30. Setelah Kepergian

109 24 8
                                    

Kalo di tanya pengen update yang mana, pasti pada minta nya yang HOUSE ini😂

Gak mau yang lain update juga kah? Hihi

Dikabulin nih ya, walaupun malem.

***


Ditinggalkan itu memang tidak mudah, tapi hidup harus tetap berjalan kan?

Aera kini hanya merasa dirinya sudah sebatang kara. Walaupun ada pria paruh baya yang masih dipanggil nya 'PAPA' tapi itu tidak lah membuat Aera merasa ditemani.

Pria itu memang perduli juga sayang dengan tulus padanya, Aera tahu hal itu. Tapi ia sadar, saudara tirinya tidak mungkin senang dengan hal itu. Apalagi kini tak ada lagi alasan untuknya tetap berada di rumah itu. Rumah yang sering disebutnya sebagai neraka.

Seminggu setelah kepergian sang Bunda, Aera masih bersekolah seperti biasa. Perlakuan saudara nya tetap sama. Papa kembali ke kesibukan nya seperti waktu-waktu lalu. Aera hanya bisa menunggu waktu. Ya, menunggu waktu untuk di usir. Atau pergi saja dengan sendirinya? Ah itu mungkin akan lebih baik.

Dering ponsel membuat Aera mengalihkan perhatiannya dari lamunan. Mengambilnya dan mengangkat panggilan itu segera. "Hallo."

"..."

"Iya."

"..."

"Kapan nya gak tahu, kenapa?"

"..."

"Syukur deh kalo udah ada. Makasih ya lo udah bantuin gue. Nanti gue hubungi lagi kalo udah bener-bener pas waktunya."

"..."

"Hmmm, sekali lagi makasih."

Aera menaruh ponsel kembali ke meja. Sebelum mengambil kardus yang memang sudah disiapkan sedari sore tadi.

.

.

.

Beralih ke lantai atas, lima laki-laki tengah berkumpul. Salah satunya membahas apa rencana mereka selanjutnya.

"Gimana, kita usir aja?" Anak bungsu ke dua dari Haechan itu mulai pembahasan.

"Usir aja lah, gue udah muak liat dia, Bang," balas Haechan dengan ringan.

"Jangan di usir, entar apa yang harus kita bilang ke Papa? Lo tahu kan Papa beneran sayang sama anak pembawa sial itu."

"Terus gimana, Bang?"

Johnny menaruh minuman kalengnya setelah Haechan kembali bertanya pada Taeil. "Tunggu aja," ucapnya membuat empat saudaranya menatap Johnny menunggu perkataan selanjutnya.

"Gue denger dia lagi teleponan dan bilang waktu-waktu gitu. Mungkin dia juga sadar diri kalo dia emang gak pantes ada di keluarga kita."

Taeyong masih diam. Dia hanya mendengarkan apa saja ucapan dari saudara-saudara nya tanpa ingin menanggapi.

***

Malam semakin larut, tapi sebuah mobil baru memasuki gerbang rumah. Aera yang memang belum bisa tidur, hanya diam di meja makan dekat dapur. Menunggu orang yang baru pulang itu.

Beberapa menit berlalu, orang yang Aera tunggu akhirnya muncul. Jas serta dasi sudah tak berada di tempatnya, lengan kemeja sudah di gulung sampai ke siku. Orang itu sadar jika ia sedang diperhatikan dan ia mendapati anak gadisnya di meja makan dengan gelas berisi air putih di tangannya.

Kaki nya berbelok dan mendekati Aera. "Kenapa masih di sini?"

"Belum bisa tidur."

"Loh kenapa?"

"Eumm, papa bisa gak bicara sama Ayi bentar. Tapi... Kalo papa gak bisa juga gak apa-apa kok. Ayi gak maksa."

"Bisa kok, tapi tunggu ya. Papa mau mandi dulu. Kamu nunggu bentar gak papa?"

Aera tersenyum serta mengangguk.

Selama menunggu, Aera hanya melamun. Memikirkan kata-kata apa yang baik diucapkan olehnya.

Lima belas menit lebih sudah terlewati, akhirnya yang ditunggu-tunggu telah tiba. Aera menawarkan untuk membuat susu hangat atau sesuatu yang diinginkan Papa nya. Tapi pria itu hanya ingin air putih hangat saja.

"Jadi, apa yang mau Ayi bicarakan?"

"Ayi... Ayi mau mandiri."

"Maksud kamu?"

"Ayi mau tinggal di rumah lama Bunda."

"Kenapa?"

"Cuma pengen aja."

"Apa ini karena abang-abang kamu?"

Aera menggeleng kencang, menolak perkataan papa nya itu yang menjurus ke saudara-saudara tirinya itu. Padahal itu bisa dibilang salah satu alasannya.

"Gak, ayi udah mikirin ini dari lama. Ayi... Ayi cuma ingin mandiri."

"Tapi Papa udah janji sama Bunda buat jaga kamu disini. Jadi, Papa gak bakalan izinin kamu."

"Tapi..."

"Gak ada, kamu anak Papa. Anak gadis Papa satu-satunya. Gak mungkin Papa lepas kamu gitu aja, apalagi disana kamu bener-bener sendiri. Jauh dari sini. Belum lagi kalo Dia tiba-tiba balik lagi."

"Dia?" tanya Aera, sang Papa terdiam, ia merasa salah bicara.

"Dia siapa, Pa?"

Hembusan napas terdengar berat. Ia berpikir, mungkin  ini saat nya ia membicarakan hal ini pada Aera.

"Ayah kamu."

"Ayah? Dia... Dia disana?"

Anggukan menjadi jawaban. "Sudah dari beberapa bulan lalu."

"Tapi, gimana bisa? Bukannya Ayah pergi setelah kejadian itu."

"Papa juga gak tahu, orang yang jaga rumah Bunda di sana yang bilang ke Papa."

Aera hanya bisa diam sekarang. Potongan masa lalu nya kini bermunculan. Masa lalu yang sudah sangat jauh terkubur kini muncul begitu saja diingatannya.

"Kamu aman disini. Papa janji akan terus jagain Ayi. Kalau kamu sendiri di luar sana, Papa yang gak akan tenang."

Gagal, semua rencana Aera untuk keluar dari rumah besar itu harus ia kubur terlebih dahulu. Bukan ketenangan yang ia rasa, kini ia malah gelisah dengan pikiran yang sudah kemana-mana.

***

Siapa yang udah mikir bakal dibolehin gitu aja sama si Papa?
Kalian mikirin siapa yang jadi cast si papa nya ini gak sih? Jujur mak gak kepikiran siapa cast nya wkwkwk. Walaupun emang ceritaku gak ada pake perkenalan cast nya ya hihi.

Btw, echan di House ngeselin tapi di Amnesia jadi anak baik hihi.

Paypay

HOUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang