Bab 40

434 34 4
                                        

Pagi hari Bulan duduk di salah satu kursi yang ada di taman kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi hari Bulan duduk di salah satu kursi yang ada di taman kota. Di tangannya terdapat secontong es krim.

Mungkin orang-orang tidak ada yang tahu siapa dirinya. Sebab, topi hitam menutupi sebagian wajahnya. Nyatanya, Bulan salah. Seseorang yang memakai masker hitam menghampirinya. Bulan pernah melihat mata itu. Namun, dimana?

"Hai Bulan! Masih ingat saya?" Suara serak ini sangat ia kenal.

"Tante Ana? Sahabat bunda?" Mendapat anggukan dari Ana, Bulan memeluk tubuh itu dengan erat.

"Lama tidak bertemu Bulan, bagaimana kabarmu?" Tanyanya kala pelukan antar keduanya telah terlepas.

Bulan mengangguk, "Baik. Kalau tante?"

Ana mengangguk, "Bagaimana, sudah menemukan penyebab kenapa wanita itu menyiksamu?" Ana duduk di samping Bulan.

Bulan menghela nafas berat, lalu menggeleng, "Belum. Nanti Bulan cari tahu."

"Caranya?" Ana menyeritkan dahi.

"Banyak rahasia di kamar wanita itu. Nanti Bulan akan masuk kesana." Bulan menunjukkan deretan gigi ratanya.

Tangan Ana terangkat mengelus lembut rambut Bulan, "Penderitaanmu akan segera berakhir Bulan."

Bulan mengangguk, "Semoga."

"Bulan." Shezan melambai kearahnya, Bulan juga melakukan hal yang sama.

"Bulan pamit dulu ya tante, sampai bertemu lagi." Bulan berdiri.

"Iya sayang, bye." Ana mengangguk beberapa kali.

Bulan dan Shezan memang datang bersama ke taman itu. Namun, Shezan bertemu dengan teman kampusnya, dan Bulan memilih untuk berkeliling.

Jika bertanya soal Kenzi, gadis itu masih latihan. Kenzi memiliki jadwal lebih padat.

"Yuk ke rumah! Nanti Kenzi nyusul." Bulan mengangguk. Ia memutar kepala, melihat ke arah Ana duduk. Ana masih ada di sana melambai ke arahnya. Bulan mengangguk, sebelum berjalan berdampingan dengan Shezan.

Hanya butuh waktu lima belas menit untuk sampai di rumah besar Bulan dengan menaiki taxsi.

Bulan tersenyum menatap foto besar bundanya yang masih tertempel di dinding kamarnya. Tangannya terangkat mengelus kaca yang melapisinya.

"Lo beneran kan? Sara bakal keluar? Ntar dia balik lagi kayak kemarin-kemarin." Nampaknya Kenzi belajar dari pengalaman. Ternyata, Kenzi sudah ada di dalam kamar sebelum Bulan datang.

"Bener kok. Keluar sama Amel." Shezan menjawab, dia duduk di tepi kasur Bulan. Sedang membaca buku.

"Cih benci banget gue sama tuh setan." Kenzi memasang wajah jijiknya.

Kenzi yang berjaga di pintu balkon menatap ke bawah. Mobil sedang yang ditumpang Sara dan Amel telah melaju. Ia terus menatapnya sampai mobil itu menjauh.

"Udah pergi," ujar Kenzi. Memberi tahu yang lain.

Bulan memakai topi hitamnya. Sekali lagi ia memandang foto bundanya dengan sendu, sebelum mengikuti kedua temannya keluar.

Mereka berjalan santai menuruni tangga. Bulan memutar bola matanya. Menatap setiap titik rumah ini. Rumah yang penuh dengan kenangan sedih maupun senang, tapi sedih lebih mendominasi.

Tanpa ragu. Bulan memasuki kamar Sara. Masih sama seperti dua tahun lalu.

Bulan langsung menghampiri lemari dan membukanya. Goresan itu masih ada, dengan pelan Bulan mendorongnya. Terbuka dengan sempurna. Namun, tidak ada ruang apapun. Hanya kotak berwarna silver.

Bulan masuk ke dalam kotak itu. Ia bisa memasukinya jika tubuhnya tetap duduk.

Kotak itu bergerak turun, Bulan terkejut dibuatnya. Hanya sebentar, Kotak itu berhenti. Bulan keluar dari sana. Berdiri di depan pintu kayu.

"Astaghfirullah. Bisa gitu ya. Baru tahu aku." Shezan menatap kotak yang berada di atas.

"Masuk nih?" Tanya Kenzi. Bulan menatap kedua temannya, sebelum mengangguk.

Bulan membuka pintu itu.

Bulan membuka pintu itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Tahan tahan sebentar lagi terungkap😂

Massa (TAMAT)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang