Bab 27

243 35 4
                                    

"Alea meninggal delapan tahun lalu?" Bulan berbicara dengan bibir bergetar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Alea meninggal delapan tahun lalu?" Bulan berbicara dengan bibir bergetar.

Sunyi, suara kelelawar mengisi keheningan. Kenzi tidak berani menoleh kemanapun.

"Dan dia ka..."

Blam

"AAAAAaaaaaaa."

Pintu gudang tertutup. Padahal, tidak ada angin yang berhembus. Shezan, Bulan, dan Kenzi bahkan masih berdiri tegang.

"Ha-nt-u."

Shezan melangkah mundur. Jari telunjuknya menunjuk sudut ruangan.

Kenzi dan Bulan serentak menoleh pelan.

"AAAAAaaaaaaa."

Mereka teriak, di sudut ruangan itu. Ada makhluk dengan wajah hancur. Tubuh terbalut kain putih penuh darah.

Hantu itu menunjukkan giginya. Giginya yang tak beraturan dengan darah menetes dari sana. Hantu itu berjalan mendekati mereka.

Mereka lari. Wajah ketiganya pucat pasi. Lari terus melewati lorong ke lorong.

Ketiganya baru berhenti saat sudah di luar gerbang. Nafas mereka terengah-engah.

"Gue antar." Lagi-lagi Bulan tersentak kaget, penyebabnya ialah Elzan.

"Jangan Bulan, bukan muhrim!" Shezan berbisik di telinga Bulan.

Bulan tak menghiraukan Shezan. Ia menaiki boncengan motor besar Elzan.

Bulan melihat teman-temannya, jarinya ia bentuk seperti telepon, menaruhnya di dekat telinga.

Motor Elzan melaju, membelah jalanan Jakarta di jam sepuluh malam. Bulan berpegangan pada jaket Elzan. Meski, laki-laki itu sengaja mengegas tiba-tiba, tangan Bulan tetap di posisinya.

Hanya butuh sepuluh menit untuk sampai dengan kecepatan se-tinggi itu.

"Apa niat lo?" Bulan bertanya, tepat saat ia turun dari motor.

"Apa?" Elzan menaikkan sebelah alisnya.

Bulan menghela nafas panjang. Menyalakan gawainya. Menunjukkannya kepada Elzan.

Elzan terkejut, namun masih bisa mengontrol ekspresinya. Di layar kecil itu, terlihat dirinya sedang memberikan uang pada supir taxsi dan penjual di kantin.

Bulan kembali menatap gawainya. Mengotak-atik kotak itu. Sampai rekaman suara terdengar.

"Apa saja bu?"

"Cuman bakso saja, tapi dia juga pesan nasi goreng dan siomay."

"Aden pacarnya yah?"

"Bukan bu."

"Kenapa? Neng tadi cantik loh, siapa namanya?"

"Bulan."

Clik

Suara yang keluar dari gawai Bulan mati. Elzan terkejut untuk kedua kalinya. Itu suaranya semasa membayar makanan Bulan di kantin.

Bulan tersenyum miring. Untung Shezan lupa membawa permen lollipopnya, jika tidak ia takkan kembali ke kantin dan memergoki Elzan.

"Taruhan. Action figur," ucap Elzan dengan nada datar.

"Hidup gue udah susah jangan nambah-nambahin!" Bulan berbalik, ia melangkah pergi.

Namun, baru beberapa langkah berjalan. Bulan menatap Elzan kembali.

"Sampai kapanpun lo berusaha dapetin gue, semua itu akan percuma. Gue, udah enggak punya hati." Kali ini Bulan benar-benar berjalan menjauh.

Entah mengapa, dada Elzan terasa sakit. Baru kali ini ia merasa ingin benar-benar memiliki. Ya, dia harus memiliki Bulan.

Bulan memasuki rumahnya. Pintu besar itu terbuka, karena kunci cadangan ada di tangannya.

Bulan sudah tak peduli lagi jika wanita itu memergokinya. Ia malah ingin dihajar, jika bisa sampai nyawanya menghilang.

Wanita itu, berdiri di atas tangga. Menatapnya datar. Bukannya menjauh, Bulan berjalan mendekat.

Saat hampir sejajar, wanita itu berjalan mendekatinya. Sepatu high heels itu menciptakan bunyi.

Bulan menghentikan langkahnya. Matanya terus menatap wanita itu. Sama, wanita itu juga menatapnya sambil tersenyum miring.

Pikiran negatifnya salah. Wanita itu hanya berjalan melewatinya. Tentu saja Bulan terkejut, tak menyangka.

Bulan penat, ia tak mau memikirkan hal itu. Yang ia mau hanyalah beristirahat.

...

Bugh

Tinjuan Kenzi terasa sakit di pipi Bulan. Bulan tak ingin diam saja, ia memukul rahang Kenzi.

Bulan menghindar, menggerakkan tubuhnya ke samping agar tendangan Kenzi tak mengenai dirinya.

"Apa yang kalian lakukan?" Mereka mendengar, namun tak menghiraukan.

Pak satpam berusaha memisahkan mereka. Namun, malah dirinya yang terkena pukulan. Bahkan, saat tak sengaja pukulan Bulan mengenai rahang satpam itu, mereka masih tetap mempertahankan pertengkarannya.

"Masuk, masuk, datang ke lapangan basket indoor! Cepat!" Pak satpam berbicara dengan satpam lain lewat walkie talkie.

"Lo kan yang ambil bakso gue?" Kenzi berteriak.

Satpam itu terkejut, "Saya dipukul cuma gara-gara bakso?" Gumamnya.

"Jangan asal nuduh lo! Lo kan yang rebut gebetan gue. Sahabat macam apa lo?" Bulan memukul rahang Kenzi lagi.

"Idih, ogah. Gebetan lo bukan Kim seokjin." Kenzi menendang perut Bulan.

"Ingat! Beda agama."

"Shit."

Satpam bertubuh besar datang. Bulan dan Kenzi masih beradu jotos. Satpam besar itu berdiri di antara Bulan dan Kenzi.

Dengan tangan besarnya. Pria paruh baya itu menarik kerah seragam keduanya. Menyeret mereka, membawanya ke ruang bk.

"Bulan, kamu kenapa sih? Akhir-akhir ini kamu sering membolos. Nilai juga turun drastis." Bu Rahma memandang Bulan. Mereka telah sampai di ruang bk.

Bulan hanya menggeleng menanggapi, "Apa gara-gara kamu ganti teman?" Bu Rahma kembali berucap.

Bulan menatap bu Rahma dengan pandangan sulit diartikan, "Mereka tidak ada hubungannya dengan itu."

"Baiklah, kalian dihukum membersihkan semua toilet, entah laki-laki maupun perempuan!"

Bulan dan Kenzi mengangguk. Mereka berdiri, berjalan keluar ruangan itu.

Kala hendak melewati pintu, alat yang terpasang di telinga Kenzi berbunyi.

"Clear!"

Mereka saling menatap, Kenzi mengangguk. Dibalas Bulan dengan hal yang sama.

 Dibalas Bulan dengan hal yang sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Massa (TAMAT)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang