23. Teman lama(?)

158 34 4
                                    

Mobil terus bergerak, orang yang di depan terus fokus walau tak ayal ia ingin curi-curi pandang ke bangku belakang. Yang dibelakang tentu memperhatikan sambil melanjutkan aktifitasnya. Tak lama, sabetan rok ke kursi pengemudi terdengar keras disusul tawa ringan.

"Ngintip ya lo, bang?"

"Ahahaha, kagak. Mana ada, kagak keliatan juga."

"Anjir bang Atuy, gue juga sih. Tapi dari spion kagak keliatan. Dia pinter banget cara gantinya."

"Mark... Haish, untung gue kagak ngide buka baju. Cuma ganti rok pake celana lu doang."

"Harus nya buka aja, bagi-bagi sedekah buat mata gue yang sepet banget liat si markonah mulu, Ra."

Mark mendelik sedangkan Aera kembali menselepet Yuta menggunakan rok nya lagi. Kemesuman Yuta memang sudah tingkat akhir dan sepertinya menyebarkan virusnya pada Mark.

Tak lama, mereka berhenti. Aera menatap sekitarnya, banyak ilalang yang tinggi serta tempat yang sangat sepi. Ia tak pernah tahu tempat ini, baru sekarang ia diajak kesini.

Dari arah belakang, tiba-tiba saja ada mobil yang muncul dengan warnanya yang mentereng. Mobip itu berhenti tepat di samping kemudi dan membuka jendela mobilnya. Seorang pria tampan dengan kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya. "Lo lama." ujarnya sesaat setelah jendela terbuka.

"Sorry bro, kita muter dulu, ada razia tadi."

"Tapi... Aman kan?" tanya nya sambil menyodorkan amplop coklat dan melirik-lirik ke jok belakang mobil Yuta.

"Aman, bro. Lo tenang aja, tapi gue saranin lo juga jangan ke simpangan situ. Belom beres kayaknya tuh razia."

Lelaki itu menatap Mark dan mengacungkan jempolnya. "Ok, thanks Mark, gue pergi dulu. Btw, cewek lo cantik juga, Tuy."

"Aish, tuh anak." Yuta ikut menjalankan mobilnya. Aera masih diam hingga tiba-tiba bertanya. "Dia baru?"

"Gak, dah lama. Cuma sempet pindah gitu, sekarang mungkin balik lagi jadi dia mintanya ke sini lagi." Aera mengangguk mengerti dan kembali bertanya. "Terus yang lo bilang tadi gimana?"

"Oh yang bagian lo? Entar juga lo tahu."

***

"Aamiin."

Mengusap nisan dengan ukiran nama yang meninggalkan bekas dihati mereka yang kini sedang berdoa, itu yang dilakukan oleh anak tertua dari keluarga Kim. "Bahagia disana ya dek," ucapnya dan beranjak pergi diikuti yang lainnya. Mereka ber sembilan berjalan beriringan melewati banyaknya makam.

Langit sore sudah mulai memperlihatkan keindahannya, walaupun di pemakaman tapi langit orange yang membias itu tetap terlihat indah. Sembilan lelaki itu berjalan santai dan tenang. Si cerewet pun mungkin tahu tempat, ini bukan tempatnya untuk berisik.

Tapi, seseorang menghentikan langkahnya sambil menarik lengan seseorang yang ada di depannya. "Coba liat ke kanan, Bang." Otomatis yang di suruh menengok. "Lo liat kan, Bang."

"Itu... Aera?"

"Iya, gue masih inget banget penampilannya sama persis waktu terakhir gue liat beberapa hari lalu."

"Heyyy, kalian ngapain diem di situ?" Keduanya menatap rombongan keluarga nya yang memang sudah sedikit jauh di depan.

"Gak ngapa-ngapain kok."

"Ya udah ayo."

Sehun mengangguk, sedangkan Dio sesekali masih memperhatikan Aera dari jauh. Apa yang anak itu lakukan di pemakaman sore hari seperti ini.

HOUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang