17. Cemburu

262 51 14
                                    

Gimana kabar guys, baik?

Happy reading❤

***

Mereka bisa lolos, setelah memisahkan diri. Aera tak pulang ke kost'an, ia malah berjalan lurus sampai ia tiba di danau yang memang letaknya tak jauh dari tempat tinggalnya sekarang. Aera hanya duduk melamun, ia masih terbayang tatapan seseorang yang ia hindari tadi. Tatapan yang entah apa artinya. Aera tak ingin bertemu lagi dengan orang itu, tapi tak tahu kenapa ia malah dipertemukan dengan orang itu di sana.

Ditambah lagi, dia kenal dengan Sehun. Orang yang waktu itu menjadi bahan memfitnah dirinya oleh Haechan. Mungkin ini takdirnya tak bisa jauh dari mereka. Aera juga masih memikirkan sang Bunda yang bahkan belum ada kabarnya hingga saat ini.

"Bunda kayaknya emang udah gak sayang Ayi lagi, bahkan chat dari Ayi aja gak dibaca." Aera menatap Chat terakhir yang ia kirimkan dari semalam, bahkan chat dari satu bulan lalu tak dibaca. Padahal terlihat online setiap Aera mengirim pesan. "Apa Bunda juga ikut benci Ayi? Tapi... Tapi salah Ayi apa? Bahkan Bunda gak pernah hubungin Ayi lagi dari 6 bulan lalu. Ayi khawatir Bun, Ayi pengen tahu kabar Bunda gimana... Ayi gak bisa telepon Papa karena mereka gak ngizinin Ayi punya nomor telepon Papa. Bahkan, Ayi gak tahu keberadaan Bunda sekarang ada di mana."

Tak terasa, air mata yang ia tahan akhirnya meluncur ke pipi. Aera menahan rindunya sedari lama, ia ingin bertemu dengan satu-satunya orang yang bahkan akan ia lindungi walaupun nyawa jadi taruhannya. Tapi bagaimana ia bisa, ia bahkan tak tahu apa-apa. Tak ada pemberitahuan apapun bahkan, ia keluar dari rumah itu saja, ia tak yakin mereka tahu.

Dering ponsel membuat Aera tersadar dari lamunan panjangnya tentang keluarga lama(?)

Aera menghapus air matanya dan berdeham sejenak sebelum mengangkat panggilan. "Kenapa, Riel?"

"Lo dimana?" Aera mengeryit mendengar suara Ariel yang terdengar hati-hati itu, tak seperti biasanya.

"Kenapa?"

"Lo jangan pulang... Gue tadi pas dari warung liat orang mencurigakan, kayaknya polisi yang nyamar gitu soalnya gue liat ada pistol keselip sama dia kayak ngomong sendiri gitu, mungkin ngasih tahu keadaan."

Aera diam sejenak lalu kembali bersuara. "Jun... Udah tahu?"

"Gue belom telepon dia karena khawatir kalo itu emang bener polisi dan lo malah pulang ke sini."

"Ok, gue gak bakalan pulang mungkin juga gue bakalan pergi ngejauh dulu."

"Ok, hati-hati, tetep awasi sekitar lo ya."

"Iya, tolong hapus juga jejak gue di kost dan riwayat apapun tentang gue di hp lo. Lo juga hati-hati."

"Eum, jangan lupa kasih gue kabar pas dikira-kira keadaan aman."

"Iya." Lalu Aera menutup panggilannya. Mengambil sim card di ponsel dan mematahkannya lalu segera bergegas pergi.

Waktu udah masuk malam, Aera agak bingung dia harus nyari tempat dimana. Sedangkan dia gak punya temen deket sekarang selain Ariel sama Jun, yang lain sebatas cuma kenal nama kalo lagi kumpul. Aera jalan keluar dari cafe yang dari satu jam lalu ia singgahi cuma untuk berfikir kemana dia harus pergi sekarang sedangkan dia gak mungkin pergi sama Jun yang dia sendiri gak tahu keadaanya gimana sekarang. Aera baru masuk ke dunia seperti ini karena terpaksa dan sekarang harus jalan sendiri lagi buat nyari jalan lain supaya dia bisa hidup.

Aera jalan ke halte yang posisinya gak jauh dari cafe, mau nyari bus kemana aja asal bisa pergi dulu buat malam ini dan ngejauh dari sana. Aera menunggu di sana bersama beberapa orang, ia cuma bisa diam karena memang itu yang bisa ia lakukan. Main ponsel saja malas, jadi Aera cuma bisa merenungi kejadian-kejadian yang dia alami akhir-akhir ini terutama dua bulan ke belakang yang rasanya Aera harus bertahan sendiri untuk bisa hidup walaupun ia tahu bahwa kehidupannya di tahun-tahun sebelumnya juga terasa berat, tapi setidaknya ia masih bisa punya tempat untuk berteduh.

HOUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang