25. Benang kusut

130 28 14
                                    


Menjelang fajar, Aera masih duduk diam di kursi depan ruang ICU. Ia tak menghiraukan rasa dingin yang menyentuh kulit pucatnya. Pikirannya hanya tertuju pada segala penjelasan semalam.

Aera tak mengerti kenapa hidupnya seperti ini. Begitu rumit menurutnya. Benang kusut dimana-mana membuat semua terlihat berantakan.

Seseorang berjalan mendekat. Meletakan paper bag dengan menghentakkan nya ke kursi samping Aera. Perlahan Aera menoleh ke samping lalu mendongak sedikit. "Apa?"

"Pake!" Aera sedikit bisa melihat apa yang ada di dalam paper bag itu dan langsung menolaknya. "Gak."

Orang itu diam memperhatikan Aera yang kembali menatap pintu ruang ICU. "Mama lo gak bakal mati kalaupun lo tinggal bentar. Bayar sekolah lo tuh mahal, jangan buat Papa buang-buang duit cuma buat biayain sekolah lo."

Aera menoleh, melihat orang yang kini berjalan menjauh setelah melontarkan kata-kata yang tak pantas untuk diucapkan itu. "Aku gak butuh sekolah, bilang sama papamu. Gak usah biayain aku buat sekolah lagi."

Ia tak berhenti melangkah namun memelankan laju nya. "Kalo biayain rumah sakit?" Ia berhenti sejenak, Aera masih memperhatikan punggung itu. "Lo masih butuh kan?"

"Apa maksud kakak?"

"Lo masih butuh biaya kan buat mertahanin hidup Bunda lo itu, hmmm? Turuti ucapan gue, maka biaya rumah sakit Bunda lo aman."

"Kenapa?"

"Gak ada kenapa-kenapa, lo cukup gak bantah perintah gue. Pake seragam lo karena gue gak mau tenaga gue sia-sia buat bawa seragam lo kesini." Dan pergi melangkah jauh hingga hilang dari pandangan Aera.

"Apa yang dia mau sebenernya? Apa yang dia rencanain?


***

Aera tak fokus, benar-benar tak bisa fokus pada pelajaran di depan. Ia selalu ingat Bundanya di rumah sakit. Hingga guru yang memang terkenal killer itu memergoki Aera yang sedang melamun.

"Kamu tahu kan apa yang harus kamu lakukan?" Aera mengangguk perlahan. "Pergi sana, jangan kabur karena bapak akan memantau kamu." Aera bangkit dan pergi ke lapangan. Ya, apalagi selain kena hukuman lari keliling lapangan. Aera sedikit menyayangkan dirinya yang harus lari ditengah panas sinar matahari di jam sebelas siang yang sedang naik-naiknya, tapi bagaimana lagi. Ia benar-benar tak bisa fokus sedikitpun.

"Ahhh cape, pusing juga." Aera yang sudah berputar-putar itu berjalan lunglai ke tepi lapangan yang cukup teduh. Menyenderkan punggung dan kepalanya pada tembok. Pusingnya sungguh membuatnya tak bisa seimbang jika dipaksa berdiri.

"Nih, minum dulu."

Aera langsung menoleh dan mengaduh kemudian karena kepalanya langsung berdenyut sakit ketika menoleh secara tiba-tiba. "Ehhh, lo gak papa."

"Cuma nyutnyutan doang, gak papa," ucap Aera sambil memijit pelipisnya untuk mengurangi pusingnya.

"Yaudah nih minum dulu, lo dehidrasi makanya pusing gitu."

"Gak dehidrasi juga kalo disuruh puter lapangan siang-siang gini pasti pusing. Tapi makasih."

Aera menerima air itu, membuka tutupnya yang masih tersegel dan meminumnya rakus. "Aus banget ya?"

"Hmmm, gak sempet minum dari kemaren kayaknya."

"Berarti lo juga belom sarapan?" Aera mengangguk. "Dan lo masih kuat buat lari di lapangan siang-siang gini?"

"Kenapa?"

"Hebat sih menurut gue."

"Udah biasa, jadi gak masalah," lirih Aera. "Lo gak masuk kelas?"

"Jamkos, gurunya gak ada. Jadi gue bebas bisa keluar." Aera hanya mengangguk mengerti lalu bangun sembari menepuk-nepuk rok nya yang pasti tertempel debu. "Gue balik kelas dulu, makasih minumnya, Jaem."

"Ya, sama-sama." Jaemin, ya dia memang Jaemin yang sama dengan orang yang menolong Aera di bus. Lagipula, tak ada lagi orang yang bernama Jaemin di sekolah itu.

Aera berjalan ke belakang sekolah, ia melipir karena pikirnya percuma saja ia masuk kelas. Pikirannya tak bisa diajak kompromi.

"Tuhan, jangan bawa Bunda Ayi dulu. Ayi gak sanggup sama kenyataan yang ada. Semuanya terlalu rumit buat Ayi yang gak tahu apa-apa ini." Aera hanya bisa menerawang jauh sambil mengucapkan isi hati tentang segala kekhawatirannya. 

"Kalau pun Engkau ambil Bunda dariku, tolong bawa juga Ayi bersamanya. Ayi gak mau sendiri disini."

***

Mana yang nungguin? Masih pada bangun? Hehe.

Masih belum terbongkar ya gengs, tunggu dulu. Alon-alon aja kita.

Btw, gusi ku lagi bengkak, susah mangap. Mau makan aja kayak butuh tenaga gede buat buka mulut doang wkwkwk.

Ok lah, selamat malam dan sampai jumpa di next chapter 😘
thankyou.

HOUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang