Bab 30

291 36 2
                                    

Di dalam ruangan gelap, mata Bulan menatap lurus ke depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di dalam ruangan gelap, mata Bulan menatap lurus ke depan. Tatapan yang memancarkan rasa rindu dan kecewa.

Selembar foto dihiasi bingkai foto emas berukuran besar itu tampak bersinar di atas cahaya lilin. Bulan duduk di atas kasurnya, menatap foto itu.

Ia merasa bundanya ada di sini, sedang menatapnya juga. Otaknya berputar, mengingat percakapannya dan Kenzi tadi siang.

Kenzi dan Bulan sedang duduk di bawah pohon rindang, di taman tak berbunga. Bulan membaca buku dan Kenzi memakan mangga.

"Gue mau ngomong hal penting sama lo." Kenzi menengok ke samping, menatap Bulan.

Bulan menutup bukunya dan memperbaiki duduknya. Siap menjadi pendengar yang baik.

"Bunda lo diisukan masih hidup." Kenzi menghela nafas. Ia harus melewati malam tanpa tidur hanya untuk memantapkan hati, berbicara hal ini.

Jantung Bulan berdetak kencang, "Kena-pa bi-sa?" Bulan tergagap.

"Bunda lo adalah pemimpin sebuah mafia. Kekuasaannya begitu besar, beliau dikenal kekejamannya. Beliau ditakuti dan dihormati. Musuhnya di mana-mana."

Tentu Bulan terkejut atas cerita Kenzi. Bundanya sangat lembut, penuh kasih sayang. Bunda yang ia kenal tak pernah marah, apalagi kejam.

"Kematian bunda Bintang hanya dipercayai oleh teman dekatnya, sebab sifatnya berubah. Mafia yang bertugas membantu negara secara diam-diam, kini memporak porandakan rakyat negara." Kenzi meneruskan kala ia lihat Bulan hanya diam.

"Orang itu, pemimpin yang sekarang berwajah persis seperti bunda Bintang."

"Dari mana lo tahu?" Bulan nampak tak bisa menerima.

"Gue anak sahabat bunda lo, Shezan juga, orang tua kita udah lama cari keberadaan lo. Sampai gue lihat lo di mall waktu itu. Kenapa gue bisa menduga lo anak bunda Bintang? Ya karena mirip, terus Shezan suruh orang cari tahu tentang lo." Kenzi membuat Bulan terkejut berkali-kali hari ini.

Bundanya sudah pergi. Bulan melihat sendiri kala bundanya masuk ke dalam liang lahat. Sebelum itu, Bulan juga telah melihat wajah bundanya. Ini mustahil terjadi, sulit dipercaya.

"Kita harus cari tahu!" Bulan berkata tanpa ragu.

"Harus!" Kenzi tersenyum miring. Menepuk bahu gadis disampingnya.

Baru kemarin masalah satu selesai. Masalah lain datang, harusnya Bulan sudah sadar diri bahwa hidupnya penuh akan masalah.

Dalam diri Bulan api amarah sedang berkobar, siapa yang berani memanipulasi orang dengan wajah bunda. Bahkan, berperilaku buruk menggunakan wajah cantik bunda.

Bulan turun dari kasur, menghampiri foto besar bundanya. Bulan berdiri tepat di depan foto itu. Memandang wajah yang sangat lama tak ia lihat secara langsung.

Tepat saat Bulan akan meniup lilin, angin berhembus kencang hingga lilin-lilin itu mati. Langit bergemuruh, hujan turun sangat deras.

Brak

Bulan menoleh cepat ke arah pintu yang terbuka. Ia terkejut setengah mati melihat wanita itu tersenyum miring di depan pintu itu.

"Long time no see." senyuman wanita itu sungguh menyeramkan.

Wanita itu berjalan mendekati Bulan.

"Saya kesini hanya untuk menyapamu." Tangan wanita itu terangkat. Menepuk-nepuk pipi Bulan.

Bulan tak menunduk. Ia melihat wajah wanita itu dengan pandangan datar.

"Jangan berani menatap saya!"

Plak

Tertampar lagi. Sembuh, luka lagi begitu saja alurnya. Bulan lelah, ia ingin sembuh total.

"Kenapa sudah lama tidak menyapa saya? Anda lelah?" Bulan memandang wanita itu datar.

"Saya sudah bilang, jangan menatap saya!"

Brak

Tendangan kuat dari wanita itu mengenai perutnya. Hingga tubuh ringkih Bulan terlempar, menabrak lemari.

Bulan langsung berdiri, "PERGI!" Nada Bulan meninggi.

"Siapa kamu, berani mengatur saya?"

Wanita itu berjalan mendekat, lalu berdiri di depan Bulan. Ia mencekik Bulan.

"Lama tidak saya hajar, jadi seperti ini kamu ya." Gigi wanita itu bergemeletuk.

Bugh

Bulan meninju perut wanita itu, sampai cengkeramannya terlepas. Ia lelah, Bulan ingin beristirahat dengan nyaman malam ini.

"Beraninya kamu." Teriak wanita itu. Urat lehernya nampak.

Plak
Plak
Plak

Tamparan tanpa henti mengenai Bulan. Wanita itu menampar Bulan, kanan kiri semua kena.

"Awas kamu!" Wanita itu pergi, dan Bulan berbaring di atas kasurnya. Terlelap.

 Terlelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Massa (TAMAT)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang