11. Rumah

637 81 19
                                    

Yang lupa sama ceritanya, bisa puter balik ke chapter sebelumnya 🙏

Happy reading

***

Saat kaki melangkah kembali memasuki rumah yang ia tinggali sejak lama, Aera merasa mungkin nerakanya akan kembali. Ia berjalan perlaham dengan tas jinjing yang ia bawa, Jaehyun sudah berjalan masuk ke dalam rumah sejak tadi, ia tak mau repot-repot menunggu Aera keluar dari mobilnya.

Semakin dalam Aera mengambil langkah, rasanya semakin berat beban dikakinya.
Saat memasuki area tengah, ia bisa mendengar dengan jelas keributan dari lantai atas dimana kakak-kakak nya sering berkumpul.

Aera terus berjalan ke bagian belakang. Kamarnya berada dibelakang tangga dan tak jauh dari dapur. Ia yang dulu memilih kamar itu. Dan dia bersyukur karena tak perlu berjalan naik turun tangga hanya untuk ke kamarnya.

Perlahan tangannya menggenggam knop pintu yang dingin, membukanya perlahan dan mulai melangkah masuk ke dalamnya. Harumnya masih sama namun dingin dan pengap yang terasa menandakan bahwa tak ada satu orangpun yang memasuki kamarnya selama ia di rumah sakit. Senyuman kecil terpatri di belah bibirnya, ia tahu tak akan pernah ada seorangpun yang masuk dengan peduli pada kamarnya ini.

Aera membawa dirinya untuk duduk di ranjang, membuka laci yang ada di nakas dan mengeluarkan sebuah bingkai dengan foto tiga orang di dalamnya. Aera mengusapnya perlahan dengan ucapan yang meluncur begitu saja. "Bunda gak pernah telepon ayi, Bunda udah gak inget sama ayi ya? Bun... Ayi nakal ya, sampe Bunda gak mau ngobrol sama Ayi padahal Ayi rindu denger suara Bunda, Ayi pengen cerita-cerita kayak dulu sama Bunda, Ayi pengen peluk Bunda."

Sentuhan jarinya kini mengelus foto Ayah nya. Senyuman yang begitu hangat sampai Aera masih merasakannya hanya melalui fotonya. "Ayah, kenapa Ayah gak pernah nemuin Ayi? Ah... Pasti Ayah udah nemuin anak baik yang gak nakal kayak Ayi ya? Maaf kalo Ayi nakal, Ayi janji gak bakalan nakal lagi kalo itu bisa buat Ayi ketemu lagi sama Ayah."

Aera masih menatap bingkai itu dengan mata berkaca lalu dengan cepat menyimpannya kembali dalam laci dan menutupnya lalu menguncinya.

Aera membuka tirai dan menatap langit, napasnya menghembus berat, ia tak ingin mengeluarkan air matanya lagi. Ia sudah berjanji pada dokter baik di rumah sakit dan pada dirinya sendiri bahwa ia tak akan menangis lagi.

"Aku gak boleh nangis... Dokter Kyungsoo udah janji kalo aku gak nangis, dia dan adiknya bakalan jadi temen aku terus...
Aku gak mau kehilangan temen pertamaku." ucap Aera dengan ucapan yang melirih di akhir kalimatnya.

***

Dilain tempat di rumah yang sama, terlihat Jhonny yang baru muncul. Memasuki rumah dengan tergesa dan berlari naik ke lantai atas. Jaehyun yang berada di ruang santai lantai atas menoleh sekilas lalu kembali pada game nya.

Jhonny tak perduli dengan siapapun sekarang, ia hanya perduli pada tugasnya yang lupa ia taruh dimana. Mencari, membuka dan membuat kamarnya yang berantakan jadi tambah berantakan.
Jaehyun yang merasa terganggu dengan suara benda-benda yang berjatuhan dan suara Jhonny yang mencari sambil mengoceh akhirnya berjalan ke sana, ia melihat Jhonny yang sedang menggaruk rambutnya frustasi.

"Lo nyari apaan sih?"

Jhonny menyahut tanpa berbalik, masih mencari-cari tugasnya itu. "Gue nyari tugas, sumpah gue lupa sama tugas itu mana dikumpul deadline nya hari ini. Anjir, nilai gue gimana dong... Masa ia gue harus ngulang semester cuma gara-gara ini tugas." 

"Lo gak nyimpen di laptop lo apa?"

Pertanyaan Jaehyun sedikit mencerahkan otak Jhonny yang sudah mendung itu. "Kenapa gue gak cek di laptop dari tadi, anjir."

Jaehyun cuma geleng-geleng doang dan berbalik untuk melangkah pergi tapi kembali terhenti. "Tapi bentar, gue gak ngerjain di laptop gue."

"Terus di laptop siapa?"

"Bukan gue yang ngerjain sih." Jaehyun menaikan satu alisnya sebagai tanda bertanya. "Biasa hehe. Lo dah jemput dia, kan?"

Jaehyun merotasikan bola matanya. Sudah biasa memang jika Aera yang diminta bantuan—disuruh lebih tepatnya. "Udah, lo turun aja."

"Cape anjir, mending dia aja yang naek ke sini."

"Dia baru balik."

"Ya terus? Lo kasian gitu?"

"Gak, gue gak kasian."

"Hmm?"

"Gue cuma gak mau disusahin lagi sama dia, gimana kalo dia jatoh pas naik tangga? Lo mau tanggung jawab?"

Johnny berpikir sebentar dan akhirnya menurut saja. Dari pada entar Aera jatoh, tugasnya juga yang gak bisa dia ambil.

Aera memang punya kebiasaan menyimpan berkas-berkas tugas kakak nya yang terpaksa ia garap. Antara malas menghapus juga takut ada sesuatu yang diperlukan nantinya.

Tak lama, Johnny sampai di depan pintu kamar Aera. Membukanya dengan cepat dan membuat Aera yang ada di dalamnya kaget. Aera menoleh cepat dan mengerjap, cukup heran dengan Johnny yang ada di depan pintu kamarnya. "K-kak Johnny, ada apa?" tanya Aera lirih.

"Lo masih simpen tugas gue yang dua minggu lalu?"

Aera beranjak dan membuka laci tempatnya menyimpan laptop. Laptop satu-satunya yang diberikan oleh Papa nya saat ulang tahun yang ke 14, Aera menjaganya dengan baik. Aera menyalakan laptopnya yang sudah hampir mati, memasukan lubang charger terlebih dahulu lalu membuka folder-folder yang tersimpan rapih. "Ada, Kak."

Johnny menghembuskan napasnya lega. "Lo copy!"

Aera mengambil flashdisk di tangan johnny dan meng-copy-nyan. Tanpa berterima kasih, Johnny berlalu. Aera menatap punggung Johnny yang berlalu dengan cepat dan menghela napasnya pelan. Ia meninggalkan laptopnya dan kembali pada aktifitas sebelumnya, merajut.

***

Minal aidzin walfaidzin ☺ maaf telat banget ceritanya.
Kadang aku udah cape ngurus si dede atau lupa pas lagi ada waktu luang. Hehe.
Mood ku juga lagi naik turun + tingkat mager yang sungguh tinggi wkwkwk.

Sekali lagi, maaf atas keterlambatan cerita ini. 🙏☺

HOUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang