24. Masuk RS

133 27 9
                                    

Setelah makan malam keluarga yang bisa dibilang berjalan lancar, semua anggota keluarga Jung berpencar untuk melanjutkan aktifitas mereka masing-masing. Jarang ada kumpul keluarga memang, apalagi dari dulu kepala keluarga di rumah itu memang lebih banyak bekerja kesana kemari bersama sang istri. Ya, menikahi ibu Aera tak membuat Tuan Jung bisa berada di rumah untuk meluangkan banyak waktunya. Tapi sebaliknya, ia malah jarang sekali pulang. Dan ini menjadi salah satu alasan kelima kakak tiri Aera membencinya. Ya, hanya salah satu.

Aera sendiri hanya diam di kamar setelah makan malam karena ia tak ingin menggangu istirahat Bundanya. Ia membaca buku-buku pelajaran untuk mengejar ketertinggalannya kemarin, tapi tenggorokannya begitu kering. Ia melihat botol minum nya yang sudah tak lagi menyisakan setitik air, maka ia berjalan keluar dari kamar dengan botol minumnya. Berniat mengisi penuh agar tak perlu keluar lagi nanti dan berkemungkinan bertemu salah satu keluarganya.

Tapi, sepertinya ini hari sial Aera, karena ia melihat salah satu saudara tirinya sedang ada di dapur. Langkah Aera terhenti sebentar dan kembali berjalan untuk melaksanakan niat awalnya datang ke dapur.

"Ngapain lo?" Aera hanya melirik dan mengacungkan botol minumnya.

"Hmmm, gue liat-liat lo makin berani ya. Ahhhh, apa hidup di luar sana bikin lo jadi gak tahu diri? Atau emang harga diri lo udah gak ada gara-gara lo jual buat biaya hidup lo sendiri?" Aera tetap diam membuat Haechan geram dan membanting sendoknya. "Arghhh, lo bikin mood gue ilang." Haechan pergi begitu saja meninggalkan mie yang tinggal setengahnya saja. Aera menghela napasnya, lepas dari Haechan membuatnya lega seketika. Ia tahu betapa bencinya Haechan pada dirinya dari begitu mudah seorang Haechan melontarkan fitnahan untuknya.

"Sayang banget masih setengah lagi."

"Mau lo abisin?" Aera menoleh dan mendapati Jaehyun yang bersandar di tembok penyekat antara dapur dan ruang lainnya. "Gak." Hanya itu balasan Aera dan segera pergi dari dapur setelah mengisi penuh botol minumnya.

"Kenapa?" Jaehyun menahan tangan Aera  "Bukannya lo biasa makan sisaan." Aera melihat tangannya yang masih ditahan seperti tak ada niatan untuk Jaehyun  melepaskannya.

"Aku emang terbiasa karena terpaksa, tapi bukan berarti aku makan semuanya." Aera melepas lengan Jaehyun dan berjalan pergi.

Saat Aera hampir sampai ke kamarnya, sebuah teriakan membuat Aera berlari cepat.

"BUNDAAAAA."

***

"Pasien harus segera mendapatkan donor, jika tidak, mungkin nyawanya tidak akan bisa selamat. Saya permisi."

Aera diam, apa yang sebenarnya terjadi? Ia menoleh pada Papa tirinya. "Pa, a-apa yang terjadi sama Bunda sebenarnya?" Aera mencengkram lengan Papanya. "Kenapa harus ada donor ginjal? Kenapa Pa... KENAPA?"

"AERA!" Jaehyun membentak serta mendorong Aera begitu saja saat ia melihat Aera mencengkram lengan Papa nya. Tapi Aera kembali bangkit dan tak menyerah. "Kenapa Papa diam? Papa bilang Bunda cuma butuh obat dan cuci darah rutin. Tapi kenapa sekarang donor secepatnya?"

"Ayi, nak... Maafin Papa."

"Aku gak butuh maaf, Pa. Aku cuma butuh penjelasan. Kenapa ini semua bisa terjadi?"

"Papa bakal jelasin semuanya, ayo ikut papa."

"Pa..."

"Kamu tolong kasih kabar ke saudara-saudara kamu ya. Ayi, ayo ikut Papa."

Jaehyun hanya melihat keduanya berjalan pergi, ia membuka ponselnya dan mengirim kabar di grup yang hanya ada mereka berlima disana.

Jaehyun
Masuk icu
Makin nyusahin

Haechan
Ya, gue udah duga.
Lo balik gak bang?

Jaehyun
Balik, ngapain juga gue disini lama-lama
Kalo gak terpaksa sih gue juga ogah nganterin kesini.

Taeil
Hati-hati lo baliknya.

Jaehyun menutup ponselnya setelah melihat balasan dari kakak tertuanya. Ia berjalan menuju parkiran tapi berhenti begitu mengingat Papa nya masih berbicara berdua dengan Aera. Langkahnya berputar menuju lorong terakhir ia melihat keduanya berjalan dan mendapati Papa nya yang sedang berlutut di depan Aera.

"Maaf, Papa gak bisa jaga Bundamu." Jaehyun mengeryit tak terima dengan ucapan Papanya. Dengan langkah lebar ia mendekati Papanya. "Apa yang Papa lakuin? Berlutut di depan dia? Minta maaf?"

Keduanya mendongak mendapati Jaehyun yang menunjuk-nunjuk Aera. "Jae... Jangan kayak gitu. Turunkan telunjuk kamu." Jaehyun menggeleng. "Ngapain Papa minta maaf sama anak dari orang yang udah rebut Papa dari Mama kita?"

"Jae, Papa udah bilang dulu..."

"APA? GARA-GARA ITU PAPA LEBIH MILIH DIA, LEBIH MILIH NINGGALIN KITA DEMI BANTU DIA SAAT MAMA BUTUH PAPA."

"Gak gitu Jae..."

"Apa lagi? Mau alesan lagi bilang Mama yang nyuruh?" Jaehyun menatap Aera yang diam menunduk. Matanya memerah saat mengingat hari-hari menyakitkannya dulu bersama 4 saudaranya yang lain.

"Lo tahu, lo penyebab semuanya. Lo penyebab dari kematian Mama gue."

***

Masih ada yang bangun?

Maaf kalo cerita ini lambat banget updatenya. Niatnya pengen banget cepet padahal, tapi bisa update sebulan sekali aja aku bersyukur karena gak ilang ide di otakku.

Btw, aku lagi patah hati gara-gara cerita yang lagi seneng aku baca belom tamat ceritanya tapi udah ada kabar mau dipinang😭 padahal masih penasaran banget.

See you guys😘

HOUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang