulit banget, karena udah jarang ada orang sebaik dia. Mana mungkin gua bisa dapat yang lebih baik dari dia?”
“Er, ingat baik-baik, ya. Kalau kamu kehilangan seseorang, suatu saat kamu akan dapat pengganti yang jauh lebih baik. Kamu harus ingat itu.”
“Iya, gua ngerti. Bahkan, Mas Dito juga bilang gitu. Katanya, suatu saat akan ada orang yang hadir di kehidupan gua. Dia yang akan mengobati luka hati gua. Tapi, dia gak bisa ngasih tau siapa namanya, anak mana dan gimana gua kenal. Kata dia, itu adalah pasti, dan biar waktu yang menjawab.”
╔═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╗
• • B E R S A M B U N G • •
╚═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╝Sampai di sini dulu yaa...
Gimana ceritanya? Bagus nggak? Kalau bagus, jangan lupa untuk vote, comment, and share yaa.... Karena itu gratis.
See you next part😍...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Best Friends [End]
Teen FictionSahabat itu datang saat dibutuhkan, bukan datang hanya saat membutuhkan saja. *** Apa yang terlintas di benak kalian, jika mendengar kata teman dan sahabat? Sepintas terlihat sama, bukan? Padahal, k...