7. Orang asing

702 91 25
                                    

"Jangan lo sia-sia'in adek lo. Jangan kayak gue yang sekarang nyesel karena dia udah gak ada."

Kata-kata itu selalu terngiang di dalam otaknya. Selalu terdengar di telinganya. Ia tak mengerti kenapa kata-kata yang awalnya tidak ia perdulikan berakhir seperti ini. Ia tak ingin mengingatnya, tak ingin mendengarnya, tapi sekarang kata-kata itu selalu ia pikirkan. Kata-kata dari seorang teman yang kini hidup dalam penyesalannya yang tak tahu kapan penyesalan itu akan berakhir.

"Gue gak mau hidup dalam penyesalan. Tapi..."

***

"Aera, selamat pagi." Sapaan pagi dari Dokter Min yang pernah Kyungsoo bilang menyeramkan itu menyapa. Awalnya mungkin menyeramkan karena dokter itu terlihat dingin dan seperti tak ingin diajak bicara. Tapi itu hanya awalnya, karena kini Aera tahu bahwa dokter Min adalah seseorang yang berkepribadian hangat dan baik tapi terperangkap dalam tubuh yang memiliki wajah... Hmm, apa bisa dibilang menyeramkan? Tidak juga sepertinya.

"Selamat pagi juga, Dokter."

"Apa Dokter Kyungsoo bicara macam-macam lagi pada mu?"

Aera mengangguk.

"Aish, apa dia bicara hal-hal yang seperti kemarin lagi?"

Aera mengulum senyum tipis lalu menggeleng sebelum ia menjawabnya. "Tidak, hanya bilang..."

Dokter Min mengeryit, di wajahnua terlihat sekali bahwa dia penasaran dengan apa lanjutan dari ucapan Aera. "Dia bilang apa?"

"Hati-hati."

"Hati-hati? Hati-hati pada apa? Padaku?" tanyanya sambil membesarkan kedua bola matanya yang sipit itu.

Aera mengangguk lagi dan itu membuat Dokter Min menggerutu. "Awas saja dia. Kalau bertemu denganku, akan aku ulek dia."

Aera terkekeh karenanya. Tawa pertama yang tak ia sadari.

***

Siang ini cukup terik, Aera melihatnya dari jendela yang mempertontonkan langit siang yang begitu cerah, bahkan awan pun seperti tak ada. Tapi ia menikmatinya, ia menikmati itu dalam kesendiriannya saat tiba-tiba saja pintu ruangannya terbuka dengan sangat brutal. Seseorang dengan rambut berantakan juga keringat dan napas yang tak teratur membuat Aera tersentak saat itu. Aera takut jika orang itu orang gila, tapi sepertinya tak mungkin jika dilihat dari penampilannya yang walaupun berantakan tapi terlihat... Ya, dia bukan orang gila.

Orang itu memutar kunci dari dalam dan segera menghampiri Aera dengan tatapan memelas. "Aku mohon, aku mohon jangan teriak ya. Aku bukan orang jahat kok."

Aera hanya diam, ia merasa sedikit takut saat orang asing ini mendekat padanya. "Aku... Aku hanya ingin bersembunyi sebentar disini. Aku mohon izin aku sebentar saja."

"Kau pencuri?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari belah bibir Aera yang membuat orang itu menggelengkan kepala dengan cepat.

"Aku hanya bersembunyi dari Kakak ku yang memaksaku untuk disuntik. Aku gak mau jadi aku kabur saja."

"Suntik?"

"Iya, aku sedang tak enak badan. Para suster dan dokter itu ingin memaksaku untuk menancapkan jarum di tanganku. Tapi itu sangat menyeramkan, aku tak mau jadi aku kabur ke sini."

Penjelasan yang sangat polos menurut Aera, menggemaskan. Aera membawa tangannya ke dahinya dan merasakan panas yang memang tak biasa. Sangat panas dan pasti orang ini pusing, Aera tak habis pikir bagaimana ia kuat kabur berlarian sampai ke sini. "Badanmu sangat panas."

"Iya..."

"Kamu harus diperiksa dokter."

"Gak mauuu."

"Kenapa?"

"Mereka mau menusukku dengan jarum."

"Itu tidak sakit kok."

"Bohong."

"Hanya seperti digigit semut."

Orang yang ada di depan Aera itu tetap menggeleng, bersikeras tak ingin diperiksa karena takut disuntik.

"Lihat ini!" Aera mengangkat tangannya yang tertancap jarum infus. Orang itu menatapnya ngeri.

"Itu pasti sakit banget."

"Enggak kok." 'Karena aku telah merasakan yang lebih sakit dari jarum infus.'

"Kamu bohong kan?"

"Enggak kok. Aku ingin mencabutnya..."

"Tuh kan, pasti karena sakit!"

Aera menggeleng. "Bukan, aku ingin mencabutnya karena aku jadi susah bergerak."

Orang yang ada di depan Aera itu memberengut, namun sedikit oleng saat akan berdiri dari posisinya yang tadi berjongkok untuk memohon pada Aera untuk mengizinkannya bersembunyi diruangannya.

"Eh... Kamu gak papa?" Tangan Aera bergerak memegangnya dan tanpa sadar infusnya tertarik dan membuat darah segar keluar begitu saja.

"Da-darah..." Aera mengikuti arah pandangnya dan kini sadar jika infusnya lepas. Tapi ia tak memikirkan itu sekarang karena tiba-tiba saja orang yang ada di depannya itu semakin lemas. "Eh... Aku mohon jangan pingsan. Ah, cepat duduk di sini." Aera bangun dari kursi roda yang memang ia duduki sedari tadi dan digantikan oleh orang itu.

Aera bergerak untuk mendorong kursi roda itu keluar dan mencari dokter. Dan untung saja, setelah ia membuka pintu, ada seorang dokter perempuan yang lewat dan belum jauh dari pintu ruangan Aera.

"Dokter, tolong bantu saya!" Aera mengeraskan suaranya dan berhasil membuat dokter itu menoleh.

"Astaga, ini kenapa?" Aera menggeleng.

"Suster-suster!" 

Beberapa suster datang dengan cepat dan diminta segera membawa kursi roda yang awalnya di pegang oleh Aera.

"Ayo."

"Eh..."

Dokter perempuan itu menarik dan menuntun Aera berjalan untuk mengikuti namun Aera seperti ingin menolak. " Kamu harus di obati juga, lihat tangan kamu! Pasti infus kamu lepas kan? Dan... Astaga, pergelangan tangan kamu juga. Perbannya harus diganti. Ayo!"

Aera melihat pergelangan tangannya yang diperban memang memerah di tengah perban yang melilitnya. Apa karena mendorong kursi roda tadi?

Akhirnya Aera ikut saja dengan Dokter perempuan itu yang menuntun langkahnya. Walaupun sebenarnya Aera merasa ia tak perlu untuk dipegangi karena ia merasa masih bisa berjalan dengan baik.

***

Ciaaaa cast baru... Siapa ya kira-kira.

Ada yang bisa nebak siapa yang jadi dokter Min?

*perasaan aku abis nangis-nangis sambil nonton film sebelum nulis ini tapi ini kagak ada sedih-sedihnya dah😂 yaudahlah ya, lagian jangan sedih-sedihan mulu. Kasian Aera nangis mulu.*

3 Okt 2019
Rinmy98

HOUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang