Bab 32

264 35 2
                                    

Baju serba hitam membalut tubuh Bulan dan kedua temannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baju serba hitam membalut tubuh Bulan dan kedua temannya. Masker juga menutupi wajah cantik mereka. Pistol ada di tangan Kenzi, panah dan anak panahnya menjadi senjata Shezan. Bulan hanya mampu mengandalkan bela dirinya, ia tak bisa menggunakan senjata apa pun.

Bulan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tumbuh-tumbuhan liar di tengah hutan bergoyang saat mobil Bulan melintas.

Bulan menginjak rem. Saat sebuah bangunan sudah mulai terlihat. Mereka tak mungkin menghentikan mobil tepat di depan bangunan itu.

"Let's begin." mereka berucap bersamaan, sebelum keluar dari mobil.

Bulan menurunkan topinya. Kaki Bulan melangkah pelan. Matanya terus tertuju pada bangunan tua itu. Mengantisipasi adanya musuh.

"Jangan lupa rusak cctv!" Kenzi mengangguk, merespons Bulan.

Dengan cepat Bulan bersembunyi dibalik pohon saat sebuah mobil Jeep melintas.

Mata Bulan bergerak mengikuti arah mobil itu. Ia berhenti di depan bangunan. Dua orang bertubuh besar turun, membuka pintu bagian belakang. Tangan mereka menarik keluar seorang gadis dengan tubuh terikat.

"Gadis itu bahan permainan mereka." Shezan berbicara lewat alat yang ada di telinganya. Kenzi dan Bulan juga menggunakan alat yang sama.

Bulan mengepalkan tangannya kuat, hingga kuku-kuku jarinya memutih. Giginya bergemeletuk, amarahnya memuncak.

Bulan mendongak ke arah bagian atas bangunan itu. Ia menyipitkan mata, melihat ada atau tidaknya cctv.

"Kenzi, banyak cctv. Rusak bagian depan!" Bulan berbicara. Kenzi segera membidik pistol ke arah dua cctv itu.

Suara tembakan terdengar, dibarengi suara ledakan. Cctv itu hancur, mengeluarkan asap.

"Clear," ucap Kenzi.

Bulan berjalan dari satu pohon ke pohon lain, sampai tak ada lagi satupun pohon di depannya. Kala ia sudah hampir dekat dengan dinding bangunan itu, Bulan melangkah cepat. Tubuhnya ia tempelkan di dinding putih pudar itu.

Bulan berjalan seperti cicak. Sedikit saja ia tak menempel dinding, cctv di atas akan mengetahui keberadaannya.

Mata Shezan melebar, melihat satu orang bertubuh besar berjalan ke arah Bulan. Bola mata Shezan bergerak melihat Bulan. Masih butuh waktu lama untuk sampai di sisi tembok yang lain.

Shezan mengambil anak panah dari punggungnya.  Menarik tali busur panah, mengarahkannya ke bawah.

Pria itu terjatuh, sebuah anak panah menancap di lututnya. Suara tembakan terdengar, Kenzi menembak walkie talkie pria itu.

"Penjaga pintu belakang tumbang, kemarilah!" Mata Bulan tertuju pada laki-laki yang sedang tergeletak.

Bulan mengelus benjolan di pipinya. Perih, pipi kecilnya ditinju tangan besar laki-laki ini.

"Kamu oke Bulan?" Bulan mengangguk sembari tersenyum kepada Shezan.

"Kita cuma sebentar di dalam, kalau dapat sesuatu ya syukur, kalau enggak it's okey." Kenzi mengingatkan teman-temannya.

Bulan menggeleng, "Kita selamatkan gadis tadi!"

Bulan nampaknya tak ingin dibantah. Ia berjalan memasuki bangunan itu. Hatinya tak diselimuti oleh sedikit pun rasa takut.

Sepi, sunyi. Seperti tidak ada kehidupan di sini. Mereka bertiga berjalan sejajar.

Bulan memantapkan hati, sebelum berjalan menaiki tangga. Ya, bangunan ini berlantai dua, ruangannya sangat luas dan memiliki banyak pintu.

Langkah Bulan terhenti. Tubuhnya bergetar, jantungnya berdetak tak normal. Air matanya menetes, tatapan matanya lurus, menatap foto berukuran super besar yang tergantung di pembatas lantai dua.

"Bunda." Bulan bergumam dengan bibir bergetar.

Disitulah titik lemah Bulan, foto itu membuat Bulan merasakan hadirnya sang bunda. Air matanya mengalir deras, bulan menutup mulut agar isakannya tak terdengar.

Tepat saat Bulan menengok ke pintu utama bangunan itu, seorang wanita masuk. Langkahnya begitu tegas.

Lagi, air mata Bulan tak tertahankan. Kakinya mengambil ancang-ancang untuk berlari.

Kenzi menahan tubuh Bulan, "Bunda, Ken itu Bunda hiks."

"Bulan pengen meluk bunda. Bulan kangen bunda Ken, sebentar aja!" Air mata Bulan tak henti-hentinya mengalir, bahkan Shezan juga ikut mengeluarkan air mata.

"Bunda udah enggak ada. Sadar bego!" Kenzi menyeret Bulan, sebelum ada yang menyadari keberadaan mereka.

"Bunda hiks, ini Bulan bunda. Lepasin Kenzi!"

Bulan terduduk di balik tembok. Lututnya ditekuk. Ia menangis di sana.

"Tenang Bulan! Ada kita." Shezan memeluk erat tubuh Bulan.

Kenzi melihat bagian atas bangunan ini, takut bila ada cctv. Aneh, sama sekali tidak ada cctv yang terpasang.

Bulan berdiri, tidak ada lagi air mata yang mengalir. Namun jejaknya masih nampak.

Mereka berjalan cepat, setelah mendengar teriakan. Sebuah ruangan dengan pintu sedikit terbuka ada di depan mereka.

Bulan mendorong pelan pintu itu. Di dalam sana seorang gadis dan banyak pria sedang tertawa bersama.

"Kenapa gadis itu tertawa?" Bulan menengok ke belakang, menatap kedua temannya.

Kenzi menghela nafas, "Dia dapat uang banyak. Hasil menjual diri."

Bulan terkejut. Segitunya dengan uang, manusia terkadang lupa ia diciptakan untuk apa.

Apalagi, ini adalah seorang gadis. Bukannya seorang gadis memiliki kehormatan tinggi? Bulan selalu ingat ucapan bunda, "Jadilah wanita tangguh. Wanita yang mampu berdiri di tengah badai dan jagalah mahkotamu! Ingat, kamu adalah seorang ratu!"

 Wanita yang mampu berdiri di tengah badai dan jagalah mahkotamu! Ingat, kamu adalah seorang ratu!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Massa (TAMAT)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang