Jangan lupa vote and comment yaa...
╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗
~ HAPPY READING ~
╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝
•
•
•
≪━─━─━─━─====== • ✠ • ======─━─━─━─━≫Tak terasa tahun baru telah tiba. Dito mengajak Ernita untuk berjalan-jalan ke kota Malang. Mereka pergi ke Alun-Alun Malang.
Di Alun-Alun Malang, mereka menghabiskan waktu sangat lama sekali. Mereka berkeliling alun-alun sambil mengobrol, membuat vlog, berfoto bersama, membeli minum bersama, dan duduk bersama menikmati indahnya taman di Alun-Alun kota Malang—terutama air mancur, yang merupakan spot utama para pengunjung.
Setelah pulang dari Alun-Alun Malang, Dito mengajak Ernita untuk mampir ke Stadion Kanjuruhan di Kepanjen—yang sangat terkenal. Di sana, Dito mengajak Ernita untuk berkeliling sebentar. Kemudian berhenti, dan mengajaknya makan sambil menikmati pemandangan di Kanjuruhan pada waktu itu. Meskipun siang hari, namun, suasananya sangat ramai sekali—karena memang tahun baru.
Sepulang dari Stadion Kanjuruhan, Dito mengajak Ernita untuk mampir ke Taman Puspa. Di sana, mereka hanya berfoto-foto saja. Karena cuacanya juga mendung. Sehingga, mereka tak mungkin berlama-lama di Taman Puspa.
Tak lama kemudian, mereka pun pulang.
Sesampainya di rumah, jam masih menunjukkan pukul dua siang. Itulah Dito, ia tak ingin berlama-lama jika pergi. Meskipun itu hari libur, bagi Dito, tidak harus menghabiskan waktu seharian penuh.
Karena menurutnya, asalkan sudah puas, lebih baik pulang. Ia pun juga tidak mau dicap jelek oleh orang tua Ernita. Sehingga, jika ia pulang lebih awal, maka orang tua Ernita pun juga akan tetap percaya padanya.
Orang tua Ernita sudah sangat percaya pada Dito, bahwa ia bisa menjaga Ernita dengan baik. Sehingga, jika Dito mengajak pergi Ernita, ia selalu berpamitan dulu kepada kedua orang tua Ernita. Orang tua Ernita pun juga selalu mengizinkannya.
***
Sudah delapan bulan Dito dan Ernita menjalankan hubungan. Suatu hari, Ernita teringat akan Martha.
Tha, gua kangen sama lu. Selama ini, selama gua pacaran sama Mas Dito, gua udah gak pernah sama sekali berkomunikasi sama lu. Kita juga gak dekat kayak dulu lagi. Apa lu gak kangen gua? Gua jadi pengen keluar bareng lu. Gua rindu di mana saat-saat kita saling curhat, saling ketawa bareng, konyol bareng, ngapa-ngapain bareng, gua rindu semua itu. Meskipun sekarang gua udah punya pacar, tetap aja, sahabat itu gak bisa gua lupain. Lu udah baik banget sama gua, batin Ernita.
Di lain tempat yang berbeda di waktu yang sama, Martha pun memikirkan hal yang sama.
Er, aku rindu sama kamu. Selama kamu pacaran, kita jadi jarang sekali ngobrol. Bahkan, kita nggak pernah keluar sama sekali. Aku tau, kamu udah punya pacar. Makanya, aku nggak mau ganggu. Tapi, apa salahnya kalau kita coba keluar sesekali aja untuk melepas rindu? Kita, 'kan, sahabat. Nggak mungkin kalau kita terpisah hanya karena pacar kamu aja. Besok adalah hari Minggu. Apa aku coba ngajak kamu aja, ya, untuk keluar? Semoga kamu bisa, Er.
Kemudian, Martha segera mengambil ponselnya yang terletak di meja kamarnya, dan menelepon Ernita.
Dundindung dundindung!
Ponsel Ernita bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Dengan segera Ernita melihat ke arah ponselnya. Ia melihat nama Martha tertera di layar ponselnya.
“Hah? Martha telepon? Ngapain dia? Apa dia ngerti kalau gua lagi mikirin dia, ya? Ya udah deh, gua angkat aja.”
“Halo, Tha? Kenapa tiba-tiba telepon?”
“Nggak ada, sih, kangen aja. Emang, lu gak kangen apa, sama gua?”
Itulah Martha, terkadang ia memanggil dengan aku kamu, kadang juga lu gua, tergantung situasi. Jika mereka tengah curhat dan terdengar serius, Martha menggunakan aku kamu. Tapi, jika tengah bercanda ataupun dalam hal yang tidak terlalu serius, ia menggunakan panggilan lu gua untuk keakraban.
“Ya elah, masalah itu jangan ditanya lagi. Gua ya udah pasti kangen sama lu. Bayangin aja, udah lama kita gak pernah keluar bareng. Padahal, dulu aja setiap minggu kita keluar. Sekarang? Udah delapan bulan lamanya, sekali aja keluar kita gak pernah.”
“Itu karena lu terlalu sibuk sama do'i lu sendiri, sampai lupa sama gua.”
“Hmm ya sorry, gua minta maaf. Hanya karena gua punya pacar, bukan berarti gua lupa sama lu. Cuma ... lu juga tau sendiri posisi gua gimana. Gua setiap hari libur juga pergi sama dia. Dia pun ke rumah gua. Masak kalau dia ke rumah gua, mau gua usir? Ya kesannya kayak gimana gitu. Apalagi, lu juga sekarang udah punya pacar sendiri. 'Kan, gak mungkin juga gua mau ganggu lu.”
“Iya-iya, Er, gua paham kok. Gua juga bercanda doang. Btw, lu besok ada job, gak? Maksudnya, lu free, gak, besok?”
“Besok gue free, karena Mas Dito juga bilang kalau gak ke sini. Dia juga gak bilang kalau mau ngajak jalan. So, gua tetap di rumah.”
“Gua mau ngajak lu keluar maen. Gua tuh kangen kita kehujanan bareng, dan kangen semua pas bareng sama lu. Gimana? Bisa gak? Gua jemput deh, besok pakai motor gua. Gimana?”
“Wahh ... sebenernya, sih, gua mau-mau aja. Cuma, gua harus izin sama Mas Dito. Karena apa pun yang gua lakuin dan gua mau ngapain, sekarang, gua harus izin dia dulu.”
“Iya, gua paham, kok. Ya udah, lu tanya dulu aja ke dia. Kalau misalnya boleh, langsung hubungin gua, ya? Oke?”
“Oke siap!”
Telepon pun berakhir.
Setelah itu, Ernita menelepon Dito.
“Assalamualaikum, yang.”
“Wa'alaikumussalam. Kenapa tiba-tiba telepon nggak bilang dulu?”
“Gak papa, kangen aja,” jawab Ernita sambil basa-basi.
“Oh, iya, aku mau minta izin.”
“Izin apa?”
“Mmm besok, aku mau keluar sama Martha. Kami 'kan, sahabatan. Udah lama nggak keluar bareng. Jadi, ya ... sama-sama rindu gitu. Lagian, dia juga teman curhat aku. Dia baik banget sama aku. Boleh nggak, aku pergi keluar sama dia?”
Namun, tak ada jawaban dari Dito. Padahal, telepon masih terhubung.
Sesaat kemudian, terdengar Dito mulai membuka suara kembali.
“Yang, kamu tau nggak, sekarang posisi kamu kayak gimana? Kamu sekarang udah punya pacar ... dan seharusnya, kamu lebih mentingin aku, bukan sahabat kamu. Masak iya, kamu nggak keluar sama aku—tapi, kamu malah keluar sama sahabat kamu? Kamu lebih mentingin aku apa sahabat kamu?”
“Maksud aku bukan gitu, yang. Aku tuh cuma pengen ngeluangin waktu sebentar aja buat dia. Kita aja sering keluar bareng. Sedangkan aku sama dia, udah delapan bulan nggak pernah keluar sama sekali. Tentu aja aku rindu sama dia. Lagipun, aku sama dia juga nggak bakal aneh-aneh, kok. Cuma keluar aja, nggak sampai genit ke cowok-cowok lain. Kamu tentang aja, aku nggak bakal nakal, kok.”
╔═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╗
• • B E R S A M B U N G • •
╚═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╝Sampai di sini dulu yaa...
Gimana ceritanya? Bagus nggak? Kalau bagus, jangan lupa untuk vote, comment, and share yaa.... Karena itu gratis.
See you next part😍...Salam,
Eryun Nita
KAMU SEDANG MEMBACA
My Best Friends [End]
Roman pour AdolescentsSahabat itu datang saat dibutuhkan, bukan datang hanya saat membutuhkan saja. *** Apa yang terlintas di benak kalian, jika mendengar kata teman dan sahabat? Sepintas terlihat sama, bukan? Padahal, k...